1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikTimur Tengah

Hamas dan Fatah Bahas Rekonsiliasi di Mesir

8 Februari 2021

Kedua faksi Palestina, Hamas dan Fatah, melakoni perundingan rekonsiliasi di Kairo, Mesir. Pertemuan tersebut diharapkan bisa menyudahi perpecahan internal di Palestina jelang pemilihan umum pertengahan tahun ini.

Seorang petugas keamanan Palestina berjaga-jaga dalam peringatan hari al-Naqba atau pengusiran, yang menandai kekalahan Palestina pasca perang Israel 1948
Seorang petugas keamanan Palestina berjaga-jaga dalam peringatan hari al-Naqba atau pengusiran, yang menandai kekalahan Palestina pasca perang Israel 1948Foto: picture-alliance/dpa/M. Saber

Para pemimpin kedua fraksi Palestina bertemu dalam perundingan yang dimediasi Mesir, Senin (8/2). Belakangan pemerintah di Kairo berusaha menggerakkan kembali perundingan damai antara Hamas dan Fatah. Kedua fraksi bertikai sejak 14 tahun terakhir, sejak kemenangan Hamas dalam pemilu di Jalur Gaza.

Situasi di Palestina memanas jelang pemilihan umum tahun ini. Friksi antara kedua fraksi dan perpecahan di dalam tubuh Fatah jelang mundurnya Presiden Mahmoud Abbas dikhawatirkan bisa memicu perang saudara. Pemilu tahun ini akan menjadi pemilihan pertama di Palestina sejak 15 tahun terakhir.

Selain Hamas dan Fatah, belasan kelompok lain ikut dilibatkan dalam perundingan di Kairo. Termasuk di antaranya adalah Islamic Jihad, kelompok militan yang memboikot pemilu pada 1996 dan 2006, namun kini berniat terjun ke dunia politik, klaim seorang sumber Reuters di Palestina.

Tingginya rasa curiga di antara faksi di Palestina akan menjadi agenda pembahasan utama kali ini. Semua pihak juga diharapkan bisa menyepakati isu-isu penyelenggaraan pemilu, seperti keamanan di lokasi pencoblosan, metode penghitungan suara atau kerangka hukum untuk menyelesaikan perselisihan dalam pemilu.

Peta jalan damai yang diusulkan bekas Presiden Donald Trump menyisakan wilayah kecil bagi warga Palestina.

Pemilu tentukan masa depan Palestina

Saat ini banyak yang yakin pemilu di Palestina tidak akan pernah terjadi. Menurut rencana Otoritas Palestina, pemilihan umum legislatif akan digelar pada 22 Mei, disusul pemilu kepresidenan pada 31 Juli.

Sebagian warga Palestina menilai pemilu kali ini adalah upaya Abbas untuk melobi pemerintahan baru Amerika Serikat di bawah Joe Biden. Suksesi di Gedung Putih diyakini sebagai peluang setelah tahun-tahun penuh kemunduran di bawah Presiden Donald Trump.

"Peluangnya setara antara gagal dan sukses," kata Hani al-Masri, seorang analis politik di Tepi Barat Yordan yang ikut serta dalam pertemuan di Kairo.

Sebanyak 2,8 juta penduduk Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat berhak memilih. Komisi Pemilu mengaku sudah mendaftarkan lebih dari 80 persen pemilih.

Desember silam kantor berita AP melaporkan,  rival politik Abbas di Jalur Gaza yang selama ini terpinggirkan, mulai giat membangun basis dukungan jelang pemilu. Warga di kamp pengungsi Balata misalnya giat mempersenjatai diri menyambut konflik antar faksi.

Menurut analisa Middle East Institute, saat ini ada tiga figur sentral Palestina sedang bergulat untuk menjadi pewaris kekuasaan Abbas. Mereka adalah kedua tokoh kuat Hamas, Yahya Sinwar dan Ismail Haniyeh, serta pelarian politik Fatah, Mohammed Dahlan, yang juga bekas kepala keamanan di Gaza.

rzn/hp (rtr, ap)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait