Dengan Trump, Hong Kong Ajarkan Siswa soal Keamanan Nasional
5 September 2022
Menggunakan tokoh mantan Presiden AS Donald Trump sebagai contoh, sejumlah siswa sekolah di Hong Kong menyaksikan film pendek yang menjelaskan tentang pelanggaran keamanan nasional.
Iklan
Sebuah televisi dikelilingi oleh belasan mainan boneka panda yang menarik perhatian anak-anak. Kegiatan pemutaran film pendek tentang pelanggaran keamanan nasional dilakukan di pusat pendidikan patriotik pertama di Hong Kong. Para siswa diajarkan tentang undang-undang keamanan nasional kota yang baru, dilengkapi dengan pelajaran sejarah dan pencapaian Cina.
Beijing memberlakukan undang-undang keamanan menyeluruh di Hong Kong untuk membungkam perbedaan pendapat setelah protes demokrasi besar-besaran pada tahun 2019. Sektor pendidikan telah diperintahkan untuk menanamkan rasa patriotisme baru kepada anak-anak.
Saat tahun ajaran baru dimulai pada hari Kamis (01/09), kelompok pelajar yang terdiri dari sekitar 40 siswa Pui Kiu College, yang dikenal dengan ajaran patriotiknya, termasuk di antara pengunjung pertama dalam pemutaran perdana film tersebut.
"Adakah yang bisa memberi tahu saya mengapa keamanan nasional penting?," tanya seorang pensiunan guru, Kan, yang menjadi sukarelawan pemandu kepada kerumunan siswa.
"Tanpa keamanan nasional, manusia tidak bisa hidup dengan baik,” jawab seorang siswa.
"Bagus," jawab Kan. "Orang tidak bisa hidup dengan baik, begitu juga panda."
Kan mengatakan kepada AFP bahwa tugasnya yang "paling penting" adalah membantu anak-anak memahami empat pelanggaran baru di bawah undang-undang keamanan: pemisahan diri, subversi, kolusi dengan pasukan asing, dan terorisme.
Iklan
Trump dan Lai
Selama Kan memandu siswa, mantan Presiden AS Donald Trump dan kerusuhan Capitol Hill pada 6 Januari 2021 digunakan sebagai penggambaran subversi, sebuah pelanggaran yang mencoba menggulingkan atau melemahkan pemerintah.
Untuk kolusi asing, Kan menggunakan contoh taipan media pro-demokrasi Hong Kong yang dipenjara Jimmy Lai, meski tanpa menyebutkan namanya.
Kemudian Kan beralih ke peristiwa di mana legislatif Hong Kong dibobol oleh pengunjuk rasa demokrasi pada 2019. "Pelanggaran apa yang dilakukan di dewan legislatif?," tanya Kan.
"Terorisme," jawab beberapa siswa.
"Mereka tidak membakar atau membunuh orang," kata Kan, dan menjelaskan lagi kepada siswa tentang pelanggaran subversi.
Hari-hari Penuh Kekerasan di Hong Kong
Selama setengah tahun, para mahasiswa di Hong Kong berdemonstrasi menuntut kebebasan dan demokrasi. Protes pun semakin radikal. Terakhir, pecah bentrokan di Universitas Politeknik Hong Kong.
Foto: Reuters/T. Siu
Protes di Kampus Politeknik
Inilah kampus Universitas Politeknik. Para demonstran dipukul mundur di sini dan terlibat dalam bentrokan dengan polisi selama lebih dari 24 jam. Di kampus, ratusan orang berbekal senjata alat pembakar dan senjata rakitan sendiri. Untuk menangkal polisi, mereka menyalakan api besar-besar.
Foto: Getty Images/AFP/Ye Aung Thu
Diringkus dan ditangkap
Aktivis melaporkan bahwa polisi mencoba menyerbu gedung universitas. Karena gagal, aparat pun menciduk para demonstran di sekitaran universitas. Mahasiswa yang ingin meninggalkan kampus ditangkap. Polisi mengatakan mereka menembakkan amunisi di dekat universitas pada pagi hari, tetapi tidak ada yang tertembak.
Foto: Reuters/T. Siu
Gagal melarikan diri
Di luar kampus, polisi bersiaga dengan meriam air. Asosiasi mahasiswa melaporkan bahwa sekitar 100 mahasiswa mencoba meninggalkan gedung universitas. Namun mereka terpaksa kembali ke dalam gedung kampus ketika polisi menembakkan gas air mata ke arah mereka.
Foto: Reuters/T. Peter
Lokasi strategis penting
Universitas Politeknik menjadi penting dan strategis bagi para demonstran karena terletak di pintu masuk terowongan yang menghubungkan daerah itu dengan pulau Hong Kong. Dalam beberapa hari terakhir, pengunjuk rasa telah mendirikan barikade di luar terowongan untuk memblokir pasukan polisi. Ini adalah bagian dari taktik baru untuk melumpuhkan kota dan meningkatkan tekanan pada pemerintah.
Foto: Reuters/T. Peter
Apa tuntutannya?
Protes di Wilayah Administratif Khusus ini telah berlangsung selama lebih dari lima bulan. Tuntutan para demonstran antara lain yaitu pemilihan umum yang bebas dan penyelidikan kekerasan yang dilakukan oleh polisi. Perwakilan pemerintahan Beijing di Hong Kong belum menanggapi kedua tuntutan ini.
Foto: Reuters/T. Peter
Peningkatan kekerasan
Protes yang awalnya damai kini berubah menjadi penuh kekerasan. Polisi menindak tegas dan mengancam akan menggunakan amunisi tajam. Aktivis Hong Kong berbicara tentang adanya 4.000 penangkapan sejak protes dimulai. Para demonstran sendiri melawan dengan melempari batu, melemparkan bom Molotov dan menggunakan busur serta anak panah.
Foto: Reuters/T. Siu
Busur dan anak panah untuk melawan
Seorang polisi terluka pada hari Minggu (17/11) akibat tusukan anak panah di kakinya. Aktivis terkenal Hong Kong, Joshua Wong, membenarkan kekerasan yang dilakukan para demonstran. "Dengan protes yang damai, kami tidak akan mencapai tujuan kami. Dengan kekerasan saja juga tidak mungkin, kami membutuhkan keduanya," kata Wong kepada media Jerman, Süddeutsche Zeitung.
Foto: picture-alliance/dpa/Hong Kong Police Dept.
Sembunyikan identitas
Pemerintah Hong Kong telah melarang pemakaian topeng. Banyak demonstran memakai masker gas untuk perlindungan terhadap serangan gas air mata. Yang lain mengikat kain di depan wajah mereka untuk menyembunyikan identitas. Mereka takut penangkapan dan konsekuensinya jika mereka sampai dikenali.
Foto: Reuters/T. Siu
Khawatir militer turun tangan
Eskalasi kekerasan juga makin berlanjut. Kehadiran beberapa tentara Cina pada hari Sabtu (16/11) di Hong Kong menyebabkan kekhawatiran. Para tentara ini diturunkan untuk membantu membersihkan serakan batu. Di antara para demonstran, muncul kekhawatiran besar bahwa Cina bisa saja menggunakan militernya untuk mengakhiri protes di Hong Kong. (ae/pkp)
Foto: picture-alliance/dpa/AP/Ng Han Guan
9 foto1 | 9
Konversi politik
Pusat pendidikan patriotik ini dioperasikan oleh serikat guru pro-Beijing terbesar di Hong Kong. Sebelumnya, para guru Hong Kong juga bisa bergabung dengan serikat pro-demokrasi, tetapi serikat tersebut ditutup setelah tindakan keras politik.
Demonstrasi besar-besaran tahun 2019 terjadi setelah meningkatnya tuntutan agar warga Hong Kong memiliki suara yang lebih besar tentang bagaimana kota mereka dijalankan. Para pemimpin di Beijing dan Hong Kong telah menolak seruan untuk pembukaan demokrasi dan malah menggambarkan gerakan itu sebagai plot yang diarahkan asing untuk mengacaukan seluruh Cina.
Pemimpin baru Hong Kong John Lee, mantan kepala keamanan yang membantu memimpin tindakan keras itu, menghadiri upacara peresmian pusat pendidikan patriotik pada Juli lalu.
"Dulu, beberapa orang yang berniat jahat ... mencoreng pendidikan nasional sejak lama," katanya saat itu.
"Saya sepenuhnya percaya bahwa pusat ini akan menjadi ... lapangan pembelajaran yang membina generasi muda baru yang mencintai Cina dan Hong Kong.