Upaya menghidupkan kembali perjanjian nuklir sebelum pemilu di Iran 18 Juni mendatang menemui jalan buntu. Meski perlahan mendekat, Teheran dan Washington diklaim “masih terlalu jauh” dari kata sepakat.
Iklan
Pemerintah Iran meredupkan harapan tercapainya secara dini kesepakatan dengan Amerika Serikat terkait kelanjutan Perjanjian Nuklir 2015. Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi mengatakan, kedua negara "semakin mendekat, tapi masih jauh dari tercapainya sebuah perjanjian.”
Araghchi enggan mengkonfirmasikan spekulasi yang beredar, bahwa negosiasi nuklir di Wina, Austria, akan memasuki fase akhir pekan depan. Sebelumnya, menlu Iran itu menyebutkan, AS dan pihak lain harus terlebih dahulu membuat "sejumlah keputusan sulit.”
Araghchi yang mengepalai delegasi perundingan di Wina mengatakan keputusan akhir akan dibuat di Teheran, bukan di meja perundingan.
Pemerintahan baru AS di bawah Presiden Joe Biden sempat mengadopsi posisi pendahulunya, yang menyaratkan agar Iran mengakhiri intervensi militer di kawasan demi kelanjutan perjanjian. Namun sikap itu perlahan mencair menyusul perkembangan politik di Teheran.
Pada pemilihan umum legislatf tanggal 18 Juni mendatang, ulama ultra konservatif Ebrahim Raisi diprediksi berpeluang besar terpilih. Dia berulangkali mengritik pembatasan program atom Iran di bawah Perjanjian Nuklir 2015.
Iklan
Raisi sempat digadang-gadang sebagai calon pengganti Ayatollah Ali Khamenei. Usai dikalahkan Rouhani pada pemilu kepresidenan 2017 lalu, Khamenei menunjuknya sebagai hakim kepala di Mahkamah Konstitusi Iran.
Adalah politisi senior Iran, Ali Larijani, yang diharapkan kaum moderat mampu menyaingi popularitas Raisi. Kedekatannya dengan Hassan Rouhani mengindikasikan kebijakan yang lebih terbuka terhadap negara barat. Satu-satunya kesempatan bagi Larijani adalah memobilisasi pemilih moderat yang sebagian besar enggan mencoblos, seperti hasil jajak pendapat pemerintah pekan lalu.
Itu sebabnya diplomat-diplomat Eropa seperti dilansir DPA, menilai negosiasi untuk menyelamatkan Perjanjian Nuklir 2015 sedang memasuki fase penentuan. Sejak April silam, juru runding Jerman, Prancis, Inggris, Rusia dan Cina berusaha memediasi antara Iran dan AS.
Iran sejauh ini bersikeras, AS harus mencabut terlebih dahulu sanksi dan embargo yang diputuskan pada masa Presiden Donald Trump. Sebaliknya Washington melontarkan persyaratan agar Teheran menghentikan program nuklir yang kembali diaktifkan sejak akhir tahun lalu.
Delegasi Uni Eropa yang mengkoordinasikan perundingan di Wina meyakini kesepakatan akan tercapai pada putaran baru negosiasi yang dimulai pekan depan. Kepada Reuters, seorang diplomat senior mengatakan "keputusan yang paling sulit menanti di cakrawala.”
rzn/as (dpa,rtr)
Empat Agama Hidup Berdampingan di Hasan Abad, Teheran
Selama sekitar satu abad, sinagoge Mizrahi, gereja Armenia, kuil Zoroaster, dan masjid Syiah telah melayani umat di lingkungan kecil di Hasan Abad, Teheran, Iran.
Foto: Changiz M. Varzi
Umat muslim membeli salib
"Anda tidak akan percaya jika saya beri tahu Anda bahwa pelanggan utama saya yang membeli salib dan Faravahar yang merupakan simbol Zoroastrinisme adalah warga muslim," kata Mehdi Hazratifard, pemilik toko di Hasan Abad, Teheran. Menurut Hazratifard, banyak umat Islam yang tertarik dengan agama lain dan suka membeli ornamen simbol suci yang berkaitan dengan agama tersebut.
Foto: Changiz M. Varzi
Sinagoge pertama di luar pemukiman Yahudi
Sinagoge Haim di Hasan Abad selesai dibangun pada tahun 1913. Sinagoge ini merupakan sinagoge pertama yang dibangun di luar Oudlajan, lingkungan pemukiman Yahudi di Teheran di masa dinasti Qajar (1789 -1925).
Foto: Changiz M. Varzi
Jumlah terus menyusut
Menurut petugas sinagoge (gabbai), Albert Sedq, sinagog Haim saat ini hanya buka pada hari libur besar, Sabat dan acara keagamaan khusus. Sejak revolusi 1979, komunitas Yahudi terus menyusut. Jumlah orang Yahudi yang tinggal di Iran sekarang kurang dari 16.000 orang.
Foto: Changiz M. Varzi
Tiba di Iran sekitar 2.500 tahun yang lalu
Yahudi di Iran adalah kaum Mizrahi, yang pertama kali tiba di Iran sekitar 2.500 tahun yang lalu. "Kami menganggap diri kami orang Iran dan bahasa ibu kami adalah bahasa Persia," kata Albert Sedq, pemuka Yahudi.
Foto: Changiz M. Varzi
Perpaduan budaya Yahudi dan Persia
Haim adalah salah satu dari 13 sinagoge aktif yang tersisa di Teheran. Dekorasi interiornya menggabungkan tradisi Yahudi yang berkaitan dengan desain interior tempat ibadah dan seni tradisional Iran seperti karya cermin.
Foto: Changiz M. Varzi
Jarak yang berdekatan
Pintu masuk ke Kuil Api Adorian, satu-satunya kuil Zoroastrian di dalam kawasan Teheran dan hanya berjarak lima menit berjalan kaki dari Sinagoge Haim. Zoroastrianisme adalah agama resmi Iran sejak Darius Agung berkuasa pada 522 SM hingga invasi Arab ke Iran pada 656 M.
Foto: Changiz M. Varzi
Gaya bangunan Persia di zaman Qajar
Seperti yang ditunjukkan oleh prasasti di fasad, Kuil Api Adorian selesai dibangun pada tahun 1916. Tulisan bahasa Farsi di prasasti tersebut berbunyi "Ahura Mazad", roh tertinggi yang disembah di aliran Zoroastrianisme. Temboknya mencerminkan gaya periode dinasti Qajar di Iran.
Foto: Changiz M. Varzi
Di Kuil Api: Api menyala tanpa henti
Di dalam ruang ibadah utama Zoroastarian ini terdapat perapian yang apinya sudah lebih dari 1.500 tahun menyala. Api suci tersebut dibawa dari Kuil Atash Bahram di Yazd, saat kuil tersebut diresmikan. Kuil api terbuka untuk semua orang dan pengikut dari semua agama dapat memasuki tempat ibadah, tetapi pengurus tidak mengizinkan pengambilan foto api, bahkan dengan telepon genggam sekalipun.
Foto: Changiz M. Varzi
Sekolah Zoroastrian
SMA Firooz Bahram, bersebelahan dengan 'Kuil Api', hanya menerima siswa Zoroastrian. Pembangunannya didanai pada tahun 1932 oleh seorang penganut Zoroastrian, Bahramji Bikaji dari India. Rabindranath Tagore, penyair India dan pemenang Hadiah Nobel non-Eropa pertama, hadir pada upacara peletakan batu pertama untuk sekolah menengah atas tersebut.
Foto: Changiz M. Varzi
Ada pula gereja Apostolik Armenia
Gereja Saint Mary's atau Santa Maria, yang merupakan sebuah gereja Apostolik Armenia, berada di seberang jalan dari kuil api Zoroastrianus. Kebaktian diadakan oleh komunitas Armenia, namun gereja juga terbuka untuk pengikut dari semua agama.
Foto: Changiz M. Varzi
Ada 11 gereja Armenia
Konstruksi di Santa Maria dimulai pada tahun 1937 dan membutuhkan waktu tujuh tahun untuk menyelesaikannya. Gereja tersebut adalah salah satu dari 11 gereja Armenia di Teheran yang masih beroperasi. Komunitas Kristen Teheran juga dilayani oleh Gereja Ortodoks Yunani, Ortodoks Rusia, Protestan Asiria, dan Katolik Asiria.
Foto: Changiz M. Varzi
Ada pula museumnya
Pada tahun 2008, Museum Artak Manookian dibuka di salah satu gedung milik Gereja Santa Maria, yang pernah menjadi kantor Keuskupan Armenia di Teheran.
Foto: Changiz M. Varzi
Nama jalan ingin diubah menjadi Jalan Agama
Yeron Qoucasian (78), adalah salah satu pria Armenia tertua di lingkungan itu dan pemilik toko daging Mikaelian yang terkenal saat ini. "Orang-orang dari semua agama telah tinggal dan bekerja di lingkungan ini seingat saya", kata Qoucasian. “Untuk sementara pemerintah kota bahkan ingin mengubah nama jalan ini menjadi 'Jalan Agama ".
Foto: Changiz M. Varzi
Masjid di antara kuil dan gereja
Masjid Nabi Ibrahim terletak di salah satu sisi jalan di blok yang sama dengan 'Kuil Api' dan gereja-gereja. Masjid yang dibangun pada tahun 1945 ini merupakan tempat ibadah termuda di pinggir jalan dan telah beberapa kali direnovasi. (Sumber: Qantara, ap/vlz)