Aktivis Minta Kekerasan Terhadap Perempuan Ditangani Serius
25 November 2020
Terkait Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, 25 November, berbagai organisasi, institusi dan para aktivis menuntut pemerintah Jerman bekerja lebih serius lagi. Belum semua korban mendapat perhatian dan perlindungan.
Iklan
Menyambut Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan yang diperingati setiap 25 November, berbagai lembaga, politisi dan aktivis Jerman menuntut agar pemerintah bekerja lebih serius memberikan perlindungan kepada remaja dan perempuan.
"Masih banyak perempuan dan remaja tidak mendapat perlindungan efektif terhadap kekerasan", kata para aktivis yang bergabung dalam Aliansi Konvensi Istanbul, BIK.
"Setiap tiga hari, seorang lelaki di Jerman membunuh pasangan atau mantan pasangannya, dan setiap hari ada percobaan pembunuhan itu," kata BIK dalam sebuah pernyataan yang ditandatangani 20 organisasi.
Perlu lembaga resmi untuk penanganan kekerasan terhadap perempuan
BIK menuntut agar pemerintah Jerman membentuk lembaga resmi untuk penanganan kekerasan terhadap perempuan, dengan mandat yang tegas dan kompetensi politik yang besar.
Iklan
Pemerintah Jerman juga diminta untuk menyusun strategi menyeluruh menangani kekerasan terhadap perempuan sejalan dengan ketetapan Konvensi Istanbul, dan memberikan dana serta tenaga profesional yang cukup kepada lembaga terkait.
"Satu dari tiga perempuan mengalami kekerasan seksual dalam rumah tangga", kata Ketua Partai Kiri Die Linke, Katja Kipping.
Dia merujuk pada hasil penelitian dan statistik dari tahun 2014, dan menegaskan bahwa diperlukan penelitian aktual untuk masalah itu. Juga perlu dibangun lebih banyak rumah-rumah perlindungan untuk korban kekerasan terhadap perempuan. Hal ini sebenarnya sudah disepakati oleh semua partai besar. "Tetapi setiap tahun hanya tinggal pengakuan di mulut saja," kata Katja Kipping.
Suara Bisu Perempuan Korban Tragedi 65
Jutaan penduduk menua dengan trauma 65 di pundaknya. Sebagian pernah disiksa dan kehilangan anggota keluarga. Hingga kini mereka menderita dalam diam. Tanpa suara. Tanpa keadilan.
Foto: Anne-Cecile Esteve
"Uang saya hanya cukup untuk menyambung nyawa"
Sumilah berusia 14 tahun ketika ia ditangkap tahun 1965. Tuduhannya: Dia adalah anggota dari gerakan perempuan "Gerwani". Aparat menghajarnya sampai pingsan. Mereka kemudian menyekap Sumilah di kamp Plantungan. Di sana baru diketahui bahwa ia korban salah tangkap. Di masa tua, Sumilah hidup di Yogyakarta dengan uang pas-pasan.
Foto: Anne-Cecile Esteve
"Mereka memukuli ayahku hingga hampir mati"
Ayah Kina diduga merupakan simpatisan Komunis. Ia ditangkap dan tak boleh bekerja. "Itu sebabnya saya mengambil peran sebagai pengganti ayah," kata dia. Kina berpakaian seperti anak laki-laki, bekerja di ladang an mengumpulkan kayu bakar. Masyarakat mengecapnya sebagai "anak komunis". Oleh karena itu, ia dan saudara-saudaranya kehilangan hak atas tanah ayah mereka .
Foto: Anne-Cecile Esteve
"Masih tersimpan luka di hati saya"
Suami Lasinem ditangkap tahun 1969, disiksa & dikirim ke Pulau Buru. "Suamiku diangkut oleh kawannya sendiri, yang merupakan tentara. Dia dipukuli, punggungnya diinjak-injak sampai luka di sekujur tubuh," papar Lasinem. Perempuan ini ditinggalkan sendirian dengan anak-anaknya. Tahun 1972, mereka menyusul sang kepala keluarga ke Buru. Trauma ketakutan melekat di diri Lasinem hingga saat ini.
Foto: Anne-Cecile Esteve
"Meski dipukuli bertubi-tubipun saya tidak menangis"
Sri adalah seniman dan penyanyi yang tergabung dalam organisasi yang dekat dengan Partai Komunis Indonesia. Pada tahun 1965 ia ditangkap, disiksa, dan dipenjara. "Depan kamar tidur kami penuh tahi," kenangnya. "Kotoran itu baunya tak tertahankan." Ketika dia dibebaskan pada tahun 1970, rumahnya sudah dirampas keluarga lain. Sri menjadi tunawisma. Di masa tua, ia tinggal bersama keponakannya.
Foto: Anne-Cecile Esteve
"Aku harus meninggalkan bayi perempuanku"
Berkali-kali Yohana ditangkap, ditahan, diinterogasi. Ketika ditangkap ke-2 kalinya, ia baru saja melahirkan. Ia dipisahkan dari bayinya masih menyusu. Dua tahun kemudian baru ia bertemu anak perempuannya lagi. "Pengalaman kekerasan itu menghantuiku terus," paparnya. Namun, sepanjang hayatnya, ia tak pernah menceritakan apa yang menimpanya saat itu, bahkan pada keluarganya sekalipun.
Foto: Anne-Cecile Esteve
"Mungkin takkan pernah lupa"
Ketika Juriah beumur 7 tahun, ayah diasingkan ke Pulau Buru tahun 1966. Saat menginjak usia 18 tahun, Juriah dipaksa ikut pernikahan massal. Dia harus berjanji tidak pernah meninggalkan Buru. Meskipun penuh penderitaan, ia tetap di sana: "Jika kita datang ke tempat-tempat tertentu, kita akan berbicara tentang masa lalu dan terasa seolah-olah kita tertusuk pisau."
Foto: Anne-Cecile Esteve
"Orang-orang belum tahu kebenarannya"
"Begitu banyak hilang pada tahun 1965, tanpa pengadilan atau bukti-bukti keterlibatan dengan kasus 65," kata Migelina. Seluruh keluarganya dipenjara pada tahun 1965 - ia kehilangan orang tuanya dan kakaknya. Meski tragedi sudah berlalu berakhir, tetapi ia tetap mendoakan. Migelina percaya bahwa Tuhan memberinya kehidupan lebih panjang, untuk bisa mengetahui apa yang terjadi dengan keluarganya.
Foto: Anne-Cecile Esteve
7 foto1 | 7
"Skala tinggi dan menakutkan"
Jurubicara isu perempuan dari Partai Hijau, Ulle Shauws mengatakan, "kekerasan terhadap perempuan tetap terjadi dalam skala yang tinggi dan menakutkan". Pakar dalam negeri Partai Hijau Irene Mihalic menunjuk pada tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dalam statistik resmi kepolisian Jerman.
Kedua politisi perempuan juga menekankan pentingnya memperluas jaringan kantor pertolongan pertama dan konseling bagi perempuan korban kekerasan. Statistik kejahatan juga perlu secara khusus memasukkan kategori kekerasan baru, yaitu "kekerasan dalam hubungan pasangan".
Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan 25 November sebagai Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan pada tahun 1999. Pada tahun 2011, Dewan Eropa menetapkan "Konvensi Istanbul untuk perlindungan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan rumah tangga". Konvensi Istanbul sejak itu telah diratifikasi oleh banyak negara di Eropa.