1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hilang Menjawab Panggilan Sang Khalifah

9 Maret 2015

Pukulan telak yang dialami kelompok Islamic State lewat serangan udara pasukan internasional tidak membuat mereka bertekuk. Sebaliknya lewat sosial media, IS aktif merekrut pejuang baru, antara lain dari Indonesia

Indonesien Proteste gegen Assad Regime Archivbild 2013
Foto: Anwar Mustafa/AFP/Getty Images

Bergabung dengan kekhalifahan Islam terakhir di Bumi adalah impian terbesar mereka. Entah itu guru sekolah Inggris yang akhirnya ditangkap oleh Scottland Yard dan kamis (5/3) lalu dijebloskan ke penjara selama enam tahun. Atau remaja berusia 21 tahun asal Calfornia, AS, yang pada detik ini masih berada di dalam tahanan Kepolisian Federal, FBI.

Geliat Islamic State nyatanya mendapatkan gaung di seluruh dunia. Baru-baru ini Indonesia melaporkan 16 orang warganya menghilang di Turki setelah sebelumnya memisahkan diri dari rombongan wisata. Istana Negara lewat Presiden Joko Widodo menduga mereka berencana "menyebrang ke Suriah" buat bergabung dengan IS.

Saat ini Kementrian Luar Negeri masih berupaya menemukan ke-16 WNI tersebut. Dalam sebuah pesan singkat kepada pihak travel, mereka mengaku "baik-baik saja. Tidak usah pikirkan kami," kata Muhammad Iqbal, Direktur Perlindungan WNI di Kemenlu.

Indonesia bukan negara pertama yang kecolongan. Eropa dan Amerika Serikat sejak tahun lalu sudah meningkatkan kewaspadaan terkait upaya warganya bergabung dengan kelompok pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi itu.


Ribuan Pejuang Asing dari Eropa

"Kami masih mengkhawatirkan upaya perekrutan oleh IS, terutama lewat media sosial," tulis Departemen Keamanan Dalam Negeri AS, baru-baru ini. Twitter misalnya mencatat ada 45.000 akun yang bersimpati atau berafiliasi dengan kelompok teror tersebut.

Nyatanya IS menggantungkan eksistensinya pada petualang jihad dari negara-negara maju. Sebuah situs perekrutan online yang dikelola IS, Dabiq, misalnya menulis mereka membutuhkan "hakim, orang yang memiliki keahlian militer atau administratif, doktor dan insinyur," untuk datang ke kekhalifahan.

Maka penduduk Eropa yang notabene menikmati pendidikan berkualitas adalah ladang terbesar kelompok tersebut. Di Jerman saja saat ini tercatat 650 warganya sudah bergabung dengan IS. Sementara dari Inggris hingga tahun lalu pemerintah mendata lebih dari 500 orang telah berkelana ke Suriah buat berjihad.

Saat ini kontingen Eropa mencapai 3000 orang, di antaranya 550 perempuan. "Jumlahnya bisa meningkat menjadi 10.000 orang pada 2016," kata PM Perancis Manuel Valls.

Janji akan Cinta dan Surga

Belakangan IS juga aktif merekrut perempuan. Salah satunya adalöah Aqsa Mahmud, yang hijrah dari Glasgow, Skotlandia ke Suriah tahun lalu. Aqsa saat ini mengelola situs berbahasa inggris, "Buku catatan seorang Muhajirah," yang menjadi salah satu situs propaganda terbesar IS.

"Kami tidak membayar uang sewa di sini. Rumah dibagikan secara gratis. Kami tidak membayar uang listrik atau air. Kami mendapat bahan makanan setiap bulan. Spaghetti, pasta, makanan kaleng, beras, telur," tulis Aqsa dalam blognya.

Menurut Hassan Hassan, penulis buku "ISIS: Inside the Army of Terror," kebanyakan kaum perempuan yang bergabung dengan ISIS mencari "petualangan dan bermimpi menikahi pejuang Islam," katanya kepada AFP.

Tapi sekali bergabung, imbuhnya, mereka akan mengetahui semua upaya meninggalkan kekhalifahan akan berujung pada kematian.

rzn/hp (afp,rtr,ap,antara,dpa)