Indonesia memang butuh modernisasi alutsista. Namun masalah ketergesaan dan kurangnya transparansi membuat publik mempertanyakan rencana belanja dengan angka fantastis ini.
Iklan
Rencana Kementerian Pertahanan (Kemenhan) untuk membeli alat utama sistem persenjataan (alutsista) dengan nilai setara Rp1.750 triliun atau 1,7 kuadriliun rupiah dipertanyakan banyak pihak, pasalnya dana yang dipakai akan bersumber dari utang luar negeri. Pakar keamanan dan anggota DPR menilai rancangan ini tergesa-gesa dan tidak terbuka kepada publik.
Rencana tersebut tertuang dalam rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (alpalhankam) Kemenhan dan TNI tahun 2020 hingga 2024. Dalam rancangan perpres itu, tertulis Menteri Pertahanan Prabowo Subianto adalah orang yang merancang kebutuhan alpalhankam Kemenhan dan TNI.
Dalam rancangan perpres itu tertulis angka yang dibutuhkan untuk membeli alutsista adalah senilai lebih dari Rp1,7 kuadriliun. Anggaran ini meliputi akuisisi alpalhankam, pembayaran bunga tetap selama 5 periode renstra, dan dana kontingensi serta pemeliharaan dan perawatan alpalhankam.
Panic buying dan impulsif?
Adapun negara yang akan memberi pinjaman ke Kemenhan adalah negara yang memiliki hak veto di Perserikatan Bangsa-Bangsa seperti Amerika Serikat, Rusia, Prancis, Inggris, dan Cina.
"Dibutuhkan studi yang sangat komprehensif terkait ini, minimal 4-5 tahun ke depan. Sehingga terkesan ada ketergesa-gesaan dari pemerintah sendiri karena ada risiko besar juga kalau punya uang besar untuk dibelanjakan," demikian menurut pakar keamanan dan pertahanan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muhamad Haripin, dalam wawancara dengan DW Indonesia di Jakarta, Selasa (01/06).
Haripin mengatakan belanja dalam jumlah besar juga butuh pengawasan untuk mencegah penyelewengan dan korupsi. "Kekhawatirannya adalah anggaran yang sedemikian besar, tidak terkontrol dengan baik, uang sebanyak itu akhirnya mencar ke mana-mana. Tidak efektif dan efisien," tambahnya.
"Ini seolah ada panic buying, dan beli secara impulsif, sehingga skala prioritas tidak tercapai. Apakah alat yang dibeli itu cocok untuk Indonesia? Apa dibutuhkan oleh tiga matra? Apa spare part terjamin, Apakah SDM bisa operasionalkan alatnya, dan apakah memang bisa tangkal ancaman. Ini bersifat teknis namun dalam pengadaan sangat penting," ujar Haripin.
Hal senada disampaikan pakar keamanan dan pertahanan Susaningtyas Kertopati yang mengatakan bahwa pengelolaan aliran dana sebesar itu perlu pengawasan yang baik.
"Sistem pengawasannya harus tepat dan transparan, baik pengawasan internal, eksternal, DPR, dan Ombudsman."
Meski demikian, Susaningtyas mengatakan angka sebesar Rp1.750 triliun adalah angka yang wajar jika dibandingkan dengan sistem pertahanan di negara lainnya seperti Singapura, Jepang, dan Amerika Serikat.
"Indonesia negara besar tentu pantas memiliki kekuatan militer yang tangguh. Memang saat ini harus disesuaikan dengan prioritas negara hadapi COVID-19, tetapi kita juga jangan lupa memperkuat diri dalam bidang pertahanan dan keamanan," katanya.
Beban terhadap APBN
Juru Bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan mayoritas alutsista Indonesia sudah berusia tua dengan kondisi memprihatinkan sehingga diperlukan modernisasi alpalhankam.
Meskipun pembiayaan yang dibutuhkan besar dan bersumber dari pinjaman luar negeri, Dahnil yakin nilainya nanti dipastikan tidak akan membebani APBN. "Dalam arti, tidak akan mengurangi alokasi belanja lainnya dalam APBN yang menjadi prioritas pembangunan nasional," ujar Dahnil dalam rilis yang diterima DW Indonesia.
Adu Kekuatan Militer di Laut Cina Selatan
Sengketa wilayah di Laut Cina Selatan picu adu kekuatan militer di wilayah. Anggaran militer sejumlah negara naik drastis. Cina anggarkan pembelian senjata besar-besaran. Yang dilirik pedagang senjata Eropa.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Drake
Kapal Induk Kebanggaan Cina
Tentara rakyat Cina mengoperasikan kapal induk Liaoning sejak 2012. Kapal buatan Uni Sovyet tahun 1985 ini dibeli tahun 1998 dari Ukraina. Setelah dirombak dan direnovasi, dilanjutkan dengan pelatihan marinir Cina, sejak 2016 kapal induk ini dinyatakan siap tempur.
Foto: imago/Xinhua
Indonesia Andalkan Kapal Eropa
Indonesia juga melakukan modernisasi alat utama sistem pertahanan laut dengan membeli kapal perang baru. Korvette KRI Sultan Hasanuddin buatan 2007 sdibuat di Belanda. Jerman sejak lama juga menyuplai senjata ke Indonesia dan negara jiran di kawasan Asia Tenggara seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.
Foto: picture alliance/dpa/A. Ibrahim
Vietnam Jagokan Lubang Hitam
Vietnam tak mau ketinggalan, dan tahun silam membeli enam kapal selam pemburu buatan Rusia. Angkatan laut AS dan menjulukinya "lubang hitam" karena kapal selam ini sulit dilcak radar dan nyaris tak berbunyi saat dioperasikan. Zona jelajahnya di kawasan perairan dangkal dan kapal selam ini tangguh menangkal kapal perang maupun kapal selam musuh.
Foto: Vietnam News Agency/AFP/Getty Images
Filipina Andalkan Kapal Buatan AS
Angkatan laut Filpina andalkan kapal perang BRP Gregorio del Pilar dalam sengketa kawasan laut itu. Ini juga bukan kapal baru, melainkan kapal bekas penjaga pantai AS buatan tahun 1967. Setelah dimodernisasi, kapal perang ini diiproklamirkan siap tempur pada 2012. Kawasan operasinya sekitar kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Favila
Singapura Kerahkan Kapal Siluman
Singapura negara terkecil di Asia Tenggara mengandalkan kapal perang berteknologi tinggi. Kapal siluman kelas Formidable buatan Perancis ini dioperasikan negara pulau itu sejak 2007.
Foto: Imago/China Foto Press
AS Tetap Dominasi Kawasan
Amerika Serikat tetap dominasi kekuatan militer di kawasan. Armada ke 7 Pasifik di Asia berkekuatan hingga 60 kapal perang, 350 pesawat tempur dan 60.000 serdadu. Kapal induk USS Ronald Reagan adalah satu-satunya yang dioperasikan terus menerus di luar perairan AS. Pangkalan kapal induk ini adalah basis AL di Yokosuka, Jepang. Penulis. Rodion Ebbighausen (as/ap)
Foto: AP
6 foto1 | 6
Ia menjelaskan pinjaman yang akan diberikan negara-negara tersebut diberikan dalam tenor yang panjang dan bunga sangat kecil serta proses pembayarannya menggunakan alokasi anggaran Kemenhan dalam APBN.
"Dengan asumsi alokasi anggaran Kemhan di APBN konsisten sekitar 0,8% dari PDB selama 25 tahun ke depan," kata dia.
Namun hal tersebut dibantah Haripin. Menurutnya, utang dalam jumlah besar pasti akan membebani APBN.
"Saya amat ragu pernyataan dari Kemhan yang menyatakan masa pinjaman lama, tenor lama, dengan bunga rendah. Yang namanya loan itu akan menjadi beban anggaran secara keseluruhan," ujar Koordinator Pusat Studi Keamanan dan Keamanan LIPI itu.
Iklan
Kesenjangan hambat tugas pengamanan nasional
Menurut Haripin, kondisi sekarang rata-rata kekuatan operasional atau kesiapan dari alutsista dari tiga matra TNI ada di kisaran 60 - 70%. "Masih ada gap 30% dari kapasitas maksimal dan dalam kacamata strategis, kesenjangan itu punya dampak yang signifikan dalam meninjau tugas di lapangan dan jaga keamanan nasional," menurut Haripin.
"Apabila ditanya dengan yang ada sekarang, apakah alutsista sudah mampu maksimal menjaga kedaulatan? Ya tentu saja belum mampu karena banyak dari alat kita sudah tua dan sistem kurang memadai," ujar dia sambil mencontohkan satuan radar Indonesia yang masih berada di angka 8 buah dari total kebutuhan 32 buah.
10 Alutsista Rusia yang Buat Gentar Amerika
Sejak perang dingin berakhir militer Rusia berkutat dengan sistem alutsista yang usang. Namun negeri beruang merah itu mulai bangkit. Inilah sistem persenjataan yang bisa melontarkan Rusia kembali menjadi negara adidaya
Foto: picture-alliance/dpa
T-14 Armata
T-14 Armata adalah tank tempur utama generasi kelima yang diluncurkan awal 2015 silam oleh Rusia. Dalam cetak birunya tank ini bahkan bisa dimodifikasi menjadi kendaraan tempur robotik. Baru-baru ini Rusia mengumumkan T-14 akan dilengkapi dengan meriam berkaliber 152 mm yang mampu "menembus pelat baja setebal satu meter," kata Wakil Perdana Menteri Dmitry Rogozin kepada Russian Today.
Foto: Reuters/Host Photo Agency/RIA Novosti
Kapal Jelajah Tempur Pyotr Velikiy
Monster laut bertenaga nuklir ini adalah senjata paling mematikan milik armada utara Rusia yang beroperasi di Samudera Atlantik. Pyotr Velikiy atau "Peter yang Agung" adalah satu dari empat kapal jelajah tempur kelas Kirov yang ada saat ini. Oleh NATO Pyotr Velikiy dijuluki sebagai "pembunuh kapal induk" lantaran daya rusaknya yang besar dan kemampuannya menghancurkan rudal balistik.
Foto: AFP/Getty Images
Sukhoi T-50
Kendati tertinggal dari AS dalam pengembangan jet tempur siluman, Russia tak lantas bergeming. Sejak uji terbang perdana 2010 silam, jet tempur siluman yang merupakan hasil kerjasama strategis dengan India itu akan mulai diproduksi massal tahun 2017. Tapi belakangan kedua negara berseteru soal pembiayaan proyek. Terakhir India berniat membeli cetak biru T-50 seharga 3,7 milyar US Dollar dari Rusia
Foto: DMITRY KOSTYUKOV/AFP/Getty Images
Peluru Kendali S-400
Kemampuannya menghancurkan target dalam radius 400 kilometer dengan kecepatan hingga 17.000km/jam membuat S-400 jadi mimpi buruk buat setiap pilot. Saking ampuhnya, AS terpaksa merumahkan semua jet tempurnya ketika Rusia menempatkan satu batalyon S-400 di pangkalan udaran Khmeimim, Suriah. Diperkenalkan 2007 silam, kini Rusia sudah mulai mengembangkan varian rudal termutakhir, yakni S-500
Foto: picture alliance/dpa/A.Vilf
Sukhoi SU-35
Dikembangkan buat menandingi F16 milik AS, jet tempur generasi keempat Rusia ini malah mempermalukan rivalnya yang jauh lebih mahal dan canggih, yakni jet siluman F35. Belum lama ini Pentagon harus mengakui kemampuan taktis F35 masih kalah jauh ketimbang jet tempur buatan Sukhoi tersebut. Keunggulan terbesar SU-35 adalah daya jelajahnya yang tinggi dan kemampuan bermanuver yang sulit ditandingi
Foto: picture-alliance/dpa
Roket Hipersonik Yu-71
Rusia sejak lama mengimpikan sebuah roket hipersonik berhulu ledak nuklir. Dengan kode rahasia "project 4204," negeri beruang merah itu berhasil menciptakan sebuah monster yang tidak cuma mampu melesat dengan kecepatan 12.000 km/jam, melainkan juga lincah dan mudah dikendalikan. Dalam laporan Jane’s Intelligence Review, analis menilai Yu-71 akan mampu menembus sistem pertahanan NATO dengan mudah.
Foto: Reuters/Kyodo
Helikopter Tempur Mil Mi-28N
Oleh NATO helikopter tempur yang satu ini dijuluki "Havoc" alias malapetaka. Dibandingkan Apache Longbow buatan Boeing yang digunakan AS, Mil Mi-28 mampu terbang lebih cepat dan membawa lebih banyak persenjataan. Helikopter ini didesain untuk menghancurkan tank dan kendaraan lapis baja, serta memiliki kemampuan terbang malam hari.
Foto: Reuters/T. Makeyeva
Kapal Induk Admiral Kuznetsov
Admiral Kuznetsov adalah satu-satunya kapal induk di dunia yang dilengkapi dengan berbagai jenis persenjataan anti balistik udara dan kapal selam. Pada prinsipnya kapal yang diluncurkan tahun 1990 ini tidak memerlukan banyak kapal pendamping layaknya kapal induk Amerika Serikat. Uniknya, Admiral Kuzentsov nyaris jatuh ke tangan Ukraina ketika Uni Sovyet runtuh di tahun 1991.
Foto: picture alliance/dpa/Sana
Tupolev Tu-160M
Saat ini Tu-160M adalah pesawat pembom terbesar dan terberat di dunia. Ironisnya oleh para pilot Rusia monster langit ini dijuluki "angsa putih," karena bentuknya yang dinilai menyerupai satwa pendamai tersebut. Sejak 2014 silam Tu-160M dimodernisasi untuk menggandakan kemampuan tempurnya.
Foto: picture-alliance/dpa
Kapal Selam Nuklir Yury Dolgorukiy
Sejak beberapa tahun terakhir Russia meninggalkan desain kapal selam raksasa dan beralih ke desain yang lebih kecil tapi maut. Kendati wujudnya jauh dari kesan menyeramkan, Yuri Dolgorukiy disegani lantaran memiliki sistem kedap suara yang membuatnya sulit dideteksi. Selain itu kapal selam pertama kelas Borei ini juga diperkuat dengan 16 rudal RSM-56 Bulava berhulu ledak nuklir.
Foto: picture-alliance/dpa
10 foto1 | 10
"Gap itu yang banyak menghambat keamanan nasional. Dilihat dari luas wilayah, segi ancaman misalnya kapal selam Indonesia butuh setidaknya 18 unit, untuk jaga dari Sabang sampai Merauke," kata Haripin.
Indonesia baru saja kehilangan kapal selam KRI Nanggala pada 21 April 2021 saat melakukan latihan penembakan torpedo di perairan utara Bali. Dengan demikian, Indonesia kini hanya punya empat kapal selam yang dioperasikan oleh TNI AL.
Transparansi pemakaian uang rakyat
Anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon mengatakan pihaknya meminta penjelasan dari Kemenhan terkait hal ini sehingga tidak menjadi isu yang bias di luar.
"Kami ingin dengar dari Menhan, karena kalau dipanggil tidak pernah datang. Rencana modernisasi alutsista memang dibutuhkan kami akan sepenuhnya sokong namun kita harus tahu proposal seperti apa yang diajukan."
"Bagaimana prosedurnya, publik harus dilibatkan. Bagaimana kajian mendalam tiga matra, tingkat ancaman seperti apa? Kita ingin tahu langsung. Term condition seperti apa? Apa persyaratannya? Apa skema persyaratannya mencekik pemerintah," ujar dia kepada DW Indonesia.
Menurut Effendi, semua yang berkaitan dengan kepentingan negara harus transparan karena menyangkut kedaulatan rakyat.
"Itu semua harus dipertanggungjawabkan karena rakyat yang punya uang. Uang yang dipakai nyicil nanti uang rakyat, kecuali uang yang dipakai uang pribadi dan nenek moyang sendiri, itu terserah." (ae/pkp)