1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Surat Terpidana Mati untuk Dirinya Sendiri

1 Februari 2015

Enam lembar pengakuan bersalah dituliskan oleh terpidana mati asal Australia, Andrew Chan. Dalam surat untuk dirinya itu, Chan meratapi nasibnya sendiri dan mengajak orang untuk tidak mengikuti jejak hidupnya.

Spielzeugpistole (Symbolbild)
Foto: picture-alliance/dpa/A. Burgi

Pada akhirnya sepucuk surat setebal enam halaman adalah apa yang akan tersisa dari Andrew Chan.

"Dear Me. Ketika menginjak dewasa kamu akan mendekam di penjara Bali dan dieksekusi mati. Hal ini terjadi karena kamu berpikir mengkonsumsi narkoba adalah sesuatu yang keren. Keluarga dan teman-teman mu patah hati dan hidupmu akan berakhir di tangan regu tembak," tulisnya. "Nama saya adalah Andrew Chan."

Terpidana mati yang baru ditolak pengampunannya oleh Presiden Jokowi itu menuliskan surat untuk dirinya sendiri. Surat itu akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan film dokumenter, "Dear Me: The Dangers of Drugs," yang mengisahkan kiprah Bali Nine hingga mendarat di penjara Kerobokan, Bali.

Dalam suratnya Chan meminta agar anak-anak dan remaja tidak mengikuti jejak hidupnya. "Saya berusia 29 tahun dan sejujurnya, saya mungkin tidak akan bisa merayakan ulang tahun ke-30," tulisnya. "Hidup saya adalah semata-mata penghamburan. Ini tidak harus terjadi pada kalian."



Chan dibekuk aparat tahun 2005 silam ketika hendak menyeludupkan delapan kilogram Heroin ke Bali. Bersama Myuran Sukuraman, ia divonis mati oleh pengadilan negeri setahun kemudian.

Chan menempuh berbagai jalur hukum hingga ke instansi tertinggi untuk membebaskan diri dari vonis mati. Namun permohonan pengampunannya ditolak oleh Presiden Joko Widodo. Dengan begitu Chan dan seorang komplotan lain, Myuran Sukuraman akan menghadap regu tembak.

Cuma hingga kini tidak jelas kapan kejaksaan akan menggulirkan eksekusi mati terhadap kedua terpidana.

"Saya merindukan pernikahan, pemakaman atau kehadiran keluarga. Rasa sakit yang saya buat untuk diri sendiri dan keluarga sangat menyiksa. Saya tidak memiliki apapun kecuali jeruji besi untuk dipeluk, bukan sambutan hangat mereka yang saya cintai dan saya rindukan."

"Kemungkinan besar saya tidak akan punya kesempatan untuk melihat kelahiran anak pertama saya, terlebih memiliki anak."

Pengakuan Chan dituliskan untuk organisasi HAM, Dear Me. Direktur lembaga asal Australia itu, Malina Rutter mengatakan Chan adalah sosok yang berbeda dibandingkan remaja berusia 19 tahun yang ditangkap sepuluh tahun silam. "Ia menyadari kesalahannya dan berupaya keras untuk mengubah hidupnya."

rzn/vlz (abc,rtr, news limited, ap)