Pelanggaran hak asasi manusia bukan hanya dilakukan oleh diktator. Tapi juga oleh perubahan iklim dan negara yang memicu fenomena ini. Opini Matthias von Hein.
Iklan
Memperingati hari hak asasi manusia, yang dicanangkan 10 Desember 67 tahun lalu di Paris, kita punya alasan kuat untuk kembali mengritik penerapan hukuman mati secara keterlaluan dan tidak proporsional. Di Cina, Iran atau Arab Saudi. Atau juga kekerasan oleh aparat keamanan, penyiksaan dan represi kebebasan berpendapat. Tapi kita juga memberi pujian pada keputusan penerima hadiah Nobel Perdamaian tahun ini, yang diberikan kepada kuartet dialog nasional dari Tunisia. Mereka sangat layak menerimanya.
Perubahan iklim sebagai tema HAM
Tapi, saat ini kita juga bisa mengimbau para ketua jururunding dalam konferansi iklim di Paris untuk memperhatikan tema hak asasi manusia. Khususnya pasal 3 dari konvensi hak asasi manusia universal: yakni jaminan hak untuk hidup. Pasalnya, sekarang ini perubahan iklim telah membunuh massal manusia. Langsung maupun tidak langsung.
Fenomena cuaca ekstrim berupa angin topan dahsyat yang dibarengi banjir besar, dalam dua dekade terakhir makin sering melanda. Secara langsung bencana alam ini menewaskan setengah juta manusia. Memang fenomena iklim amatlah rumit dan sulit menegaskan apa penyebabya. Tapi model iklim dari para ilmuwan telah meramalkan datangnya bencana ini.
Perubahan iklim secara tidak langsung mendestabiliasi Suriah. Kakeringan berkepanjangan memaksa 1,5 juta petani bermigrasi ke kota. Pada saat bersamaan Suriah menghadapi arus pengungsi dari Irak. Tambahan lagi negara itu sedang mengalami krisis politik. Dengan cepat satbilitas runtuh.
Contoh lain Boko Haram. Kelompok teror ini naik daun seiring menyusutnya Danau Chad hingga hanya tinggal 20 persen dari luas awal. Jika daanau yang merupakan basis kehidupan bagi lebih 30 juta manusia di kawasan menciut, dampaknya perebutan pembagian sumber nafkah makin keras. Naiknya kemiskinan dan tak adanya perspektif, adalah lahan subur bagi tumbuhnya terorisme.
Bahkan militer Amerika Serikat juga mengakui perubahan iklim sebagai faktor risiko. Karena dampak pemanasan global adalah naiknya arus pengungsi dan pergerakan migrasi. Perebutan sumber daya alam, terutama air akan makin sengit. Seringkali hal ini memicu sengketa. Juga kasus kelaparan global meningkat. Jumlah kematian akibat kelaparan juga naik. Korbannya terutama anak-anak.
Karena itu, dalam KTT Iklim di Paris, negara-negara industri maju yang merupakan produsen mayoritas emisi gas perusak iklim, harus melakukan tindakan secara bersemangat. Yang lainnya harus mengikuti. Masalhanya bukan menyangkut Planet Bumi. Tanpa manusia, Bumi akan tetap eksis. Masalahnya kini menyangkut kita, umat manusia.
Dampak Perubahan Iklim Sudah Landa Dunia
Efek perubahan iklim sudah terasa. Pakar iklim peringatkan, jika kenaikan suhu global lebihi rata-rata 2 derajat Celsius, dampaknya akan fatal. Inilah beberapa bukti bencana yang sudah melanda akibat perubahan iklim:
Foto: picture-alliance/dpa
Kabut Asap Cekik Asia Tenggara
Kebakaran hutan di Indonesia yang dipicu fenomena iklim El Nino, durasinya bertambah panjang dari biasanya. Akibatnya negara tetangga Malaysia, Singapura dan Thailand dicekik kabut asap berbulan-bulan. Kuala Lumpur disergap asbut berminggu-minggu (foto). Beberapa kali pemerintah negara jiran terpaksa meliburkan sekolah dan Kantor pemerintahan, akibat kadar cemaran lebihi ambang batas aman.
Foto: MOHD RASFAN/AFP/Getty Images
Masalah Kesehatan Dipicu Kabut Asap
Kalimantan dan Sumatra sudah langganan disergap kabut asap akibat kebakaran hutan. Tapi serangan kabut asap tahun ini jauh lebih hebat dan panjang dibanding tahun tahun sebelumnya. NASA melaporkan penyebabnya: fenomena iklim El Nino yang Alami perubahan pola. Akibatnya lebih 500.000 warga menderita infeksi saluran pernafasan akibat kabut asap.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Smog di Cina Berkategori Berbahaya
Kadar Smog di Cina telah lewati ambang batas aman yang ditetapkan WHO. Ibukota Beijing dan sejumlah kota besar lainnya menderita tercekik Smog yang terutama berasal dari pambakaran batubara secara intensif. Ekonomi Cina sangat tergantung dari pembangkit listrik batubara. Dampaknya adalah masalah kesehatan bagi jutaan warga
Foto: Getty Images/K. Frayer
Neraka Kebakaran Hutan
Amerika juga tak luput dilanda dampak perubahan iklim. Kebakaran hutan di California September 2015 melalap kawasan ribuan Hektar. Lebih 10.500 pemadam kebakaran dikerahkan. Tapi tetap saja api melumat 1400 rumah milik warga. Api menyala sendiri akibat kemarau panjang dan kekeringan hutan yang dipicu fenomena iklim El Nino.
Foto: picture-alliance/dpa
Masalah Sosial Dipicu Kemarau Panjang
Kemarau panjang dan kekeringan dipicu perubahan iklim, timbulkan masalah sosial berat di negara berkembang. Terutama anak perempuan yang jadi korban. Organisasi bantuan "Kindernothilfe" mencatat, kasus perkawinan dini meningkat. Pasalnya orang tua tak mampu lagi memberi makan keluarganya. Menikahkan dini anak perempuan berarti satu beban berkurang dan dari uang mahar anak lain bisa diberi makan.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Burgi
Banjir Makin Kerap Datang
Di belahan bumi lainnya terjadi fenomena kebalikan. Curah hujan makin tinggi dan badai makin sering melanda. Banjir yang tak kenal musim memaksa jutaan orang bermigrasi. Angka kemiskinan hingga 2030 diramalkan meningkat drastis. Bencana lingkungan di kawasan Afrika dan Asia Selatan memicu gagal panen, kelaparan dan wabah penyakit.
Foto: picture-alliance/dpa
Angin Topan Membuat Sengsara
Ini bukan pemandangan mistis, melainkan citra udara dari atas pulau Luzon di Filipina yang tergenang banjir setelah dilanda angin topan. Ratusan tewas akibat tanah longsor dan banjir. 50.000 warga jadi tuna wisma dan terpaksa mengungsi. Filipina dilanda 20 topan hebat setiap tahunnya.
Foto: picture-alliance/dpa
Eropa Juga Terimbas
Pemanasan global dan perubahan iklim juga berdampak di Eropa. Sungai Rhein yang melintasi beberapa negara dan penting sebagai urat nadi lalu lintas air, kini nyaris kering akibat tak turun hujan selama berbulan-bulan. Dampak ekonominya, transportasi barang kini mengandalkan moda darat yang jauh lebih mahal.
Foto: picture-alliance/dpa
Terumbu Karang Mati massal
Kematian massal terumbu karang juga melanda kawasan luas di bawah laut. Terumbu karang ini berwarna pucat, sebuah indikasi koloni binatang ini nyaris mati. Koral Yang sehat berwarna indah cemerlang. Pemicu kematian massal terumbu karang adalah makin hangatnya suhu air laut, yang memicu stress dan pertumbuhan ganggang beracun.
Foto: imago/blickwinkel
Beruang Kutub Terancam Punah
Beruang kutub menjadi simbol bagi perubahan iklim. Akibat lumernya lapisan es abadi di kutub utara, binatang ini kehilangan habitat alaminya. Tidak ada lapisan es, berarti beruang kutub tidak bisa berburu mangsanya dan akan mati kelaparan. Ramalan pesimistis menyebutkan: hingga 2050 populasi beruang kutub akan menyusut hingga tinggal 30 persen dari populasi saat ini.