1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

261211 Syrien Homs

26 Desember 2011

Selasa ini (27/12), tim pemantau pertama dari Liga Arab dinanti kedatangannya di Homs yang menjadi pusat perlawanan terhadap rejim Suriah. Di kota itu, aparat keamanan tidak menghentikan tindakan brutalnya.

In this citizen journalism image made on a mobile phone and acquired by the AP, taken on Friday, May 6, 2011, Syrian anti-government protesters carry a banner during a rally in the central city of Homs, Syria. Syrian tanks rolled into Banias, a Mediterranean coastal town on Saturday May 7, 2011 in an escalating crackdown by President Bashar Assad, just a day after clashes with anti-government protesters that left at tens of people dead nationwide, activists said. (AP Photo)
Demonstran di Homs meminta bantuan dunia internasionalFoto: AP

Rejim Suriah tidak menunjukkan isyarat menahan diri walaupun misi pemantau Liga Arab sudah dimulai. Homs, kota ketiga terbesar di negara itu, di perbatasan utara ke Libanon, diblokade tentara.

Apa yang terjadi di dalam kota berpenduduk jutaan jiwa itu tidak diketahui. Warga setempat melaporkan kepada stasiun televisi Arab tentang tembakan senapan mesin berat, pertempuran antara pemberontak dan tentara, dan banyak korban tewas.

Menurut PBB 5.000 orang tewas sejak dimulainya perlawanan terhadap Assad, bulan Maret. 1/3 dari jumlah itu tewas di Homs. Tentara desertir menerangkan, sejumlah pemukiman ditetapkan oleh militer sebagai zona terlarang.

Perang saudara

Kendaraan militer berjaga di HomsFoto: dapd

Rejim menutup-nutupi situasi di kota Homs, namun pengungsi seperti Umm Wisam yang berhasil mencapai Yordania, menceritakan apa yang ia alami dan saksikan.

"Jika ada aksi protes di kawasan tertentu, maka semua warga di sana dihukum. Aparat menembaki dengan panser dan menghalangi pasokan makanan, bahan bakar dan gas", kata Umm Wisam.

Warga mengukuhkan bahwa kekerasan dilancarkan oleh kedua pihak. Perang saudara sudah berlangsung berpekan-pekan di Homs. Konflik sektarian juga terjadi. Bentrokan antara Sunni dan Alawi, minoritas dimana Presiden Assad tergabung di dalamnya, sama-sama melakukan pembunuhan dan penculikan.

Beban paling berat ditanggung oleh rakyat sipil. Karena itulah oposisi mendesak agar kelompok pemantau pertama dari Liga Arab datang ke Homs.

Setelah menunda beberapa pekan, Suriah akhirnya sepakat untuk mengijinkan Liga Arab mengawasi penarikan panser dan tentara dari titik-titik kekerasan, dan pembebasan tahanan politik. Sebanyak 50 pemantau memulai tugasnya, dibagi dalam 5 kelompok masing-masing beranggota 10 orang.

Sensitif menurut militer

Louay Safi dari Dewan Nasional Suriah, kelompok oposisi terpenting mengatakan, mereka ingin agar pemantau pertama-tama datang ke Homs yang diserang terus-menerus.

Demonstran di Homs mengusung jenasah korban tewas akibat peluru tentaraFoto: Sham News Network/dapd

Ia memperingatkan, "Tentu saja aparat Suriah akan mencoba berkongkalikong dengan pemantau, tetapi kami yakin para pemantau sangat berpengalaman. Kami harap mereka bisa melakukan sesuatu untuk melindungi warga sipil di Homs dan kota lain. Tapi semua tergantung pada apa yang dilakukan rejim Suriah".

Rejim menetapkan bahwa pemantau tidak boleh memasuki lokasi yang disebut 'sensitif menurut militer'. Sebuah istilah yang sangat fleksibel. Oposisi kuatir, para tahanan dibawa ke lokasi semacam itu demi menghindari para pemantau.

Akan tetapi, hal lain yang juga menentukan keberhasilan misi pemantau Liga Arab adalah apakah oposisi mau mencabut penolakan untuk berdialog dengan rejim. Sesuatu yang dituntut dalam paket solusi Liga Arab. Jika tidak, misi akan gagal.

Namun sampai kini tak terlihat isyarat perubahan. Semua kelompok oposisi menyatakan tidak bersedia duduk di meja perundingan bersama para pembunuh.

UIlrich Leidholdt/ Renata Permadi

Editor: Christa Saloh

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait