1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hidup di Bawah Awan Vulkanik

Klaus Esterluss/rzn/as4 Juni 2015

Letusan gunung berapi tidak cuma merenggut nyawa manusia, tetapi juga mengubah wajah alam. Bumi membutuhkan waktu ratusan tahun untuk memulihkan diri dari dampak letusan gunung berapi.

Island Vulkan Bardarbunga 21.08.2014
Foto: picture-alliance/dpa

Letusan gunung Sinabung, Kelud, Merapi dan sederet gunung api aktif lainnya bukan hal yang aneh untuk Indonesia. Nyatanya negeri yang kita diami ini berdiri di atas cincin api Pasifik yang membentang hingga ke Chile. Tidak heran jika kawasan ini dianggap yang paling dinamis dari sudut pandang geologi.

Disadari atau tidak, letusan gunung berapi mengubah wajah Bumi. "Aliran lava dan awan panas menyebabkan kehancuran ekosistem yang ada," ujar Pakar Vulkanologi Islandia, Olafur Arnalds. Menurut ilmuwan, sebuah ekosistem membutuhkan waktu hingga 150 tahun untuk regenerasi setelah tertutup abu vulkanik setebal 10 hingga 20 centimeter.

Abu Merapi saat meletus tahun 2010 lalu misalnya masuk dalam kategori di atas.

Tapi jika abu vulkanik yang menutupi permukaan tanah mencapai 70 centimeter, maka ekosistem membutuhkan tambahan waktu beberapa ratus tahun lagi untuk kembali normal. Hal serupa juga diamati pada permukaan yang tertutup lelehan lava yang membeku.

Membunuh dan Membesarkan Ekosistem

Abu vulkanik atau batuan yang dimuntahkan saat erupsi gunung api yang kemudian tersedimentasi, mengubah struktur tanah di sekitar gunung api yang sering berarti mimpi buruk buat pertanian.

Ilmuwan juga menemukan dampak yang sama pada sungai, populasi serangga dan jenis satwa liar lainnya. "Sedimentasi," tulis Arnalds, "bisa mengubah karakter tanah di dasar sungai dan pasokan bahan makanan untuk hewan."

Menurut Arnalds, perubahan juga bisa ditemukan pada padang rumput, dinding gua dan pepohonan, yang turut mengubah pola makan satwa yang hidup di dalamnya.

Dalam soal ini, fenomena gunung St. Helena di Amerika Serikat sering dijadikan contoh. Sejak meletus 1980, Departemen Flora dan Fauna AS menghitung erupsi gunung api tersebut membunuh sebanyak 11.000 kelinci, 6000 ekor rusa, 5200 elk, 1400 serigala dan 15 ekor puma.

Secara perlahan, kawasan di sekitar St. Helena kembali diramaikan oleh satwa liar, kendati populasinya masih terlalu kecil.

Dampak Positif

Tapi tidak selamanya letusan gunung berapi mematikan untuk lingkungan. Jumlah dan jenis material yang dimuntahkan juga memainkan peran penting. Dalam jumlah kecil, abu vulkanik justru akan memperkaya unsur hara dalam tanah.

Letusan gunung Pinatubo di Filipina tahun 1991 misalnya membunuh ribuan penduduk dan melumat 100 kilometer persegi lahan pertanian. Namun studi yang dibuat ilmuwan dari Massachusetts Institute of Technology baru-baru ini mengungkap, partikel Aerosol yang antara lain dimuntahkan Pinatubo berhasil menghambat pemanasan global sebanyak 30%.

"Atau coba kita lihat Hawaii", kata Ceridwen Fraser, Pakar Vulkanologi dari Australian National University. "Setiap pulau adalah sebuah gunung berapi. Gunung api yang paling tua pada dasarnya memiliki keanekaragaman hayati paling kaya."

rzn/as