1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Harteknas 2020: Pemerintah Dorong Inovasi Kecerdasan Buatan

10 Agustus 2020

Memperingati 25 tahun Hari kebangkitan Teknologi Nasional, pemerintah fokus mengembangkan kecerdasan buatan. Para peneliti dan inovator pun terus didorong untuk menciptakan inovasi demi tingkatkan daya saing negeri.

Simbol kecerdasan buatan
Ilustrasi gambar kecerdasan buatanFoto: picture-alliance/picturedesk/H. Ringhofer

Ingatkah Anda momen bersejarah dimana pesawat terbang N-250 Gatotkaca buatan putra-putri bangsa pertama kali lepas landas di langit Bandung pada 10 Agustus 1995 silam? Kala itu, pesawat terbang yang pembuatannya digagas oleh Presiden ke-3 RI BJ Habibie, jadi kado ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-50. Sejak saat itu, hari bersejarah pada tanggal 10 Agustus diperingati sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Harteknas).

Tahun ini jadi peringatan Harteknas yang ke-25, dicanangkan menjadi tonggak untuk mewujudkan kemandirian nasional serta mewujudkan inovasi sebagai solusi dalam menyelesaikan segala tantangan yang ada di Tanah Air.

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro, dalam acara peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke-25 mengatakan, saat ini pemerintah tengah fokus mengembangkan kecerdasan artifisial (AI) guna memenuhi arah kebijakan nasional yang betujuan agar Indonesia memiliki daya saing tinggi di tingkat global.

“Lima program priotitas dari kecerdasan artifisial Indonesia, pertama layanana kesehatan, kedua reformasi birokrasi, ketiga pendidikan dan riset, keempat ketahanan pangan, serta kelima mobilitas dan  kota cerdas,“ ujar Bambang dan konferensi virtual yang disiarkan YouTube Kemenristek/BRIN, Senin (10/08).

Teknologi atasi pandemi COVID-19

Bambang menyebut bahwa saat ini kecerdasan artifisial juga diaplikasikan dalam upaya mendeteksi virus COVID-19. Selain dengan kecerdasan artifisial, ia pun menyampaikan bahwa Kemenristek/BRIN lewat konsorsiumnya telah berhasil memproduksi lima jenis ventilator untuk penanganan pasien COVID-19.

Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro saat menyampaikan pidato di Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke-25, Senin (10/08).Foto: Ministry of Reseach and Technology Indonesia

Kelima ventilator yang diklaim telah memiliki izin edar ini, antara lain GERLIP HNFC 01 yang dikembangkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), BPPT3S-LEN dan DHARCOV-23S yang dikembangkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Vent-I yang dikembangkan Institut Teknologi Bandung dan Universitas Padjadjaran, dan COVEN-T20 yang dikembangkan Universitas Indonesia.

“Kami bekerja sama dengan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) mewadahi pemasaran atau hilirisasi dari  produk inovasi Indonesia yang telah lulus uji, kesiapterapan teknologi dan inovasi, telah diproduksi, mengantongi perizinan, serta siap edar,“ jelas Menristek.

Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ini juga menjelaskan sejumlah prioritas riset nasional di sektor teknologi, antara lain pembuatan katalis yang mengubah minyak sawit menjadi bahan bakar minyak (BBM), pembuatan pesawat udara nirawak PUNA MALE Black Eagle untuk menjaga kedaulatan NKRI, pembuatan garam industri sebagai upaya swasembada garam nasional, serta pembuatan pesawat angkut Amphibi N219 yang multifungsi.

Pesawat udara nirawak PUNA MALE Black Eagle di hanggar PT Dirgantara Indonesia, Bandung.Foto: Humas BPPT

Kalah dibandingkan negara tetangga

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Presiden Ma‘ruf Amin mengatakan momen Hari Kebangkitan Teknologi Nasional sangat penting untuk mendorong budaya ilmu pengetahuan teknologi dan inovasi dalam kehidupan sehari-hari, terutama di tengah krisis pandemi sekarang ini.

“Saat ini diperlukan inovasi-inovasi baru dalam bidang kesehatan, ekonomi, dan pendidikan,” tutur Ma’ruf.

Berdasarkan Data Global innovation Index (GII) 2019, Indonesia berada di peringkat 85 dari 129 negara di dunia. Bahkan di level ASEAN, peringkat inovasi Indonesia ada di posisi kedua terendah, di atas Kamboja. Sementara, jika dibandingkan dengan negara tetangga Vietnam, Indonesia memliki alokasi anggaran penelitian yang jauh lebih besar, tetapi berbanding terbalik dengan jumlah peneliti yang ada.

“Tapi jumlah sumber daya peneliti Indonesia hanya 89 orang/satu juta penduduk dibandingkan dengan Vietnam yang jumlah penelitinya 273/satu juta penduduk,” papar wapres berusia 77 tahun ini.

Ketua MUI periode 2015-2019 ini mengakui bahwa untuk menciptakan inovasi tidaklah mudah, banyak tahapan yang harus dilalui sebelum inovasi dapat dikomersilkan atau dipasarkan. Ia pun mendorong para peneliti dan inovator tetap fokus mengembangkan inovasinya dan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan.

“Saya berikan apresiasi kepada peneliti dan inovator yang telah berusaha dan terus berusaha dalam menghasilkan inovasi-inovasi baru. Bagi para peneliti dan inovator yang belum berhasil, jangan berhenti berinovasi dan terus berusaha. Saya sangat yakin suatu hari nanti (peneliti dan inovator) akan berhasil menemukan inovasi-inovasi baru yang bermanfaat bagi bangsa dan negara,” pungkas Ma’ruf.

rap/as