#DWNesia hadir pekan ini dengan tema peringatan hari buku nasional dan pemberangusan kebebasan berekspresi berkaitan dengan peristiwa 1965.
Iklan
Tiap 17 Mei diperingati sebagai hari buku nasional. Tanggal itu dipilih untuk bertepatan dengan didirikannya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Jakarta pada tanggal 17 Mei 1980. Tanggal tersebut dapat menjadi refleksi, seberapa besar perkembangan dunia literasi di tanah air.
Survei World Most Literate Nations menunjukkan minat baca di Indonesia masuk ke peringkat nomor dua paling buncit dari 61 negara. Sedikitnya minat baca di Indoensia itupun diakui oleh menteri pendidikan dan kebudayaan, Anies Baswedan yang mengutip data UNESCO dimana, persentase minat baca Indonesia hanya 0,01 persen.
Wajah Indonesia di Pameran Buku Frankfurt 2015
Tahun ini Indonesia menjadi tamu kehormatan di Frankfurt Book Fair. 70 penulis Indonesia akan diboyong ke ajang tersebut. Termasuk diantaranya, Laksmi Pamuntjak dan Leila S. Chudori.
Foto: National Committee Indonesia (Pulau Imaji)
Laksmi Pamuntjak
Ada fase dalam sejarah Indonesia, di mana warna ‘merah’ identik dengan komunis, dianggap sesat dan harus diberantas. Laksmi Pamuntjak lahir tahun 1971, saat stigma komunisme masih kuat.
Foto: DW/L. Pamuntjak
Goenawan Mohamad
Tahun ini adalah tahun sibuk buat Goenawan Mohamad. Di tengah aktivitasnya mempersiapkan Indonesia jelang Pameran Buku Frankfurt, ia sempat bercerita tentang sihir sebuah esai dan pergulatannya menulis Catatan Pinggir.
Foto: National Committee Indonesia (Pulau Imaji)
Seno Gumira Ajidarma
Seno Gumira Ajidarma punya nama beken sebagai pendekar kata-kata atau pendekar cerita pendek. Kependekaran Seno terlihat dari kemampuannya melompat dari satu genre ke genre berikutnya.
Foto: National Committee Indonesia (Pulau Imaji)
Ayu Utami
Ayu Utami bukan hanya terkenal karena novelnya yang mendobrak tabu masalah seks. Ia juga selalu mempertanyakan tema agama secara kritis.
Foto: National Committee Indonesia (Pulau Imaji)
Taufiq Ismail
Kanon Sastra Indonesia menggolongkan Taifiq Ismail ke dalam angkatan 66, yang lahir di saat turbulensi politik di tahun itu, yang berujung pada tumbangnya rezim Sukarno dan naiknya rezim Soeharto.
Foto: National Committee Indonesia (Pulau Imaji)
Nirwan Dewanto
Nirwan Dewanto menulis puisi dalam sunyi untuk mengeksplorasi kekayaan kata-kata dalam bahasa. Tapi karirnya dalam film membuatnya harus tampil di depan publik dan keramaian.
Foto: National Committee Indonesia (Pulau Imaji)
Helvy Tiana Rosa
Penulis perempuan ini telah menghasilkan 50 buku. Mulai dari cerita pendek, novel, tinjauan sastra, dan naskah drama teater. Ia ingin berbakti pada Indonesia secara Islami dan mengekspresikannya dalam bentuk sastra.
Foto: National Committee Indonesia (Pulau Imaji)
Leila S. Chudori
Bermula dari fiksi anak dan remaja, Leila S. Chudori merambah dunia jurnalisme tanpa melupakan dunia fiksi. Karya-karya berikutnya mendalami sisi gelap politik dan tidak enggan mengupas tabu di masyarakat tradisional.
Foto: GIGABYTE
Linda Christanty
Penulis fiksi dan jurnalis. Demikian gelar yang disandang Linda Christanty. Karya-karyanya dikenal mengupas secara tajam realita sosial dan politik di Indonesia.
Foto: GIGABYTE
Franz Magnis-Suseno
Di Indonesia dia membumi. Sejak 1961 Franz Magnis Suseno tidak cuma menyelami kebudayaan Jawa, melainkan ikut mempengaruhi tradisi intelektual nusantara yang baru seumur jagung.
Foto: National Committee Indonesia (Pulau Imaji)
A.S. Laksana
A.S.Laksana adalah penulis lain yang turut meramaikan kahazanah sastra Indonesia. Kecintaannya pada cerita dan narasi nyaris tak mengenal batas. Sulak, begitu ia dipanggil, juga gemar berbagi ilmu cara bercerita.
Foto: National Committee Indonesia (Pulau Imaji)
Sapardi Djoko Damono
Seorang pujangga senior Indonesia berkarya lewat puisi dengan kata-kata yang sederhana dan lembut. Dia adalah Sapardi Djoko Damono, salah satu penyair paling produktif yang ada di tanah air.
Foto: National Committee Indonesia (Pulau Imaji)
12 foto1 | 12
Terbitan buku Indonesiapun masih kalah jauh dibanding negara-negara Asia lainnya seperti India dan Jepang. Data IKAPI menyebutkan, tahun 2014, jumlah buku yang terbit hanya 30 ribu buku, Jumlah tersebut tergolongs sedikit, mengingat populasi Indonesia mencapai sekitar 250 juta jiwa. Sementara jumlah penerbit buku pun yang aktif tidak sampai 1000.
Terpilihnya Indonesia sebagai tamu kehormatan pameran buku internasional Frankfurt Book Fair, memberikan semangat baru akan pntingnya pengembangan dunia literasi. Sejauh ini baru sekitar 200-an judul buku yang diterjemahkan ke bahasa asing. Dengan semakin seringnya Indonesia berpartisipasi di pameran-pameran buku internasional diharapkan buku Indoensia bisa mulai mendunia.
Sebagai tamu kehormatan, Indonesia menyihir publik Jerman di pameran buku terbesar sejagad, Frankfurt Book Fair 2015. Selain karya sastra, tuan rumah juga disuguhi musik, desain dan kuliner dari tanah air.
Foto: DW/R. Nugraha
Rasa, Bahasa dan Telinga
Untuk pertamakalinya publik Jerman bisa mencicipi Indonesia secara intim, yakni lewat Frankfurt Book Fair. Untuk itu komite nasional menyiapkan lebih dari 300 acara dan sebuah paviliun yang menyapa panca indera pengunjung yang ada.
Foto: DW/R. Nugraha
Suasana Mistis di Pavilun
Paviliun Indonesia yang diracik Muhammad Thamrin mengusung desain beraroma mistis, dengan lampu temaram kebiruan yang membuat setiap pengunjung seakan figur yang terbuat dari bayangan dan siluet, layaknya wayang Jawa.
Foto: DW/R. Nugraha
Membau Indonesia
Thamrin berupaya menghadirkan pengalaman unik buat pengunjung Jerman. Selain memanjakan mata dan telinga, publik juga disajikan aroma bumbu dan rempah khas Indonesia. Untuk itu panitia membawa ekstra 400 kilogramm bumbu dari tanah air.
Foto: DW/R. Nugraha
Pulau Budaya di Lautan Kata-kata
Ketika mendapat tanggungjawab mendesain paviliun, Muhammad Thamrin diberi tugas menghadirkan laut dan kepulauan Indonesia dalam desainnya. Setelah berpikir lama, ia akhirnya mendesain lautan lampion bertuliskan puisi dan kutipan prosa dengan tujuh pulau yang dibedakan sesuai jenisnya, seperti Island of Tales yang menyajikan dongeng anak, atau island of images yang dihias dengan gambar-gambar komik
Foto: DW/R. Nugraha
Dendang Tsunami
Salah satu yang paling mengejutkan publik Jerman adalah penampilan grup musik Aceh, Rafly Kande. Hentakan rebana, gitar akustik dan alunan serunai Kalee yang dipadu dengan suara Rafly yang dinamis dan emosional menjadi pengalaman spesial buat pengunjung. Kekaguman penonton meledak ketika Rafly menjelaskan isi lagu yang berkisah tentang hutan gunung leuser, Tsunami dan semangat hidup.
Foto: DW/R. Nugraha
Merdu Puisi Sapardi
Penampilan lain yang tidak kalah menarik adalah musikalisasi puisi Sapardi Djoko Damono oleh Reda Gaudiamo dan Ari Malibu. Merdu suara kedua musisi merangkai bait-bait sederhana puisi Sapardi dalam lagu yang ringan dan menyentuh. Ini pun bisa dikatakan pengalaman baru buat publik Jerman yang hadir.
Foto: DW/R. Nugraha
Indonesia Lewat Imajinasi Jompet
Seniman Indonesia Jompet Kuswidananto turut menghadirkan karyanya dengan judul "Power Unit" yang dipajang di galeri seni Kunstverein, Frankfurt. Instalasinya itu mengingatkan akan aksi demonstrasi yang ramai dan meriah jelang pemilihan umum.
Foto: DW/R. Nugraha
Eko Menggugat
Seniman lain yang turut hadir adalah Eko Nugroho. Karyanya terkesan banal dengan gaya yang mirip sebuah oret-oretan grafiti. Tapi warna-warni dan pesan pada setiap karya seniman asal Yogyakarta ini membuktikan sebaliknya.
Foto: DW/R. Nugraha
"Bukan Politik, Tapi Takdir"
Salah satu gambar Eko berjudul "Bukan Politik, tapi Takdir," yang menyoal pengungsi. Pesan yang disampaikan Eko bahwa "setiap orang bermigrasi" sangat mengena dengan problematika kekinian yang dihadapi publik Jerman.
Foto: DW/R. Nugraha
9 foto1 | 9
Di kota-kota besar, keprihatinan dalam dunia literasi malah amat terasa dengan banyaknya pemberangusan buku dan acara sastra. Pemberangusan buku yang dilakukan justru oleh aparat pemerintah, pelarangan dan teror terhadap acara sastra—yang notabene erat kaitannya dengan dunia perbukuan—di berbagai kota di Indonesia ini menjadi kritikan tajam Anton Kurnia dalam opininya: Pramoedya, Srigala Jahat, dan Pemberangusan Buku.
Pemberangusan buku menjadi salah satu hal menakutkan dalam pengembangan dunia ilmu pengetahuan. Dapat dikatakan, pemberangusan buku menjadi tindakan barbar dalam demokrasi yang mendukung kebebasan berekspresi. Apalagi jika sampai menutupi sejarah sebuah bangsa.
Demikian topik #DWNesia pekan ini. Kami tunggu tanggapan Anda di Facebook DW Indonesia dan twitter @dw_indonesia. Seperti biasa, sertakan tagar #DWNesia dalam mengajukan pendapatmu.
Salam #DWNesia
Ketika Budaya Indonesia Merambah Jerman: FBF 2015
Indonesia diundang menjadi Tamu Kehormatan di Frankfurt Book Fair 2015, mengambil alih status itu dari Finlandia (2014).
Foto: Yayat Supriyatno
Indonesia Jadi Tamu Kehormatan
Oktober 2014, pada penutupan Frankfurt Book Fair, Guest of Honour (Tamu Kehormatan) Finlandia secara resmi menyerahkan status itu kepada delegasi Indonesia.
Foto: Frankfurter Buchmesse/A. Heimann
Gulungan Guest of Honour
Dengan menerima gulungan Guest of Honour, dimulailah kerja keras satu tahun mempersiapkan penampilan prima di Pameran Buku Frankfurt 2015.
Foto: Frankfurter Buchmesse/A. Heimann
Ketua Komite Nasional Indonesia: Slamet Rahardjo dan Goenawan Mohamad
Dua tokoh budaya Indonesia terpilih memimpin Komite Nasional Guest of Honour FBF 2015: Sutradara, aktor dan pemeran panggung kawakan Slamet Rahardjo, dan budayawan kondang Goenawan Mohamad.
Foto: DW/H. Pasuhuk
Pameran Buku Leipzig, 12 - 15 Maret 2015
Penampilan pertama Indonesia di Jerman dimulai dari Pameran Buku Leipzig, 12 sampai 15 Maretb 2015. Indonesia memboyong banyak penulis dan buku-buku ke ajang ini. Sekitar 2000 penerbit dari 42 negara tampil di Leipzig.
Foto: picture-alliance/dpa/H. Schmidt
Laksmi Pamuntjak dan Amba (Alle Farben Rot)
Salah satu penulis perempuan Indonesia, Laksmi Pamuntjak, digaet penerbut besar Jerman Ullstein Verlag. Penerbit itu langsung melakukan promosi gencar buku Amba, yang diterbitkan dengan titel Jerman "Alle Farben Rot". Dalam foto acara pembacaan dan diskusi buku, bersama artis Jerman Milena Karas.
Foto: DW/H. Pasuhuk
Sukses menembus pasar buku Jerman
Alle Farben Rot yang terbit di Ullstein Verlag segera menduduki peringkat atas untuk buku-buku dari penulis non-Eropa, dan menjadi satu buku dengan angka penjualan tertinggi di Jerman.
Foto: DW/H. Pasuhuk
Kunjungan 17 Jurnalis Jerman ke Indonesia
Panitia FBF di Frankfurt, bekerjasama dengan Komite Nasional di Indonesia, menyelenggarakan program kunjungan wartawan Jerman dari media online. cetak dan elektronik ke Jakarta dan Makassar, awal Juni 2015. Semua media terkemuka Jerman ikut dalam delegasi ini.
Foto: DW/H. Pasuhuk
Terjebak Macet di Jakarta
Hari pertama kunjungan ke Indonesia, bis para wartawan Jerman terjebak macet di Jakarta. Tapi mereka kagum dengan ketenangan sopir bis, yang menurut mereka seharusnya sudah menderita sakit jantung menghadapi lalu lintas yang serba kacau.
Foto: DW/H. Pasuhuk
Diundang ke Istana bertemu Presiden Jokowi
Tanggal 3 Juni 2015, sehari sebelum bertolak ke Makassar International Writers Festival, para wartawan diundang Presiden Joko Widodo ke Istana Kepresidenan.
Foto: Yayat Supriyatno
Mendikbud Anies Baswedan membuka FBF 2015
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mendapat kehormatan membuka Frankfurt Book Fair 2015 dan berpidato tanggal 13 Oktober 2015 di hadapan ribuan tamu undangan.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Dedert
Pavilyun Indonesia mengundang decak kagum pengunjung
Penampilan Pavilyun Indonesia menjadi salah satu atraksi utama Pameran Buku Frankfurt. Panitia FBF memuji Indonesia dengan menyatakan, inilah penampilan negara Guest of Honour yang terbaik selama 10 tahun terakhir. Artinya, Indonesia masih lebih baik daripada Cina, Brasil dan Turki.
Foto: DW/R. Nugraha
Ajang Pameran Buku terbesar dunia
Frankfurt Book Fair adalah ajang Pameran Buku terbesar dunia yang diselenggarakan setiap tahun. Sebagai Tamu Kehormatan, Indonesia memboyong sekitar 300 penulis, budayawan dan pelaku seni pertunjukkan untuk mengisi lebih dari 400 agenda acara yang digelar di berbagai kota di Jerman.
Foto: DW/R. Nugraha
Belasan seniman tampil di Frankfurter Kunstverein
Belasan seniman lukis, grafis dan seni rupa menggelar pameran di lokasi bergengsi Frankfurter Kunstverein dan di berbagai museum lain di Frankfurt. Film Indonesia diputar setiap malam di Deutsches Filmmuseum, Frankfurt. Sebelum pemutaran film, ada sesi diskusi dengan para sutradara yang khusus datang ke Jerman untuk acara ini.
Foto: DW/R. Nugraha
Pertunjukan Seni dan Musik
Berbagai pertunjukan tari dan musik digelar di arena FBF 2015. Ada juga pameran kuliner Indonesia dan peragaan memasak yang menyedot perhatian banyak pengunjung.
Foto: DW/R. Nugraha
Seni Instalansi Bambu di Frankfurter Kunstverein
Di sekitar gedung Frankfurter Kunstverein di pusat kota Frankfurt, dipasang instalasi bambu raksasa dari Indonesia, yang segera menjadi sorotan media dalam dan luar negeri.