1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

210909 UN Vollversammlung

21 September 2009

Agenda sidang umum ke-64 PBB di New York luar biasa padat. Masalah perubahan iklim, kemiskinan dan pengurangan senjata nuklir. Rencana pertemuan Obama, Abbas dan Netanyahu juga menyedot perhatian.

Sekjen PBB Ban Ki-moon.Foto: AP

Sidang umum selama sepekan di PBB menjanjikan pertemuan puncak yang sesungguhnya. Sorotan akan ditujukan pada Presiden AS Barack Obama yang akan tampil pertama kali di ruang sidang umum Rabu lusa (23/09), juga pada penampilan pemimpin Libya Muammar Gaddafi dan penguasa Iran Mahmud Ahmadinejad. Para diplomat AS berupaya menghindari pertemuan antara keduanya dengan Obama.

Kebalikan dari itu, Selasa (22/09) Obama dijadwalkan bertemu dengan PM Israel Benyamin Netanyahu dan Presiden Palestina Mahmud Abbas untuk menghidupkan kembali perundingan damai Timur Tengah. Pada hari yang sama, lebih dari 100 kepala pemerintahan dan negara akan menghadiri KTT iklim.

"Akan menjadi pertemuan terbesar para pemimpin pemerintahan“, Kata Sekjen PBB Ban Ki-moon.

mendatang akan digelar konferensi iklim PBB di Koppenhagen. Ban lantas menuturkan pengalaman mengerikannya dalam kunjungan ke Artik, kutub utara, yaitu menyaksikan gletser meleleh. Perubahan iklim jauh lebih cepat daripada yang kita kira, kata Ban Ki-moon.

Dubes Jerman untuk PBB Thomas Matussek melihat Jerman bisa memainkan peran pionir. "Yaitu pihak yang maju ke depan menunaikan kewajibannya. Saya yakin, kita juga bisa memainkan peran itu di sini. Bukan untuk menghasilkan kemajuan perundingan secara kongkrit tapi untuk sekali lagi memberi rangsangan politik yang tegas, agar kita tidak tersandung lagi menapaki jalan terakhir menuju Kopenhagen“, kata Mattusek.

Pada sidang iklim PBB di Kopenhagen harus ditemukan perjanjian perlindungan iklim pengganti Protokol Kyoto. Pada jamuan makan malam Selasa (22/09), Ban Ki-moon mengundang negara-negara industri maju dan penghasil CO2, untuk duduk satu meja dengan negara-negara lebih kecil, juga negara-negara pulau yang paling merasakan dampak perubahan iklim.

Dampak krisis finansial global juga menyibukkan sidang umum PBB. Diperkirakan, tahun ini lebih dari 100 juta orang tergelincir ke bawah garis kemiskinan. Karena itu Sekjen PBB Ban Ki-moon akan mengingatkan dunia internasional pada janji bantuan yang telah dilontarkan.

Paralel dengan sidang umum, para menteri luar negeri seluruh dunia juga mendiskusikan perjanjian penghentian uji coba nuklir. Satu dasawarsa setelah ditetapkan, masih ada 9 negara, termasuk AS, yang belum meratifikasinya.

Namun Ban Ki-moon berharap, dapat segera dicapai langkah besar dalam soal non proliferasi senjata nuklir dan pengurangan senjata atom. Secara khusus Ban menyambut Barack Obama yang akan memimpin diskusi tentang tema itu di Dewan Keamanan, hari Kamis (24/09). Bagi sejumlah pengamat, pekan ini fajar mulai menyingsing bagi sebuah dunia yang bebas dari senjata nuklir.

Bisakah juga diharapkan fajar yang sama bagi perdamaian di Timur Tengah? Selasa besok (22/09) Obama akan bertemu empat mata dengan PM Israel Benyamin Netanyahu dan Presiden Palestina Mahmud Abbas, untuk kemudian melakukan pertemuan bersama.

Jumat lalu, utusan khusus Obama untuk Timur Tengah, George Mitchell pulang tanpa hasil, setelah satu pekan diplomasi ulak-alik. Ia gagal mengupayakan kompromi antara Netanyahu dan Abbas menyangkut sengketa pembangunan pemukiman Yahudi. Topik panas yang mengganjal proses perdamaian di Timur Tengah.

Sebelum jadwal pertemuan di New York ditetapkan, dalam wawancara dengan televisi Israel Netanyahu sempat melontarkan ketidaktertarikannya.

"Saya tidak tahu. Pertemuannya belum dipastikan, saya harap akan berlangsung. Saya tidak memintanya dan juga tidak mengajukan syarat dilangsungkannya pertemuan. Kalau mereka mau, ya bertemu, kalau tidak, ya tidak", kata Netanyahu.

Kesepakatan mendadak soal politik pemukiman, tampaknya juga tidak akan dapat diraih Obama. Pertemuan hari Selasa, lebih memiliki arti simbolis. Presiden AS ingin menunjukkan keteguhan hati guna memecahkan konflik antara Israel dan Palestina.

Lena Bodewein/ Renata Permadi

Editor: Hendra Pasuhuk

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait