1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Perdagangan

Headset Augmented Reality buat Tentara AS dari Microsoft

1 April 2021

Headset berteknologi augmented reality dari Microsoft untuk tentara AS disebut bisa mendukung pengguna dalam pengambilan keputusan taktis. Nilai kontraknya mencapai lebih dari Rp 300 triliun.

Ilustrasi headset augmented reality buatan Microsoft
Ilustrasi headset augmented reality buatan MicrosoftFoto: Friso Gentsch/dpa/picture alliance

Raksasa teknologi asal Amerika Serikat, Microsoft, baru saja mengamankan kontrak menggiurkan untuk menyediakan headset berteknologi realitas berimbuh atau augmented reality (AR) bagi tentara AS. Kesepakatan dengan Pentagon ini nilai kontraknya diperkirakan mendekati 22 miliar dolar AS atau lebih dari 300 triliun rupiah.

Dalam posting di sebuah blog, Alex Kipman dari Microsoft mengatakan, headset tersebut akan membuat para tentara lebih aman dan efektif. Ia mengatakan alat ini juga dirancang untuk memberikan "kesadaran situasional yang ditingkatkan, memungkinkan (pengguna) berbagi informasi dan pengambilan keputusan dalam berbagai skenario."

Teknologi di balik headset ini didasarkan pada produk HoloLens buatan Microsoft dan didukung oleh layanan komputasi awan Azure.

Apa itu headset augmented reality?

Sejalan dengan perjanjian tersebut, Microsoft akan segera memulai produksi gawai yang disebut sebagai Integrated Visual Augmentation System (IVAS) atau Sistem Augmentasi Visual Terpadu. Headset ini akan diproduksi di AS.

Departemen Pertahanan AS dalam sebuah pernyataan menyebutkan, kesepakatan ini akan memungkinkan IVAS untuk dapat memberikan penglihatan malam generasi terbaru dan kemampuan kesadaran situasional. 

Headset ini memiliki tampilan di depan mata pengguna yang dapat menunjukkan informasi ke bidang penglihatan normal penggunanya. Tampilan ini juga akan mendukung pengguna saat terlibat dengan targetnya atau pada saat pengambilan keputusan taktis, demikian menurut Departemen Pertahanan. IVAS yang diproduksi untuk Pentagon akan memungkinkan tentara memanfaatkan sensor untuk penglihatan malam hari serta sensor termal untuk pelatihan dan pertempuran.

Departemen Pertahanan AS juga mengatakan perjanjian produksi ini akan berlangsung selama lima tahun dengan dilengkapi opsi pembaruan. Ini dapat membuat kontrak tersebut bernilai lebih dari 21,88 miliar dolar AS dalam jangka waktu 10 tahun, ujar seorang pejabat Pentagon dalam sebuah pernyataan.

Microsoft merapat ke militer AS

"Kontrak tersebut menunjukkan bahwa Microsoft dapat menghasilkan uang dari penjualan teknologi augmented reality kepada pihak militer dan kemungkinan besar bisa juga digunakan oleh bisnis swasta serta konsumen", ujar analis perusahaan investasi Wedbush Securities, Dan Ives.

"Poin kedua dan yang berpotensi paling penting adalah bahwa kesepakatan ini hanya proses awal dalam narasi Microsoft memperdalam cengkeramannya pada kesepakatan dengan Departemen Pertahanan dan Pentagon," tambah Ives dalam sebuah catatan kepada investor.

Belakangan ini Microsoft memang cenderung merapat ke Pentagon. Raksasa teknologi ini telah mengerjakan serangkaian proyek bersama militer AS, termasuk mengembangkan prototipe IVAS selama dua tahun belakangan ini. Fase awal proyek ini mengikuti kontrak yang telah ditandatangani pada tahun 2018.

Sebagai respons atas kesepakatan ini, setidaknya 94 pekerja Microsoft telah mengajukan petisi kepada perusahaan untuk membatalkannya dan berhenti mengembangkan "semua teknologi persenjataan." 

Revolusi Industri 4.0 yang Dipicu Augmented Reality

01:04

This browser does not support the video element.

Sebelumnya, kontrak terpisah untuk mengembangkan sistem komputasi awan JEDI milik Angkatan Darat AS senilai $ 10 miliar (lebih dari Rp 145 triliun) ditunda oleh pengadilan, menyusul gugatan yang diajukan oleh Amazon.com Inc. Amazon mengklaim bahwa kontrak tersebut diberikan setelah mantan Presiden Donald Trump secara tidak tepat memengaruhi proses kontrak.

Persaingan ketat dalam teknologi realitas campuran

Apple, Google, dan Facebook adalah beberapa di antara raksasa teknologi yang berinvestasi dalam teknologi realitas campuran. Namun,  Dan Ives dari Wedbush Securities mengatakan, dalam persaingan global teknologi yang berbasis komputasi awan, Microsoft saat ini tengah menikmati momentumnya.

Perusahaan yang berbasis di Redmond, Washington, ini baru saja meluncurkan platform bernama Mesh. Platform ini memungkinkan rekan kerja untuk berkolaborasi jarak jauh tapi seolah berada di ruangan yang sama dengan menggunakan kacamata augmented reality dan komputasi awan.

"Salah satu cara termudah untuk membayangkannya adalah Microsoft Mesh menghubungkan dunia fisik dan digital, memungkinkan kita melewati batas-batas tradisional akan ruang dan waktu," kata Simon Skaria yang ikut menciptakan platform ini dalam sebuah presentasi lewat video.

Platform Mesh didukung oleh sistem komputasi awan Azure yang menggabungkan kekuatan pemrosesan pusat data dengan kecerdasan buatan. "HoloLens headgear untuk ini dibanderol seharga 3.500 dolar AS (sekitar Rp 50 juta) dan memiliki potensi untuk disinkronisasikan dengan peralatan realitas virtual lain seperti Oculus milik Facebook serta yang ada di ponsel pintar", pungkas Kipman dari Microsoft.

ae/as (AFP, Reuters, AP)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait