Kedua faksi Palestina, Hamas dan Fatah, melakoni perundingan rekonsiliasi di Kairo, Mesir. Pertemuan tersebut diharapkan bisa menyudahi perpecahan internal di Palestina jelang pemilihan umum pertengahan tahun ini.
Iklan
Para pemimpin kedua fraksi Palestina bertemu dalam perundingan yang dimediasi Mesir, Senin (8/2). Belakangan pemerintah di Kairo berusaha menggerakkan kembali perundingan damai antara Hamas dan Fatah. Kedua fraksi bertikai sejak 14 tahun terakhir, sejak kemenangan Hamas dalam pemilu di Jalur Gaza.
Situasi di Palestina memanas jelang pemilihan umum tahun ini. Friksi antara kedua fraksi dan perpecahan di dalam tubuh Fatah jelang mundurnya Presiden Mahmoud Abbas dikhawatirkan bisa memicu perang saudara. Pemilu tahun ini akan menjadi pemilihan pertama di Palestina sejak 15 tahun terakhir.
Selain Hamas dan Fatah, belasan kelompok lain ikut dilibatkan dalam perundingan di Kairo. Termasuk di antaranya adalah Islamic Jihad, kelompok militan yang memboikot pemilu pada 1996 dan 2006, namun kini berniat terjun ke dunia politik, klaim seorang sumber Reuters di Palestina.
Tingginya rasa curiga di antara faksi di Palestina akan menjadi agenda pembahasan utama kali ini. Semua pihak juga diharapkan bisa menyepakati isu-isu penyelenggaraan pemilu, seperti keamanan di lokasi pencoblosan, metode penghitungan suara atau kerangka hukum untuk menyelesaikan perselisihan dalam pemilu.
Sebagian warga Palestina menilai pemilu kali ini adalah upaya Abbas untuk melobi pemerintahan baru Amerika Serikat di bawah Joe Biden. Suksesi di Gedung Putih diyakini sebagai peluang setelah tahun-tahun penuh kemunduran di bawah Presiden Donald Trump.
"Peluangnya setara antara gagal dan sukses," kata Hani al-Masri, seorang analis politik di Tepi Barat Yordan yang ikut serta dalam pertemuan di Kairo.
Virus Corona di Gaza: Mencoba Mencegah Bencana
Apa yang selama ini ditakuti kini menjadi kenyataan. Penyebaran pandemi Covid-19 telah mencapai Jalur Gaza. Gaza tengah berlomba dengan waktu, mencegah wabah dan menghentikan bencana.
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Hana
Melawan virus corona
Covid-19 telah menyebar di Jalur Gaza, salah satu daerah dengan penduduk paling padat di dunia. Puluhan kasus telah dikonfirmasi. Jalur pantai di Laut Mediterania tersebut merupakan rumah bagi sekitar 2 juta orang yang tersebar di 365 kilometer persegi atau sekitar 6.000 jiwa per kilometer persegi. Sebagai upaya pencegahan, petugas telah menyemprot disinfektan ke beberapa ruas jalan.
Foto: picture-alliance/ZUMAPRESS/A. Amra
Pusat karantina di Rafah
1.860 orang lebih yang kembali dari luar negeri dikarantina di 26 lokasi berbeda. Salah satu pusat karantina terletak di perbatasan Rafah. Beberapa orang juga dikirim ke sebuah bangunan sekolah yang diubah fungsinya menjadi fasilitas karantina. Jalur penyeberangan ke Mesir dan Israel sebagian besar telah ditutup sejak pertengahan Maret, hanya mereka yang pulang yang diizinkan masuk ke Jalur Gaza.
Foto: Reuters/WHO in the Occupied Palestinian Territories
Perlengkapan medis tidak mencukupi
Beberapa pusat perawatan memiliki peralatan medis memadai, sementara di Jalur Gaza hanya ada 63 ventilator dan 78 tempat tidur yang tersedia. COGAT, badan pertahanan Israel yang bertanggungjawab atas masalah sipil Palestina mengatakan pihaknya akan mengirimkan lebih dari 1.500 alat tes swab sesuai standar WHO. Hal ini membuat seruan untuk mengurangi blokade yang dilakukan Israel semakin kuat.
Foto: Reuters/WHO in the Occupied Palestinian Territories
Mewarnai masker
Kementerian Kesehatan telah mengumumkan keadaan darurat. Seniman Palestina, Samah Saed (dalam gambar) dan Dorgam Krakeh tengah melukis masker dengan warna-warna cerah sebagai upaya untuk mendorong penduduk setempat mengenakan masker pelindung wajah. Jika kelompok Hamas gagal menahan penyebaran virus corona, maka konsekuensinya wabah ini bisa menjadi bencana.
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Hana
Pasokan logistik sangat penting
Lockdown atau karantina wilayah akan berakibat fatal bagi warga Gaza, mengingat 75% dari populasi adalah pengungsi yang semuanya bergantung pada Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) yang masih mengirimkan bantuan makanan setiap hari.
Foto: Reuters/M. Salem
Edukasi kaum muda
Kegiatan di area publik sebagian besar telah dibatasi. Namun, menjaga jarak sosial dan langkah-langkah menjaga kebersihan masih menjadi tantangan, terutama di jalan-jalan sempit dan di kamp-kamp pengungsi. Untuk memberi pemahaman kepada warga, para aktivis berpakaian seperti virus dan mengunjungi kamp-kamp pengungsi.
Foto: picture-alliance/ZUMAPRESS/M. Ajjour
Bantuan dari Qatar
Kelompok Hamas dan Qatar serta beberapa negara di Emirat Arab berjanji untuk terus memberikan dukungan finansial bagi rakyat Gaza. Minggu lalu, Qatar mentransfer 10 juta dolar AS atau setara 165 miliar rupiah. Setiap keluarga yang membutuhkan akan menerima 100 dolar AS atau 1,6 juta rupiah.
Foto: picture-alliance/ZUMAPRESS/A. Amra
Di rumah saja
Fasilitas medis di Gaza diperkirakan akan dapat mengobati 100 kasus virus corona pertama. Setelah itu, mereka akan bergantung pada dukungan dari negara lain. Hal itu yang menyebabkan para aktivis dan seniman lokal berusaha meningkatkan kesadaran akan pentingnya tinggal di rumah.
Foto: picture-alliance/ZUMAPRESS/M. Ajjour
Kue, kampanye, dan virus corona
Sebuah toko roti di Khan Younis membuat kue yang menggambarkan seseorang mengenakan masker, upaya ini untuk mendidik masyarakat pentingnya menggunakan masker demi mencegah penyebaran Covid-19.
Foto: Reuters/I. Abu Mustafa
9 foto1 | 9
Sebanyak 2,8 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat berhak memilih. Komisi Pemilu mengaku sudah mendaftarkan lebih dari 80 persen pemilih.
Desember silam kantor berita AP melaporkan, rival politik Abbas di Jalur Gaza yang selama ini terpinggirkan, mulai giat membangun basis dukungan jelang pemilu. Warga di kamp pengungsi Balata misalnya giat mempersenjatai diri menyambut konflik antar faksi.
Menurut analisa Middle East Institute, saat ini ada tiga figur sentral Palestina sedang bergulat untuk menjadi pewaris kekuasaan Abbas. Mereka adalah kedua tokoh kuat Hamas, Yahya Sinwar dan Ismail Haniyeh, serta pelarian politik Fatah, Mohammed Dahlan, yang juga bekas kepala keamanan di Gaza.