Masjid Besar di kota Koln ramai dikunjungi warga Jerman dalam rangka Hari Pintu Terbuka Masjid di Jerman, yang digelar 3 Oktober setiap tahun. Acara ini dilakukan di Jerman sejak 1997.
Iklan
"Jika tidak sekarang lalu kapan?" pikir Dana dan Julia. Kedua perempuan muda ini datang dari kota Olpe ke Köln, khusus untuk berkunjung ke masjid besar yang baru saja menjadi kepala berita di media-media Jerman dan internasional, karena diresmikan secara oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan hari Sabtu lalu (30/9).
Banyak warga Jerman yang datang ke masjid untuk mengenal bangunan itu dari dalam dan berdiskusi dengan para pengurus masjid dan umat Islam di Köln.
Dana, Julia, dan para pengunjung lain duduk di karpet biru lembut di ruang besar di masjid, mendengarkan kata sambutan dan keterangan para pembicara. Suasananya santai dan damai. Banyak pengunjung sibuk mengambil foto, menengadah dan mengagumi kubah transparan setinggi 35 meter. Cahaya masuk ke ruangan menerangi kaligrafi emas di dinding. Di antara para tamu ada juga banyak wartawan yang datang meliput.
"Hari Pintu Terbuka Masjid" telah berlangsung setiap tahun di Jerman sejak 1997. Tahun ini, ada sekitar 900 masjid yang berpartisipasi membuka pintu bagi pengunjung. Masjid Besar di Köln adalah rumah ibadah terbesar umat Islam di Eropa, di luar Turki. Ruang ibadah dapat menampung sampai1.200 jamaah. Masjid di Köln ini selesai dibangun sembilan tahun lalu. Dibangun oleh Persatuan Islam Turki untuk Urusan Agama DITIB.
Kesempatan berdialog
Menteri integrasi negara Bagian Nordrhein-Westfalen (NRW) Joachim Stamp dalam sambutannya mengatakan, dia ingin masjid ini menjadi "simbol Islam di Jerman".
"Ini adalah kesempatan bagi orang Turki dan Jerman untuk merayakan bersama-sama," kata seorang pengunjung. Dia menambahkan, masjid ini mampu menjadi pengaruh yang kuat untuk integrasi seperti rumah-rumah ibadah lainnya: "Tetapi setiap orang harus berkontribusi," kata perempuan itu.
Bagi dia, adalah kewajiban bagi warga Jerman untuk datang ke sini dan menginformasikan diri mereka tentang kehidupan Islam dan tentang kegiatan masjid.
Masjid Köln, Masjid Terbesar di Jerman
Masjid yang dibangun tahun 2009 ini tercatat sebagai masjid terbesar dan termegah di Jerman. Sempat menuai kontroversi, masjid Köln kini dianggap sebagai simbol integrasi dan simbol lahirnya arsitektur masjid Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Becker
Masjid terbesar di Jerman
Masjid Pusat Köln (Zentralmoschee Köln) yang berukuran 4500 meter kuadrat ini mampu menampung 1200 jamaah. Inilah yang membuat Masjid Köln dianggap sebagai masjid terbesar di Jerman. Masjid yang dibangun oleh organisasi muslim Turki DiTiB ini dilengkapi perpustakaan, tempat kursus, ruang seminar, pusat olah raga, kantor serta pertokoan.
Foto: picture-alliance/dpa/O. Berg
Nuansa oritental yang modern
Layaknya Masjid Sultan Ahmed di Turki, masjid di Köln ini juga menghadirkan nuasana biru yang khas. Suasana modern terlihat lewat desain kaca-kaca yang menyatu di dinding. Kesan Islam yang modern juga tampak dari tulisan kaligrafi emas di masjid. Nama nabi penting di agama Yahudi dan Kristen turut ditoreh, diantaranya Abraham, Musa, Nuh dan Isa Almasih.
Foto: Picture alliance/dpa/M. Becker
Perjalanan panjang hingga tegak berdiri
20 tahun lamanya warga muslim Turki di Köln bermimpi mendirikan masjid yang mumpuni. Rencana ini baru mulai terealisasi tahun 2009, namun sempat tersendat tahun 2011 karena munculnya penolakan warga anti imigran. Jajak pendapat yang dilakukan surat kabar lokal mengungkap 63% warga sebenarnya mendukung pembangunan masjid, namun 27% diantaranya ingin ukuran masjid diperkecil.
Foto: picture-alliance/dpa
Tak lagi di pojok terpencil
Diperkirakan 4,7 juta umat Muslim, mayoritas berlatar belakang Turki, hidup di Jerman. Di Köln, kota berpenduduk sekitar 10 juta ini terdapat 70 masjid yang tersedia bagi sekitar 120 ribu umat Muslim. Biasanya masjid ini terletak di pojok terpencil. Namun berbeda halnya dengan Masjid Köln yang terletak di Ehrenfeld, sudut kota yang biasa dikenal sebagai salah satu pusat budaya di Köln.
Foto: Picture alliance/dpa/O. Berg
Donasi untuk Masjid
Biaya pembangunan masjid berkisar 30 juta Euro atau 450 miliar Rupiah. 2/3 diantaranya berasal dari sumbangan jamaah dan 884 organisasi Islam. Donasi juga datang dari Gereja Katolik St. Theodore yang khusus menggalang dana untuk membangun masjid ini.
Foto: picture alliance/dpa/Geisler
Paul Böhm, arsitek yang ciptakan integrasi
Paul Böhm adalah arsitek di balik Masjid Pusat Köln. Keluarga besarnya merupakan arsitek terkenal di Jerman. Ia dan ayahnya, Gottfired Böhm adalah ahli di bidang arsitekur gereja Katolik. Bagi dekan fakultas arsitektur TH Köln ini, Masjid Köln adalah karya terbaiknya sebab lewat karya arsitektur ini ia mampu menjawab tantangan integrasi di Jerman.
Foto: AP
Rumah ibadah yang transparan
"Terbuka" dan “terang“, secuil komentar yang mendeskripsikan masjid karya Paul Böhm itu. Bangunan masjid didesain transparan dengan menggunakan kaca yang menonjolkan pencahayaan natural. Namun, tak sekadar bentuk fisik, masjid ini juga membuka diri untuk dikunjungi warga yang berbeda agama. Tujuannya agar Masjid Köln dapat menjembatani komunikasi antar agama di Jerman.
Foto: Lichtblick Film GmbH/Raphael Beinder
Masjid "bergaya Jerman"
Masjid bermoto "Unsere Moschee für Kölle“ atau "Masjid Kita untuk Köln" ini dijuluki sebagai "Masjid Kölsch“, sebutan bagi dialek dan bir lokal. Desain masjid juga dianggap "sangat Jerman“ karena mampu menciptakan gebrakan di bidang arsitektur rumah ibadah yang .mengawinkan arsitektur masjid era Ottoman Turki dengan arsitektur bergaya romawi khas Eropa.
Foto: picture alliance / dpa
Menara yang menjulang di langit Cologne
Dua menara Masjid Köln sempat menjadi topik perdebatan karena dianggap akan merubah citra kota dan "membayang-bayangi" menara Katedral Köln. Gereja gotik tersebut diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia sehingga tata kota di sekitar katedral memang harus dijaga orisinalitasnya. Menara Masjid Köln dibangun setinggi 55 meter - atau 1/3 dari 157 meter ukuran puncak Katedral Köln.
Foto: picture alliance/dpa/H.Kaiser
Delapan syarat Masjid Köln
Kursus bahasa Jerman bagi jamaah menjadi satu dari delapan syarat berbasis integrasi yang diwajibkan agar Masjid Köln dapat dibangun. Para Imam juga harus mahir berbahasa Jerman, karena mereka dituntut untuk berkotbah dalam bahasa yang dimengerti semua pengunjung. Selain itu, persamaan perlakuan bagi perempuan dan laki-laki juga menjadi poin penting prasyarat tersebut.
Foto: picture-alliance/dpa
10 foto1 | 10
Mengenal suasana masjid
"Banyak orang yang datang karena ingin tahu," kata Cengiz Özen, seorang warga Muslim. Dia senang. "Sama seperti Muslim harus mengunjungi gereja-gereja, non-Muslim harus bisa datang ke masjid. Hari seperti ini membantu membongkar prasangka terhadap Muslim."
Hari Pintu Terbuka Masjid sengaja diadakan pada hari yang sama dengan perayaan reunifikasi Jerman, pada 3 Oktober. Tujuannya untuk menciptakan ruang untuk kontak antara Muslim dan non-Muslim. Masjid menawarkan tur di kompleks bangunan, mengajak orang menghadiri ceramah dan memungkinkan tamu berdialog dengan para pengurus masjid.
Ini adalah kesempatan bagi warga non-Muslim untuk masuk ke masjid dan melihat sendiri suasana di dalamnya, yang sebelumnya tidak mereka kenal. Banyak warga non-Muslim menggunakan kesempatan itu di Köln.
Melongok Mesjid di Ibukota Jerman
Lebih dari 80 mesjid berdiri di ibukota Jerman, Berlin. Baik klasik maupun modern, mesjid termasuk sejarah Berlin dan ikut membentuk wajah kota.
Foto: Max Zander
Mencontoh India
Di tengah-tengah daerah pemukiman di daerah Wilmersdorf di Berlin, berdiri mesjid tertua Jerman yang masih terawat. Mesjid Ahmadiyya dirancang arsitek Karl August Herrmann dan bergaya seperti Taj Mahal di India. Mesjid ini diresmikan 1928.
Foto: Max Zander
Mesjid dan Misinya
Walaupun kaligrafi yang hias dinding dalam bahasa Arab, sejak dibuka semua khotbah dan ceramah di mesjid itu disampaikan dalam bahasa Jerman. Dulunya, mesjid itu didirikan dengan tujuan menyebar agama Islam. 1934 di sini untuk pertama kalinya menikah sepasang warga Jerman yang pindah ke agama Islam. Sekarang, ruang-ruang mesjid ini terutama digunakan sebagai pusat informasi dan sembayang Jumat.
Foto: Max Zander
Dijaga Kelestariannya
Tanda-tanda bergulirnya waktu juga tampak di bagian dalam Mesjid Ahmadiyya. Perang Dunia II berhasil dilewati dengan kerusakan berat. Pasukan Sovyet menembaki bangunan itu, setelah tentara Jerman menjadikannya tempat melancarkan serangan. Dengan bantuan sekutu dan sokongan dana dari Lahore, mesjid itu direnovasi setelah perang. Sejak 1993 mesjid dinyatakan sebagai monumen sejarah yang dilindungi.
Foto: Max Zander
Gaya 'Bauhaus' dengan Menara Mesjid
Mesjid berikutnya milik gerakan Ahmadiyyah berada di bagian kota Berlin yang bernama Heinersdorf. Mesjid bernama Khadija ini dibangun berdasarkan konsep seni bangunan Barat dan Islam. Bentuk jelas arsitektur gaya 'Bauhaus' yang berasal dari tahun 1920-an dipadu dengan kubah yang khas dan menara setinggai 12,5 meter.
Foto: Max Zander
Mesjid Terbesar
Mesjid Sehitlik di daerah Neukölln mendefinisikan diri sebagai pusat kebudayaan dan mesjid. Mesjid terbesar di Berlin itu bisa menampung 1.500 orang. Mesjid ini juga jadi salah satu lokasi yang dikunjungi Presiden Jerman Joachim Gauck akhir 2012, ketika resmi memulai tugasnya di Berlin.
Foto: Max Zander
Kuburan Islam
Mesjid Sehitlik didirikan tahun 1980-an di samping kuburan Islam, Sehitlik dan terus diperbesar. Tahun 1866 Raja Prusia Wilhelm I menyerahkan tanah tersebut kepada warga Turki. Sekarang, di kuburan itu hanya dilaksanakan upacara penguburan. Jenazah kemudian dimakamkan di kuburan lain atau dibawa ke engara asalnya.
Foto: Max Zander
Tukar Menukar Kebudayaan
Jemaat Sehitlik membuka hubungan ke warga sekitar yang bukan pemeluk agama Islam. Di samping acara-acara yang menyangkut topik-topik Islam dan umum, di sini orang bisa melihat-lihat bangunan dan dipimpin pemandu wisata. Kelompok yang berkunjung mendapat informasi tentang mesjid dan penjelasan tentang dasar-dasar Islam.
Foto: Max Zander
Pusat Islam
Jika dilihat sepintas, tidak tampak seperti mesjid. Mesjid Umar Ibn Al Khattab di daerah Kreuzberg berdiri harmonis dengan rumah-rumah tempat tinggal. Mesjid ini jadi bagian Pusat Islam Maschari. Di sini ditempatkan ruang sembayang, berbagai toko, kafe dan biro perjalanan. Selain itu, tempat pertemuan jemaah yang dibuka 2008 itu juga memiliki sebuah madrasah.
Foto: Max Zander
Pemandian Ritual
Dinding dan langit-langit yang yang penuh ornamen membentuk tempat pemandian di tingkah bawah Pusat Kompleks Maschari. Umat melakukan pencucian dan mengambil air wudhu di sini, secara terpisah antara laki-laki dan perempuan.
Foto: Max Zander
Jemaah dari Berbagai Negara
Di ruang sembayang, di bawah lampu raksasa, ada tempat untuk sekitar 1.000 orang. Sebagian besar anggotanya memiliki akar Turki. Tetapi warga asal Arab, Bosnia dan Afrika juga berdatangan ke sini. Sembayang Jumat secara tradisional diadakan dalam bahasa Arab. Pada dua layar di dinding jemaah bisa mengikutinya dalam bahasa Jerman dan Turki.