Hong Kong Isyaratkan Rombak Media Independen Terbesar
19 Februari 2021
Pemerintah Hong Kong mengindikasikan bakal mereformasi lembaga penyiaran publik, RTHK, yang selama ini dikenal kritis dan independen. Langkah itu memicu kekhawatiran perihal nasib kebebasan pers di Hong Kong.
Iklan
Penyelidikan yang dilakukan otoritas Hong Kong terhadap Radio Televisi Hong Kong (RTHK) menemukan sejumlah "kekurangan” pada manajemen dan minimnya transparansi dalam menghadapi keluhan, lapor Biro Dagang Hong Kong, Jumat (19/2).
Pemeriksaan itu diumumkan tahun lalu dan tergolong langka dalam industri media Hong Kong. Sejak lama barisan pendukung Beijing membanjiri RTHK dengan keluhan atas pemberitaan yang dinilai anti-pemerintah.
RTHK didirikan sebagai lembaga penyiaran publik pada 1928 dan merupakan satu-satunya media pemerintah independen di Cina. Adalah Piagam RTHK atau sejenis anggaran dasar, yang menjamin independensi editorial terhadap pemerintah.
Namun kebebasan itu kini terancam, terutama setelah pemerintah mengeluhkan pemberitaan RTHK seputar gelombang demonstrasi pro-demokrasi. Dalam bulan-bulan penuh gejolak itu, polisi dikabarkan menggunakan tindakan brutal terhadap demonstran.
RTHK juga membuat sejumlah laporan investigasi yang berujung pada hujan kritik bagi pemerintah dan kepolisian.
Hong Kong: 20 Tahun Setelah Dikembalikan ke Cina
Hong Kong dikembalikan ke bawah kekuasaan Cina 20 tahun lalu, setelah dikuasai Inggris selama 156 tahun. Sejarah kawasan itu selama ini sudah ditandai sejumlah aksi protes terhadap Cina.
Foto: Reuters/B. Yip
1997: Momentum Bersejarah
Penyerahan Hong Kong dari Inggris kepada Cina terjadi tanggal 1 Juli 1997. Wilayah Hong Kong menjadi koloni Inggris tahun 1842 dan dikuasai Jepang selama Perang Dunia II. Setelah Hong Kong kembali ke Cina, situasi politiknya disebut "satu negara, dua sistem."
Foto: Reuters/D. Martinez
1999: Tidak Ada Reuni Keluarga
Keluarga-keluarga yang terpisah akibat perbatasan Hong Kong berharap akan bisa bersatu lagi, saat Hong Kong kembali ke Cina. Tetapi karena adanya kuota, hanya 150 orang Cina boleh tinggal di Hong Kong, banyak yang kecewa. Foto: Aksi protes warga Cina (1999) setelah permintaan izin tinggal ditolak oleh Hong Kong.
Foto: Reuters/B. Yip
2002: Harapan Yang Kandas
Masalah izin tinggal muncul lagi April 2002 ketika Hong Kong mulai mendeportasi sekitar 4.000 warga Cina yang "kalah perang" untuk dapat izin tinggal di daerah itu. Keluarga-keluarga yang melancarkan aksi protes di lapangan utama digiring secara paksa.
Foto: Reuters/K. Cheung
2003: Pandemi SARS
2003, virus SARS yang sangat mudah menular mencengkeram Hong Kong. Maret tahun itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan adanya pandemi di kawasan itu. Pria ini (foto) hadir dalam upacara penguburan Dokter Tse Yuen-man bulan Mei. Dr. Tse secara sukarela menangani pasien SARS dan tertular virus itu. Hong Kong dinyatakan bebas SARS Juni 2003. Hampir 300 orang tewas akibat penyakit ini.
Foto: Reuters/B. Yip
2004: Demonstrasi bagi Demokrasi
Politik Cina "satu negara, dua sistem" kerap sebabkan ketegangan. 2004, dalam peringatan ke tujuh penyerahan kembali Hong Kong, ratusan ribu orang memprotes, dan menuntut reformasi politik. Mereka menyerukan demokrasi dan pemilihan pemimpin Hong Kong berikutnya.
Foto: Reuters/B. Yip
2008: Tidak Ada Tempat Tinggal
Harga properti yang sangat tinggi sebabkan biaya sewa yang juga tinggi. 2008 rasanya tak aneh jika melihat orang seperti Kong Siu-kau tinggal di apa yang disebut "rumah kandang." Besarnya 1,4 m persegi, dikelilingi kawat besi, dan dalam satu ruang biasanya ada delapan. Sekarang sekitar 200.000 orang menyebut sebuah "kandang" atau satu tempat tidur di apartemen yang disewa bersama, sebagai rumah.
Foto: Reuters/V. Fraile
2009: Mengingat Lapangan Tiananmen
Saat peringatan 20 tahun pembantaian brutal pemerintah Cina di Lapangan Tiananmen (4 Juni 1989), penduduk Hong Kong berkumpul dan menyalakan lilin di Victoria Park. Ini menunjukkan perbedaan besar antara Hong Kong dan Cina. Di Cina pembantaian atas orang-orang dan mahasiswa yang prodemokrasi hanya disebut Insiden Empat Juni.
Foto: Reuters/A. Tam
2014: Aksi Occupy Central
Sejak September 2014, protes skala besar yang menuntut lebih luasnya otonomi mencengkeram Hong Kong selama lebih dari dua bulan. Ketika itu Beijing mengumumkan Cina akan memutuskan calon pemimpin eksekutif Hong Kong dalam pemilihan 2017. Aksi protes disebut Revolusi Payung, karena demonstran menggunakan payung untuk melindungi diri dari semprotan merica dan gas air mata.
Foto: Reuters/T. Siu
2015: Olah Raga Yang Penuh Politik
Kurang dari setahun setelah Occupy Central berakhir, Cina bertanding lawan Hong Kong dalam pertandingan kualifikasi Piala Dunia sepak bola, 17 November 2015. Para pendukung Cina tidak disambut di Hong Kong. Para fans Hong Kong mengejek dan berteriak-teriak ketika lagu kebangsaan Cina dimainkan, dan mengangkat poster bertuliskan "Hong Kong bukan Cina." Pertandingan berakhir 0-0.
Foto: Reuters/B. Yip
2016: Kekerasan Baru
February 2016 tindakan brutal polisi Hong Kong kembali jadi kepala berita. Pihak berwenang berusaha singkirkan pedagang ilegal di jalanan dari kawasan pemukiman kaum buruh di Hong Kong. Mereka mengirim polisi anti huru-hara, yang menggunakan pentungan dan semprotan merica. Bentrokan ini yang terbesar setelah Revolusi Payung 2014. Penulis: Carla Bleiker (ml/hp)
Foto: Reuters/B. Yip
10 foto1 | 10
Atas dasar itu pemerintah Hong Kong kini memeriksa rekam jejak administratif, finansial dan manajemen RTHK. "Ada banyak kekurangan dalam mekanisme editorial management,” bunyi penggalan laporan setebal 154 halaman tersebut.
Ancaman bagi media independen
Menurut Biro Dagang Hong Kong, RTHK tidak memiliki "proses pembuatan keputusan yang jelas dan terekam baik,” dan tidak "mengalokasikan peran atau tanggungjawab kepada staf redaksi secara jelas,” tulis mereka, sembari menimpulkan "pengawasan editorial yang lemah” pada stasiun publik tersebut.
Iklan
Pada hari yang sama, pemerintah Hong Kong menunjuk Wakil Menteri Dalam Negeri, Patrick Li, sebagai direktur RTHK, terhitung mulai 1 Maret mendatang. Penunjukkan itu ikut mendulang kritik, lantaran Li tidak memiliki pengalaman di bidang penyiaran atau jurnalistik.
Perubahan pada media independen itu semakin kentara, ketika pekan lalu RTHK mengumumkan penangguhan siaran milik stasiun televisi Inggris, BBC. Keputusan itu dibuat sebagai reaksi setelah Cina melarang layanan BBC World News dari jaringannya menyusul laporan investigasi di Xinjiang.
Ketika Beijing mengusir belasan awak media AS tahun lalu, mereka juga dilarang berpindah ke Hong Kong, sebagaimana yang lazim dilakukan media asing di Cina.
Hong Kong menjadi contoh teranyar hegemoni Cina. Ketika gelombang demonstrasi tak henti-henti melanda kepulauan tersebut, Beijing mengesahkan UU Keamanan Nasional yang dikritik membungkam kebebasan berpendapat dan independensi media.
Berbekal UU tersebut, pemerintah Hong Kong mendakwa Jimmy Lai, pemilik pro-demokrasi, Apple Dail. Dia dituduh berkolusi dengan agen asing. Sejak tahun lalu Lai mendekam di penjara. Adapun permohonan pembebasan dengan uang jaminan ditolak oleh pengadilan baru-baru ini.
Hong Kong jatuh ke posisi 80 dalam Indeks Kebebasan Pers versi organisasi Wartawan Tanpa Batas (RSF). Padahal pada 2002, negara itu masih bertengger di posisi 18. Sementara posisi Cina di indeks tersebut tidak berubah di urutan ke-177.