1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

HRW: Beijing Akan Menyebabkan Bencana Hak Asasi Manusia

15 Januari 2020

Dalam laporan tahunan World Report 2020, Human Rights Watch (HRW) terutama menyoroti situasi hak asasi di Cina. Tadinya laporan ini akan diperkenalkan di Hong Kong, tapi Cina menolak memberikan visa kepada Direktur HRW.

Hongkong Proteste Solidarität Uiguren
Foto: picture-alliance/AP Photo/L. Jin-man

Pimpinan Human Rights Watch (HRW) Kenneth Roth sudah bersiap-siap bertolak ke Hong Kong, untuk memperkenalkan laporan tahunan terbarunya, World Report 2020. Setiap tahun, HRW mengeluarkan laporan situasi hak asasi manusia di lebih 90 negara. Tahun ini, negara yang jadi sorotan adalah Cina.

Tapi Cina menolak memberikan visa kepada Kennth Roth, tanpa menyebut apa alasannya. Di akun Twitternya Kenneth Roth mengeritik keputusan otoritas Cina: "Beijing sebaiknya mendengar, bukannya menyensor."

Laporan HRW mengenai Cina memberikan gambaran yang suram. Negara itu melakukan "Serangan intensif terhadap sistem hak asasi global," tulis Kennth Roth pada kata pengantar laporan itu.

Direktur HRW, Kenneth RothFoto: Getty Images/AFP/J. MacDougall

Teknologi sebagai instrumen utama penindasan

Menurut laporan HRW, Cina punya strategi jelas untuk meredam tuntutan hak asasi manusia, yaitu dengan hadir sebagai mitra dagang di berbagai bagian dunia dan bersamaan dengan itu melakukan sensor secara global. Kombinasi strategi itu bisa melenyapkan standar-standar HAM yang selama ini diakui secara internasional. Karena Cina akan melarang mitra dagangnya mengkritik situasi HAM di dalam negeri.

Contoh konkretnya adalah situasi di kawasan Xinjiang. Minoritas Uighur di kawasan itu ditindas dan ditahan di kamp-kamp penampungan. Cina menggunakan teknologi canggih "sebagai instrumen utama" penindasan, kata HRW, dan menciptakan "pengawasan negara yang belum pernah dilihat dunia sebelumnya".

Sistem pengawasan menggunakan teknologi itu dilengkapi lagi dengan pengawasan oleh aparat. Ada satu juta petugas dan anggota Partai Komunis yang dikerahkan untuk mendatangi rumah-rumah keluarga Uighur, bahkan "untuk beberapa waktu tinggal bersama mereka" dan mengawasi kegiatan mereka, misalnya ketika warga beribadah.

Baca jugaTerungkap Cara Cina 'Cuci Otak' Muslim Uighur di Kamp-Kamp Tahanan

Pengawasan ketat aparat keamanan di XinjiangFoto: Getty Images/AFP/Goa Chai Hin

"Beijing ingin mengganti sistem HAM internasional"

Pelanggaran HAM secara masif memang tidak hanya terjadi di Cina, melainkan juga di banyak tempat lain seperti di Suriah dan Yaman. Namun ada perbedaan besar: Beijing menggunakan kekuatan ekonominya sebagai instrumen. Banyak perusahaan asing di Cina yang harus mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan Partai Komunis untuk bisa berinvestasi. Negara-negara yang mengkritik Cina juga harus menghadapi risiko tidak mendapat akses lagi ke pasar domestik, yang merupakan 16 persen perekonomian dunia.

Dalam laporan tahunannya, HRW juga mengkritik negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Negara-negara Uni Eropa sekarang cenderung bungkam terhadap Cina dan melaksanakan apa yang disebut "diplomasi senyap". Banyak pemimpin Barat yang berkunjung ke Cina dan mengatakan, mereka menyinggung juga soal HAM di belakang pintu tertutup. Namun orientasi para pemimpin barat yang utama adalah membuat kesepakatan dagang.

HRW mengimbau negara-negara barat agar berhenti menerapkan standar ganda dalam isu hak asasi manusia. Standar-standar hak asasi harus dipertahankan, juga ketika berhadapan dengan adidaya ekonomi seperti Cina. "Yang harus disadari adalah, pemerintah Cina sedang bekerja untuk "melenyapkan sistem hak asasi internasional" dan menggantinya dengan sistem yang lain.

hp/rap