Pemerintah Hong Kong membantah pemberedelan terhadap Apple Daily sebagai serangan terhadap kebebasan pers. Media diklaim berhak bersikap kritis, tapi tidak boleh berbuat “makar” terhadap negara.
Iklan
Hong Kong dulu dikenal sebagai batu loncatan bagi media-media internasional untuk mengakses wilayah Asia Timur dan Tenggara. Namun menyusul pemberlakuan UU Keamanan Nasional 2020 lalu, reputasi tersebut perlahan luntur.
Manajemen Apple Daily saat ini tengah mengusahakan pencairan aset untuk membayar gaji pegawai. Jika tidak dikabulkan, harian yang didirikan pada 1995 itu akan terbit untuk terakhir kalinya pada Sabtu mendatang.
"Masalahnya bukan pada kritik terhadap pemerintah Hong Kong, melankan niatan untuk mengorganisir aktivitas yang menghasut tindakan makar terhadap pemerintah. Ini tetunya hal berbeda” kata Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam.
"Media harus bisa membedakan antara kedua hal,” imbuhnya.
Berbeda dengan Cina yang mewajibkan media dikuasai negara, Hong Kong menjamin kebebasan berbicara dan kebebasan pers dalam konstitusinya. Status istimewa itu perlahan surut ketika Hong Kong dilanda gelombang protes massal antara 2019-2020. Akibatnya Beijing menerbitkan serangkaian aturan yang mengkriminalisasi laporan media.
"Bukan serangan terhadap kebebasan pers”
Lam mengklaim penggeledahan terhadap Apple Daily bukan serangan "terhadap kerja jurnalistik normal.” Dia menuduh harian milik taipan Jimmy Lai itu mengancam keamanan nasional Cina lewat pemberitaannya.
Iklan
Ketika ditanya definisi pemerintah terkait kerja jurnalistik yang normal, dia menjawab "saya kira Anda berada dalam posisi yang lebih baik untuk menjawab pertanyaan itu.”
"Jangan mencoba menuduh pemerintah Hong Kong menggunakan UU Keamanan Nasional sebagai alat untuk memberedel media atau membatasi kebebasan berekspresi,” kata dia, merujuk pada reaksi Amerika Serikat terkait kasus Apple Daily.
"Semua tuduhan yang dibuat pemerintah AS adalah keliru,” imbuhnya.
Apple Daily sejak dini mengawal peralihan kekuasaan dari Inggris ke Cina di Hong Kong. Pada 2019, survey yang digalang Reutes menempatkan media tersebut sebagai sumber informasi nomer dua yang paling sering diakses penduduk Hong Kong.
Kasih Sayang Tuhan di Tengah Demonstrasi Hong Kong
Pendeta Alan Keung terjun langsung ke dalam protes di wilayah administratif khusus Cina ini. Ia tawarkan segala bantuan yang dibutuhkan termasuk doa, ceramah, dan pembasuh mata akibat gas air mata.
Foto: Reuters/K. Kyung-Hoon
Dari mimbar turun ke jalan
Alan Keung adalah salah satu dari beberapa pendeta yang mencoba membantu para demonstran di Hong Kong. Sering kali ia melakukan ini di tengah suasana yang memanas. Dalam foto, terlihat ia menenangkan seorang pejalan kaki yang marah dan memaki pengunjuk rasa karena memblokade jalan. "Misi saya adalah membawa cinta kepada orang banyak," ujar Keung.
Foto: Reuters/K. Kyung-Hoon
Kenakan helm, rompi keselamatan, dan kerah pendeta
Agar mudah dikenali dan untuk perlindungannya, Keung menggambar tanda salib di helmnya. Dia juga mengenakan rompi berwarna kuning neon. Laki-laki berusia 28 tahun itu telah bergabung dengan tim penolong yang bekerja sukarela. Mereka utamanya membantu orang untuk mencuci mata mereka dari gas air mata. Jika ada yang butuh dukungan spiritual, Keung juga menyediakan waktu untuk berdoa singkat.
Foto: Reuters/K. Kyung-Hoon
Melawan rasa sakit
Bersama relawan lain, Keung membantu seorang pejalan kaki yang terkena gas air mata untuk mencuci matanya. Polisi Hong Kong menggunakan gas air mata, semprotan merica, dan meriam air untuk mengatasi kerusuhan. Sedangkan demonstran menyerang petugas keamanan dengan alat pembakar serta busur dan panah.
Foto: Reuters/K. Kyung-Hoon
Pertolongan untuk semua
Ketika sedang bertugas, Keung tidak berada di pihak mana pun. "Kadang-kadang kami membantu polisi yang terluka dan membutuhkan pertolongan." Pada bulan Juli, setelah terjadinya serangan di stasiun kereta, kelompok relawannya membantu pasukan keamanan dan melindungi mereka dari penumpang yang marah.
Foto: Reuters/K. Kyung-Hoon
Di antara dua kubu
Yang dikerjakan Keung bukannya tanpa bahaya. Dia sendiri sudah pernah merasakan pedihnya gas air mata. Baru-baru ini, kerusuhan pecah di Hong Kong, terutama di Universitas Politeknik. Polisi mengancam akan menggunakan peluru tajam. Sebelum pemilu, pemerintah mengawasi situasi dengan ketat untuk memastikan pemilihan lokal yang dijadwalkan pada akhir pekan (24/11) bisa berlangsung aman.
Foto: Reuters/K. Kyung-Hoon
"Bukan tipe orang yang tinggal diam di gereja"
Keung telah menjadi pendeta di sebuah komunitas yang terdiri dari sekitar 30 orang di wilayah timur laut Hong Kong selama tujuh tahun. "Saya bukan seseorang yang hanya diam di gereja dan berbicara tentang kemanusiaan, keadilan, dan moralitas tetapi mengabaikan apa yang terjadi di luar," katanya. "Saya ingin berada di tengah massa saat dibutuhkan."
Foto: Reuters/K. Kyung-Hoon
"Kalian masing-masing terlibat"
Pengalaman dan pelajaran yang didapat dalam protes itu, kadang juga terbawa di dalam khutbahnya. Di sini, ia bersama para siswa seusai waktu berdoa di atap gedung sebuah gereja, mengatakan: "Jangan kalian merasa kalian bukan bagian dari (protes) itu," katanya."Masing-masing dari kalian adalah masa depan Hong Kong dan dunia, kalian masing-masing terlibat." (ae/rap)
Pada Senin (21/6), pembawa acara siaran berita online Apple Daily telah lebih dulu pamit, dan mengumumkan berakhirnya program untuk waktu yang tidak ditentukan.