1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hamas dan Fatah Sepakati Pemerintahan Bersama

9 Februari 2007
Para pimpinan Palestina Shalat bersama disela-sela perundingan di Mekkah
Para pimpinan Palestina Shalat bersama disela-sela perundingan di MekkahFoto: AP

Tercapainya kesepakatan diantara kedua kelompok yang bertikai di Palestina, Hamas dan Fatah untuk membentuk pemerintahan persatuan nasional ditanggapi sejumlah harian Eropa dalam tajuknya. Harian Italia La Repubblica berkomentar : Warga Palestina dapat berharap aksi kekerasan akan menurun. Lebih lanjut harian yang terbit di Roma itu menulis : Di Jalur Gaza kembali dilontarkan tembakan, bukan tanda kemarahan melainkan luapan kegembiraan. Semua menyambut kesepakatan antara kekuatan lama Fatah, yang hendak merebut kembali kekuasaan, dengan Hamas yang saat ini sedang berkuasa. Pemerintahan baru Palestina, nantinya tetap dipimpin PM saat ini, Ismail Haniya. Kesepakatan itu memang tidak menyingggung Israel, akan tetapi menuntut pemerintahan persatuan nasional, menghormati hukum internasional. Warga Palestina berharap banyak dari kesepakatan Mekkah. Akan tetapi, apakah masyarakat internasional juga akan puas, masih harus ditunggu.

Harian Italia lainnya Corriere della Sera yang terbit di Milano berkomentar : Setelah berunding dua hari Hamas dan Fatah berhasil mencapai kesepakatan. Delapan bulan lamanya kedua pihak bersusah payah dan tetap gagal mencapai kata sepakat. Akhirnya di kota suci Mekkah dapat dilahirkan persetujuan pembentukan pemerintahan bersama. Untuk itu diperlukan campur tangan raja Abdullah dari Arab Saudi, yang mengirimkan undangan kepada Hamas dan Fatah, yang tentu saja tidak dapat mereka tolak. Di Mekkah, perwakilan Hamas dan Fatah dimasukkan ke dalam sebuah kamar, yang ditutup sendiri oleh raja. Baik presiden Mahmud Abbas maupun Khaled Meshal tidak diizinkan mempermalukan raja Abdullah.

Sementara harian liberal Austria Der Standard yang terbit di Wina, dalam tajuknya berkomentar : Terdapat konsetelasi baru di Timur Tengah. Lebih lanjut harian ini menulis : Situasinya kali ini amat berbeda. Tekanan kini datang dari kawasan sekitarnya, tepatnya dari Mekkah, dengan perantaraan raja Abdullah. Ditambah lagi dengan kesadaran, bahwa mereka tidak lagi memiliki banyak peluang untuk mencegah kawasan Palestina lebih terpuruk ke dalam kekacauan total. Presiden Abbas tahu persis, apa yang dituntut AS dan Uni Eropa. Ia juga tahu, apa yang dapat diharapkan Israel secara realistis. Di sisi lain, Abbas harus mencegah agar Hamas tidak kehilangan muka. Kesepakatan itu terlalu sedikit, juga jika Hamas mengakui kesepakatan sebelumnya dengan Israel. Tapi apa yang dihormati Abbas, tentu cukup baik.

Terakhir harian Luxemburger Wort yang terbit di Luxemburg berkomentar : Di Mekkah tercapai keajaiban. Lebih lanjut harian ini menulis : Kedua pihak yang bertikai di Palestina, ibaratnya sudah terpojok. Jika mereka tidak mampu keluar dari krisis, berarti masa depan berdirinya sebuah negara Palestina yang berdaulat, dipertaruhkan. Karena itu, tidaklah mengherankan jika perundingan perujukan itu, digelar di sebuah tempat yang sarat simbolisme, yakni Mekkah, dengan harapan terjadi keajaiban. Tapi, siapapun yang mengundang keajaiban dengan cara seperti itu, artinya mereka sesungguhnya sudah hampir tenggelam.