1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJerman

Dibeli Saat Corona, Hewan Malang ini Berakhir di Penampungan

9 November 2021

Ratusan ribu hewan peliharaan yang dibeli saat lockdown di Jerman kini terlantar. Tempat penampungan hewan pun ramai memasang foto anjing dan kucing ini di Tinder untuk diadopsi.

Bella, kucing korban tren pembelian hewan saat corona yang kini terlantar
Bella, kucing korban tren pembelian hewan saat corona. Bella ditinggalkan begitu saja bersama bayinya di dalam kotak kardus.Foto: Jens Hartmann

Bagi banyak orang yang menatap mata Paris di Tinder, bisa jadi itu adalah cinta pada pandangan pertama. Apalagi, ditambah deskripsi tentang dirinya: Pernah tinggal di Yunani, cerdas, dan setia. Tambah lagi, daya tarik utamanya ada di kalimat ini: "Biarkan aku jadi pelindungmu!"

Namun, Paris bukan manusia. Ia adalah seekor anjing yang kini tinggal di penampungan hewan di München, Jerman.

"Ide ini datang dari sebuah agen pemasaran di München, kami kemudian memilih dan membuat tujuh profil untuk kucing dan tujuh anjing," kata Kristina Berchtold dari Tierschutzverein München. "Awalnya, algoritma mengenali hewan-hewan ini dan langsung memblokirnya. Namun setelah diskusi dengan Tinder, semua profil ini kembali dibuka bahkan kami dipromosikan."

Ide kreatif untuk cari solusi hewan malang

Jadi, anjing-anjing seperti Harcos dan Joshi atau kucing bernama Saskia yang mejeng di Tinder bukannya mau cari kencan kilat. Mereka lebih mendamba hubungan jangka panjang yang stabil. Jika ada yang merasa cocok, para pengguna Tinder yang berupa manusia boleh datang langsung ke penampungan hewan di München untuk mengenal dan jatuh cinta kepada kawan berkaki empat ini.

Saat ini di tempat penampungan itu ada 1.085 hewan, termasuk landak, burung air dan bahkan rubah. Paling banyak adalah kucing dan kelinci. Semua hewan ini punya satu kesamaan: tidak beruntung dalam hubungan sebelumnya, yang seringnya dimulai pada masa kuncian atau lockdown corona. 

Profil anjing dan kucing di Tinder. Mereka dibeli saat pandemi, tapi kini menghuni tempat penampungan hewan di Münich.Foto: Tierschutzverein München e.V.

Salah satunya yakni Bella, kucing yang dulu diadopsi saat pandemi. Namun kucing berbulu pendek ini ditinggalkan begitu saja bersama bayinya di dalam kotak kardus. Bayinya terpaksa 'ditidurkan' karena sakit. Di dalam kotak itu ada surat yang berbunyi: "Saya tidak mampu lagi membayar biaya dokter hewan."

Booming pembelian kucing dan anjing di masa corona

Seandainya Mico bisa menuliskan sendiri profilnya di Tinder, ia mungkin akan berkata: jenis peking, delapan tahun, tipe lucu dengan ego besar yang bisa membuat semua orang tertawa. Anjing kecil yang kini menempati rumah penampungan di kota Bonn ini dulunya di-order dengan sekali klik lewat e-bay. Pemiliknya dengan segera merasa terbebani dan menyerahkan Mico ke penampungan hewan.

Dari tahun 2019 hingga 2020 di Jerman terjadi peningkatan populasi kucing dan anjing sebanyak satu juta kucing dan 600.000 anjing. Ini ibaratnya setiap orang di kota Köln dan Leipzig secara serentak memutuskan untuk membeli seekor kucing atau seekor anjing.

Aktivis hak-hak hewan memperingatkan agar jangan terburu membeli hewan peliharaan di masa pandemi corona, namun sia-sia. Di kota Moers, seorang pria berusia 65 tahun baru-baru ini kedapatan melemparkan anjingnya ke atas pagar penampungan hewan setinggi dua meter. Alasannya: dia kewalahan. 

Tempat pelatihan anjing penuh sesak

Julia Zerwas sangat akrab dengan nada panggilan telepon dari orang-orang yang kewalahan. Sebelum corona, panggilan macam ini hanya ia terima seminggu sekali, sekarang rata-rata lima kali.

"Saya punya anjing yang baru-baru ini menggeram ke anak saya. Atau menggigit tetangga. Dia harus pergi sesegera mungkin," kata Julia Zerwas yang adalah direktur penampungan hewan Albert Schweitzer di Bonn. Begitu ada masalah, banyak dari para pemilik hewan ini yang langsung kapok dan menyerah.

Yang kemudian terjadi adalah lingkaran setan: hewan butuh perhatian dan pelatihan. Tetapi sekolah untuk melatih anjing, misalnya, telah penuh sesak dan ada antrean selama berbulan-bulan, ditambah pula corona.

Namun bagi Julia Zerwas, yang terberat bukanlah harus sering mendengar ungkapan bahwa: "'Kami harus mengembalikan anjing itu karena kami sekarang harus bekerja lagi dan itu tidak lagi cocok dengan ritme kehidupan sehari-hari.' Tapi hewan-hewan ini sekarang kebanyakan berusia hampir satu tahun dan sedang dalam masa pubertas, karena itu lebih sulit melatih mereka," kata Zerwas.

Dicari: hewan peliharaan yang sempurna!

Baru minggu lalu, direktur penampungan hewan Bonn ini harus menerima empat anak kucing yang telah diterlantarkan. Semakin banyak anjing yang berakhir di tempat penampungan karena anjing itu melarikan diri lantaran tidak terbiasa dengan kehidupan di perkotaan. Selain itu, penampungan hewan juga menjadi tempat penerimaan dan karantina bagi hewan-hewan dari luar negeri yang belum divaksinasi lengkap, banyak dari mereka yang baru berumur sepuluh minggu. 

"Bahkan media dari Inggris Raya dan Australia sampai melaporkan kampanye di Tinder itu," ujar Kristina Berchtold dari tempat perlindungan hewan di Münich, Jerman.Foto: Tierschutzverein München e.V.

Sepertinya orang Jerman telah mencoba mode Tinder dalam hal memilih hewan peliharaan mereka: mencari pasangan yang sempurna, tanpa mau melihat kekurangan dan kelemahan. Mereka ingin hubungan yang benar-benar mulus.

"Kalau anjingnya bisa menyetir mobil dan bisa ditinggal sendiri, kalau dia bisa bergaul dengan anak-anak dan bermain dengan anjing lain, bagus. Tapi begitu ada yang melenceng, situasinya jadi sulit," kata Zerwas.

Perdagangan ilegal anak anjing meningkat drastis

Jika Tinder menjadi platform yang dapat mempertemukan hewan malang ini dengan rumah baru mereka, iklan baris e-bay masih menjadi masalah. Menurut evaluasi Asosiasi Kesejahteraan Hewan di Jerman, perdagangan anak anjing ilegal ikut marak selama masa corona. Pada paruh pertama tahun 2021 saja telah ada 1.307 hewan yang diperjualbelikan secara ilegal. Angka ini lebih banyak dari jumlah keseluruhan di tahun sebelumnya.

"Platform itu membuka pintu perdagangan ilegal, perdagangan ini harus dibatasi dan diatur secara hukum jika tidak bisa dilarang. Hukuman bagi pedagang ilegal, kontrol dan penyelidikan kasus harus diperketat," ujar Hester Pommerening dari Asosiasi Kesejahteraan Hewan Jerman.

ae/pkp

 

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Oliver Pieper Reporter meliput isu sosial dan politik Jerman dan Amerika Selatan.
Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait