Hari Minggu Jadi "Hari Penentuan" Brexit Akan Hard atau Soft
11 Desember 2020
Pembicaraan terakhir antara Inggris dan UE gagal menemukan kesepakatan. Hari Minggu (13/12), kedua pihak akan melanjutkan konsultasi, yang tampaknya jadi kesempatan terakhir menentukan nasib Brexit.
Iklan
Setelah gagalnya konsultasi tingkat tinggi soal prosedur Brexit antara pimpinan Uni Eropa Ursula von der Leyen dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, yang khusus datang langsung ke Brussels Rabu lalu (9/12), semua pandangan kini diarahkan pada konsultasi lanjutan hari Minggu (13/12).
Namun belakangan para pejabat dari kedua belah pihak meragukan, kesepakatan akan masih bisa dicapai. Boris Johnson menerangkan, yang sangat mungkin terjadi adalah "Hard Brexit", yaitu proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa kesepakatan. Sedangkan Ursula von der Leyen juga menyatakan bahwa pembicarannya "sangat, sangat sulit".
Inggris menuntut Uni Eropa untuk membuat "konsesi yang signifikan" demi memecahkan kebuntuan perundingan Brexit, yang sudah berlangsung selama lima tahun tanpa penyelesaian perjanjian perdagangan yang bisa menyenangkan kedua pihak.
"Negosiasi memang masih berlangsung, tetapi akhir dari transisi sudah dekat," kata Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen dan menambahkan: "Tidak ada jaminan bahwa kalaupun kemudian kesepakatan ditemukan, itu dapat diberlakukan tepat waktu."
Uni Eropa menuntut agar Inggris tetap menaati standar perburuhan, sosial dan lingkungan Uni Eropa, jika ingin punya perjanjian perdagangan dengan blok itu. Namun Inggris menolak tuntutan tersebut. Selain itu, masih juga belum ada kesepakaran tentang hak menangkap ikan di perairan Inggris bagi kapal nelayan dari Uni Eropa.
Bersiap menghadapi Hard Brexit
Inggris secara resmi akan meninggalkan Uni Eropa 1 Januari 2021, dan akan dikeluarkan dari pasar tunggal Eropa dan serikat pabean, yang membebaskan anggota Uni Eropa dan bea dan pajak dalam lalu lintas perdagangan di kawasan itu.
Iklan
Selama ini berlaku ketetapan "masa transisi", yang berarti Inggris masih dianggap anggota Uni Eropa, sekalipun secara resmi sudah menarik diri dari semua institusi Uni Eropa, termasuk dari Parlemen Eropa.
Masih belum jelas, apa yang akan terjadi pada tanggal 1 Januari 2021, misalnya dalam layanan penerbangan. Karena keluarnya Inggris dari Uni Eropa berarti maskapai penerbangan dari negara itu tidak memiliki izin lagi mendarat di Uni Eropa, kecuali mereka mengajukan permohonan izin khusus yang kemudian disetujui.
Brexit: Tarik Ulur Politik Inggris Keluar Dari Uni Eropa
Inggris kejutkan dunia dengan hasil referendum 23 Juni 2016 yang sepakat keluar dari Uni Eropa. Mulailah rentang waktu penuh kisruh, tarik uluk dan adu kekuatan politik di Eropa terkait Brexit.
Foto: picture-alliance/empics/Y. Mok
Juni 2016: Kehendak Rakyat Inggris
Hasil referendum yang diumumkan 24 Juni 2016, hampir 52 persen dari pemilih setuju, Inggris keluar dari Uni Eropa. Perdana Menteri Inggris saat itu, David Cameron dari partai konservatif menerima "kehendak rakyat Inggris, dan mengundurkan diri sehari setelah referendum..
Foto: picture-alliance/dpa/A. Rain
Juli 2016: Brexit berarti Brexit
Mantan Menteri Dalam Negeri, Theresa May gantikan posisi Cameron sebagai Perdana Menteri pada 11 Juli. Ia menjanjikan´Brexit berarti Brexit´. Sebelumnya, May diam-diam dukung kampanye Inggris tetap di Uni Eropa. Dia tidak secara jelas mengatakan kapan akan memulai pembicaraan diberlakukannya Pasal 50 Perjanjian Uni Eropa terkait masa dua tahun sebelum Inggris resmi keluar Uni Eropa.
Foto: Reuters/D. Lipinski
Maret 2017: Kami siap Berpisah
May tandatangani nota diplomatik untuk memulai Pasal 50, 29 Maret. Beberapa jam kemudian, Duta Besar Inggris untuk UE, Tim Barrow serahkan nota itu kepada Presiden Dewan Eropal, Donald Tusk. Inggris dijadwalkan keluar dari Uni Eropa 29 Maret 2019. Tusk merespon nota itu dengan komentar: “Kami sudah siap berpisah. Terima kasih dan selamat tinggal”.
Foto: picture alliance / Photoshot
Juni 2017: Perundingan Dimulai
Menteri Brexit, David Davis dan ketua jururunding UE, Michel Barnier memulai perundingan di Brussel pada 19 Juni. Perundingan pertama diakhiri dengan kesepakatan Inggris akan mematuhi aturan UE terkait sisa negosiasi. Tahap pertama membahas persyaratan keluarnya Inggris dan tahap kedua membahas hubungan UE dan Inggris pasca-Brexit.
Foto: picture alliance/ZUMAPRESS.com/W. Daboski
Juli – Oktober 2017: Uang, Hak-hak dan Irlandia
Tahap kedua perundingan dimulai dengan berfoto bersama tim Inggris yang terlihat tak siap. Perundingan gagal raih kemajuan terkait tiga masalah pasca-Brexit: Berapa banyak yang masih harus dibayar Inggris ke anggaran UE, bagaimana dengan hak warga negara UE dan Inggris dan apakah Inggris tetap dapat membuka perbatasan antara Irlandia dan Irlandia Utara.
Foto: Getty Images/T.Charlier
November 2017: May Tunjukkan Kemajuan?
Kemajuan baru terlihat setelah putaran perundingan ke-6 di awal November. Inggris setuju untuk membayar 57 miliar Euro atau sekitar Rp 900 triliun sebagai “biaya perceraian”. Awalnya May hanya mau membayar 20 juta, padahal UE telah menghitung biayanya sebesar 60 juta Euro. Laporan konsensi Inggris ini memicu kemarahan di kalangan politikus dan media pro-Brexit.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Hoppe
Desember 2017: Maju ke fase ke-2
Para pimpinan dari 27 anggota UE secara resmi menyetujui “kemajuan yang cukup” itu untuk diteruskan ke fase kedua: transisi periode pasca-Brexit dan masa depan hubungan perdagangan UE-Inggris. Perdana Menteri Theresa May mengungkapkan kegembiraannya atas keputusan ini, sebaliknya Presiden Dewan Eropa, Tusk memperingatkan bahwa perindingan putaran kedua akan “sangat sulit.
Foto: picture-alliance/AP Photo/dpa/O. Matthys
September 2018: Tidak ada ceri untuk Inggris
Proposal May tidak berjalan mulus. Pada pertemuan puncak di Salzburg akhir September, para pimpinan UE sampaikan kepada May bahwa proposalnya tidak dapat diterima. Presiden Dewan Eropa,Tusk menyindir May lewat Instagram dengan postingan foto mereka yang sedang melihat sepotong kue: “Sepotong kue barangkali? Maaf, tidak ada ceri”. Ini sindiran bahwa Inggris cuma mau keuntungan sepihak dari Eropa.
Foto: Reuters/P. Nicholls
November 2018: Kemajuan di Brussel
Para pimpinan UE dukung draft kesepakatan perceraian serta deklarasi politis soal hubungan pasca-Brexit setebal 585 halaman. Draft ini dikecam habis anggota parlemen yang pro maupun kontra Brexit dalam perdebatan di Parlemen Inggris beberapa minggu sebelumnya. Menteri Brexit, Dominic Raab bersama dengan beberapa menteri mencoba memicu mosi tidak percaya di bulai Mei.
Foto: Getty Images/AFP/E. Dunand
Desember 2019: May Lolos Dari Mosi Tidak Percaya
Menghadapi oposisi yang sulit, May menunda pemungutan suara di parlemen pada 10 Desember. Besoknya ia bertemu Kanselir Jerman, Angela Merkel untuk mencari kepercayaan diri dalam meyakinkan para anggota parlemen yang skeptis kembali ke kesepakatan. Sementara ia pergi, anggota parlemen dari Partai Konservatif ajukan mosi tidak percaya. May menang mosi kepercayaan di hari berikutnya.
Foto: Getty Images/S. Gallup
Januari 2019: Kesepakatan ditolak
Kesepakatan Brexit May, ditolak Parlemen Inggris dengan 432 suara dan hanya 202 suara mendukungnya. Sebagai respon hasil tersebut, Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk sarankan agar Inggris tetap bertahan di Uni Eropa. Partai Buruh Inggris menyerukanmosi tidak percaya terhadap Perdana Menteri. Ini adalah tantangan berat dalam kepemimpinan kedua May dalam bulan-bulan terakhir.
Foto: Reuters
11 foto1 | 11
Lalu lintas manusia dan barang antara Uni Eropa dan Inggris juga akan terhenti sama sekali, karena warga Uni Eropa sejak 1 Januari 2021 harus memiliki visa untuk bisa berkunjung ke Inggris, dan sebaliknya warga Inggris perlu visa ke Uni Eropa. Bagaimana cara mendapatkan visa itu hingga saat ini belum diatur.
Yang sudah disepakati adalah, bahwa warga Inggris yang tinggal dan bekerja di Uni Eropa, dan sebaliknya warga Uni Eropa yang sudah tinggal dan bekerja di Inggris, akan mendapat perpanjangan izin selama enam bulan untuk memberikan mereka kesempatan mengurus izin tinggal maupun izin kerja baru, yang sebelumnya tidak dibutuhkan sama sekali.