1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hari Peringatan Holocaust Sedunia

27 Januari 2006

Untuk pertama kalinya, dunia memperingati Hari Holocaust, 27 Januari. Upaya untuk menangkal kemungkinan terulangnya kekekejian serupa terhadap siapapun.

Anak-anak sebelum dieksekusi di kamp Auschwitz
Anak-anak sebelum dieksekusi di kamp AuschwitzFoto: dpa

"Kita mesti menolak klaim palsu mereka. Siapapun yang mengatakannya, di manapun, dan kapanpun".

Tegas sekali kata-kata Kofi Annan, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa . Ia mengatakan hal itu dalam pidatonya di Wina untuk menandai peringatan Hari Holocaust, yang berlangsung Jumat 27 Januari ini.

Kofi Annan jelas mengarahkan kata-katanya kepada Presiden Iran Mahmud Ahmedinejad, yang secara terbuka mengatakan pembantaian umat Yahudi oleh rezim Nazi Hitler sebagai dongengan yang dikarang pihak Barat. Tudingan Ahmadenejad memang merupakan sebuah ironi besar bagi Peringatan Hari Holocaust sedunia yang pertama kali ini.

Tanggal 27 Januari ditetapkan sebagai Hari Peringatan Holocaust, oleh Majelis Umum PBB, bulan Nopember tahun lalu. Sebelumnya, di berbagai negara, peringatan Holocaust sudah diselenggarakan secara nasional. Tanggal itu diambil dari hari pembebasan kamp konsentrasi Auschwitz oleh tentara sekutu pada 27 Januari 1945. Auschwitz adalah kamp konsentrasi paling besar yang dibangun Nazi Hitler untuk secara sistematis membunuh orang-orang Yahudi, Gipsi, dan kaum lain yang dianggap menodai kemurnian dan keunggulan ras Aria. Paling sedikit 6 juta warga Yahudi, seperempatnya anak-anak, tewas di kamar-kamar gas, ditembak, digantung, kelaparan atau dijadikan percobaan biologi.

Diktator Adolf Hitler melakukan kampanye pembantaian etnis itu dengan doktrin bahwa Jermanlah yang paling digjaya di muka bumi, 'Deutschland Uber Alles'. Selain membunuh rakyat sipil Yahudi, ia juga menyerang hampir seluruh Eropa, mengakibatkan pecahnya Perang Dunia ke II. Celakanya, waktu itu sebagian rakyat Jerman terbius oleh gelora pidato Hitler dan mendukungnya. Tapi sekian lama sesudah Perang Dunia II berakhir, isu holocaust tak banyak dibicarakan secara terbuka di Jerman. Wolfgang Benz Ketua Pusat Studi Anti Semitisme Jerman menggambarkan:

"Dulu banyak orang Jerman tak mau membicarakan hal itu, karena merasa malu, karena merasa bersalah. Sehingga mereka tak mau mendiskusikannya secara terbuka. Tapi setidaknya mereka tak mengingkarinya."

Sesudah pemutaran sebuah seri TV tentang Holocaust di televisi di tahun 70-an, keguncangan terjadi. Holocaust menjadi pembicaraan terbuka. Masyarakat Jerman yang asalnya mengetahui Holocaust cuma sebagai fakta di atas kertas, mulai mengetahuinya sebagai sebuah tragedi yang melibatkan nyawa dan nasib orang. Yang asalnya cuma kenyataan faktual, kini jadi kenyataan yang juga melibatkan emosi, perasaan. Dan kemudian menjadi bagian pelajaran sekolah. Ulrich Doverman, juga dari Pusat Studi Anti Semitisme, menggambarkan:

"Sejarah Holocaust sudah menjadi bagian mata pelajaran di sekolah dan itu tidak hanya disampaikan dalam perlajaran politik, tapi juga dalam sastra agama, politik dan filsafat."

Tetapi tak semua berada dalam tekad itu. Para penguasa Eropa Tumur di rezim komunis dulu, memperlakukan Holocaust secara berbeda. Termasuk di Jerman Timur sebelum penyatuan. Lagi-lagi masalahnya adalah politik.

Yang juga sinis dan meremehkan tragedi hitam itu adalah kaum fanatik kulit putih yang kemudian bangkit kecil-kecilan dalam wujud kelompok Neo Nazi, Neo Fasis, Skin Head dan lain-lain. Mereka umumnya pengangguran miskin dan kurang pendidikan. Tapi ada juga ideolog-ideolognya yang tergolong kaum berpendidikan. Misalnya David Irving, seorang sejarawan Inggris yang seperti Presiden Iran Ahmedinejad, mengingkari adanya Holocaust. Namun David Irving harus berhadapan dengan hukum. Ia ditahan di Austria, karena dalam hukum Austria, perbuatan mengingkari fakta Holocaus adalah kejahatan yang diancam penjara. Begitupun di Jerman. Ulrich Dovermann menjelaskan soal ini.

Dovermann: "Hukuman ini ditujukan pada penghasut, yang menuduh bahwa rakyat Jerman dimanfaatkan orang Yahudi, karena itu orang Yahudi menciptakan mitos holocaust. Sama juga dengan mengatakan semua orang asing mesti ditendang keluar Jerman, atau bahwa diskusi mengenai holocaust ini harus dihentikan. Orang seperti itu harus dihukum karena secara sadar menghasut rakyat, mencemari kenangan atas para korban yang terbunuh dan menghina sesama warga."

Hari Peringatan Holocaust sedunia memang diberangkatkan dari peristiwa yang menandai pembantaian umat Yahudi. Namun tujuannya mencegah agar pembantaian serupa tak terjadi lagi di manapun, terhadap siapapun. Karenan nyatanya orang sering tak mengambil pelajaran dari sejarah gelap itu. Banyak contohnya: pembantaian etnis Tutsi di Rwanda dan Burundi, pembantaian rakyat Kamboja oleh rezim komunis Pol Pot, penindasan terhadap suku Kurdi di berbagai negara. Seperti dikatakan Koffi Anan: "Mari bertekad untuk melipatgandakan upaya mencegah genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan."