Sebuah iklan di Malaysia menyerukan untuk memecat pembantu rumah tangga (PRT) asal Indonesia. Iklan bernada merendahkan itu muncul menjelang kunjungan Presiden Jokowi ke Malaysia.
Iklan
"Fire Your Indonesian Maid Now" (Pecat Pembantu Indonesia Anda Sekarang), demikian terpampang dalam kalimat yang dicetak mencolok dalam iklan mesin pengisap debu otomatis Robovac dari sebuah perusahaan peralatan elektronik rumah tangga.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia langsung mengirimkan nota protes kepada Kementerian Luar Negeri Malaysia atas beredarnya iklan alat robot tersebut. KBRI juga melaporkan iklan itu kepada kepolisian Malaysia, karena menilai iklan tersebut telah merendahkan martabat bangsa Indonesia.
"KBRI telah menugaskan pengacara untuk menemui pihak perusahaan dan melakukan analisis hukum untuk langkah-langkah hukum selanjutnya," tulis siaran pers KBRI Malaysia sebagaimana dikutip oleh Kompas.com, Rabu (04/02/2015).
Dalam iklan itu, tampak seorang lelaki sedang duduk di atas sofa sembari memperhatikan kerja robot pengisap debu. Dalam iklan itu dikatakan, tersedia alat pembersih lantai sampai pembersih kolam renang.
Menjelang kunjungan Jokowi ke Malaysia
Berupah Minim: Nasib Buruh Anak di Asia
Mereka bekerja di bidang pertanian, pertambangan, pabrik atau bidang pelayanan. Menurut perkiraan Organisasi Buruh Internasional (ILO), di seluruh dunia sekitar 168 juta anak terjerumus jadi pekerja berupah minim.
Foto: AFP/Getty Images
Peringatan Tiap Tahun
Tiap tanggal 12 Juni, PBB memperingatkan nasib pekerja anak-anak di seluruh dunia yang diperkirakan 168 juta. Tahun 1999 negara anggota Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyepakati konvensi menentang bentuk terburuk pekerjaan anak-anak. Kesepakatan itu ditujukan bagi anak-anak di bawah 18 tahun dan antara lain melarang perbudakan serta prostitusi.
Foto: imago/Michael Westermann
Handuk "Made in India"
Pekerja anak-anak di Tamil Nadu, India Selatan. Di pabrik ini misalnya diproduksi handuk. Anak ini hanya satu dari jutaan lainnya. ILO memperkirakan, di Asia jumlahnya hampir 78 juta. Dengan kata lain, hampir 10% anak-anak antara lima dan 17 tahun dipaksa bekerja.
Foto: imago/imagebroker
Bekerja, bukan Bersekolah
Mereka tidak bisa membaca serta menulis, dan mereka harus membuat batu bata. Akibat kemiskinan, banyak anak India harus ikut mencari nafkah bagi keluarga. Anak-anak bekerja sepuluh jam per hari, dan upah harian hanya sekitar 10.000 Rupiah.
Foto: imago/Eastnews
Tenaga Kerja Murah
Menurut data sensus terakhir di India, sekitar 12,6 juta anak menjadi pekerja. Mereka menjajakan dagangan di jalanan, menjahit, memasak juga membersihkan restoran, memetik kapas di ladang atau membuat batu bata. Semua itu hanya untuk upah sedikit. Upah pekerja anak-anak hanya sepertiga dari yang diperoleh pekerja dewasa untuk pekerjaan sama.
Foto: imago/imagebroker
Kondisi Sesuai Harkat Sebagai Manusia
Setengah dari seluruh pekerja anak-anak melakukan pekerjaan yang dianggap berbahaya. Demikian laporan ILO tahun 2013. Mereka mencari nafkah di tambang batu atau perkebunan komersial. Mereka juga bekerja di malam hari, bekerja terlalu lama dan sebagian diperlakukan seperti budak. Di samping itu semua, tidak ada kontrak kerja dan jaminan sosial.
Foto: AFP/Getty Images
"Made in Bangladesh"
Di Bangladesh pekerja anak-anak juga ada di mana-mana. Menurut keterangan Badan PBB urusan Anak-Anak (UNICEF), di negara itu sekitar lima juta anak harus ikut mencari nafkah dan bekerja dalam kondisi seperti budak. Misalnya di industri tekstil, sektor ekspor terbesar negara itu. Hasil kerja mereka dibeli konsumen di negara industri kaya.
Foto: imago/Michael Westermann
Sendirian di Kota Metropolitan
Di Kamboja, hanya sekitar 60% anak-anak bersekolah. Lainnya sudah ikut mencari nafkah bersama orang tuanya. Ribuan lainnya mencari uang sendirian di jalan-jalan, misalnya di ibukota Phnom Penh.
Foto: picture-alliance/dpa
Daftar Panjang
Memang jumlah pekerja anak-anak di seluruh dunia berkurang sejak tahun 2000. Pekerja anak perempuan berkurang 40%, dan anak laki-laki 25%. Tetapi pekerja anak-anak masih bisa dijumpai di banyak negara Asia. Di samping India, Bangladesh dan Kamboja, juga di Afghanistan (foto), Nepal dan Myanmar.
Foto: AFP/Getty Images
8 foto1 | 8
Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Herman Prayitno menyesalkan iklan yang dianggap menghina tenaga kerja Indonesia (TKI).
"Iklan sebuah perusahaan swasta Malaysia itu sangat mengganggu perasaan bangsa dan rakyat Indonesia," kata Dubes Herman Prayitno dalam keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri Indonesia sebagaimana dikutip Metrotvnews.com.
"Terlebih lagi, hal ini terjadi di tengah-tengah persiapan kunjungan kenegaraan Presiden Joko Widodo ke Malaysia pada 5-7 Februari 2015 yang bertujuan untuk lebih memperkokoh dan memperdalam hubungan bilateral yang saling menguntungkan," demikian disebutkan dalam pernyataan itu.
Iklan itu pertama kali diunduh oleh seorang warga Indonesia Okina Fitriani di akun Facebooknya dan mengundang protes luas banyak warga Indonesia terhadap Malaysia.
Sekitar dua juta warga Indonesia bekerja di Malaysia, kebanyakan sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Indonesia memiliki 250 juta penduduk, sekitar delapan kali lebih banyak daripada Malaysia. Tapi Malaysia punya standar hidup yang lebih tinggi daripada Indonesia.