1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

231208 Obama Nahost Erwartungen

25 Desember 2008

Akankah perubahan yang dijanjikan Barrack Obama juga terwujud di Timur Tengah? Dunia Arab mengamati pergantian kekuasaan di Gedung Putih dengan perasaan campur aduk.

President-elect Barack Obama waves after giving his acceptance speech at Grant Park in Chicago Tuesday night, Nov. 4, 2008. (AP Photo/Morry Gash)
Presiden terpilih AS Barack Obama.Foto: AP

Optimisme yang disuarakan dengan hati-hati, banyak terdengar dari dunia Arab. Salah satunya Mohammad Deeb Nasrallah dari Komite Pusat Gerakan Amal, partai Syiah di Libanon.

Nasrallah mengatakan, "Kami harap, politik AS berubah positif di bawah kepemimpinan Obama. Kami tidak bisa lupa, apa yang terjadi di Libanon dan Palestina. Bagaimana Israel menyerang kami dengan menggunakan senjata Amerika dan apa yang dilakukan tentara AS di Irak dan Afganistan, semua yang terjadi di kawasan ini dalam 8 tahun terakhir. Kami sungguh berharap politik Obama lebih baik. Kami letih melihat pertumpahan darah, bom, perang di kawasan ini.“

Walau termasuk oposisi yang kritis terhadap AS, Gerakan Amal tampaknya sadar bahwa tanpa perantaraan AS tidak akan tercapai solusi di kawasan itu.

AS bukan lagi kekuatan adi daya tunggal

Harapan lebih besar terhadap presiden baru Amerika juga ditunjukkan Hisbullah yang digolongkan organisasi teroris oleh AS, Israel dan negara-negara Eropa.

Nawaf al-Mousawi, jurubicara untuk hubungan internasional Hisbullah mengatakan, pergantian kekuasaan di gedung Putih merupakan hasil dari kondisi baru hubungan kekuasaan internasional. Jika AS ingin berhasil di Timur Tengah, ia harus menjalin kemitraan dengan negara-negara lain.

“Di masa depan, AS bukanlah satu-satunya kekuasaan adi daya di panggung internasional. Masalah politik dan ekonomi yang dihadapinya tidak lagi memungkinkan untuk itu. Mungkin saja presiden baru AS lebih mampu menghadapi kenyataan yang ada“, kata Nawaf al-Mousawi.

Terutama mengingat latar belakang keluarga Barack Obama. Ayahnya berasal dari Kenya dan semasa kecil Obama pernah hidup di Indonesia. Ini membangkitkan harapan banyak pihak di dunia Arab, bahwa dibandingkan pendahulunya Bush, Obama lebih bisa memahami masalah politik dan budaya yang berbeda.

Obama diyakini menepati janji

Kesediaan pemimpin di Teheran untuk berdialog, membuka harapan bahwa Obama tidak berencana melancarkan perang terhadap Iran, kata pakar ekonomi Khair el-din Haseeb, pemimpin Pusat Studi Kesatuan Arab, di Beirut. Sebuah tangki pemikir Arab terpenting dan independen di kawasan.

Khair el-din Haseeb meyakini perubahan politik AS di Timur tengah. Obama akan menepati janji penarikan pasukan AS dari Irak dalam tempo 16 bulan, kata Haseeb.

Ia menambahkan, "Jajak pendapat terakhir penunjukkan, mayoritas rakyat Irak menghendaki agar Amerika angkat kaki. Seabgian ingin mereka segera pergi, sebagian berpendapat sebaiknya setelah beberapa bulan. Di AS sendiri, mayoritas rakyat ingin agar tentaranya ditarik keluar dari Irak.“

Konflik Israel-Palestina tak bisa selesai kilat

Jika tentara AS meninggalkan Irak sesuai perjanjian yang telah disepakati, Irak akan segera mampu berdiri di atas kakinya sendiri, kata Haseeb. Irak yang stabil dapat berkontribusi besar bagi solusi konflik regional.

Yang sulit adalah situasi antara Israel dan Palestina. Barrack Obama pun tidak dapat mencapai solusi kilat untuk masalah itu. Meski demikian, perubahan yang dijanjikan dalam politik AS bukan hanya akan mengubah struktur kekuasaan di timur Tengah, tapi juga di tataran internasional, kata ekonom Irak, Khair el-din Haseeb.

"Kita akan melihat, secara bertahap, bahwa perubahan itu lebih cepat dari yang diperkirakan. Pilar-pilar kekuasaan baru akan memposisikan diri, Eropa, Rusia, India dan Cina. Dan kriteria utama untuk mendefinisikan kekuasaan adi daya, bukan lagi berapa besar kepemilikan senjata sebuah negara. Kelak, faktor ekonomi lah yang menentukan. Saya kira masa depan akan lebih menjanjikan“, tambahnya. (rp)