HRW: Perempuan Korut Alami Pelecehan Seksual Secara Masif
1 November 2018
Para pengungsi dan mantan pejabat Korea Utara mengungkapkan adanya pelecehan seksual yang luas di negaranya. Tetapi hanya lima orang yang dihukum karena perkosaan tahun 2015.
Iklan
Para pejabat Korea Utara secara rutin melakukan pelecehan dan kekerasan seksual kepada perempuan tanpa dampak hukum apapun, kata organisasi hak asasi Human Rights Watch (HRW) dalam laporan yang dirilis Kamis (1/11).
Kekerasan seksual terhadap perempuan itu begitu meluas sehingga "telah diterima sebagai bagian dari kehidupan normal," kata HRW dalam laporannya.
"Kekerasan seksual di Korea Utara adalah rahasia terbuka, tidak ditangani, dan ditoleransi secara luas," kata direktur eksekutif HRW Kenneth Roth. "Perempuan Korea Utara mungkin akan menyerukan 'Me Too' jika mereka punya cara untuk mendapatkan keadilan, tetapi suara mereka dibungkam di bawah kediktatoran Kim Jong Un."
Laporan itu berjudul "You Cry at Night But Don't Know Why," (Kalian Menangis Malam Hari, Tapi Tidak Tahu Mengapa) didasarkan pada wawancara dengan 54 pengungsi asal Korea Utara dan delapan mantan pejabat Korea Utara.
Impunitas total
Para pejabat partai, penjaga penjara, polisi, pejabat pasar, jaksa dan tentara melakukan perkosaan dan pelanggaran lainnya secara rutin terhadap perempuan dengan impunitas (tanpa hukuman) total, kata HRW.
Perempuan Korea Utara jarang melaporkan pelecehan dan kekerasan itu karena takut pembalasan atau stigma sosial, dan hanya ada sedikit cara untuk melaporkan hal tersebut. Melaporkan kekerasan seksual bahkan dapat mengarah pada hukuman balasan yang lebih besar, termasuk pemukulan, penahanan dan kerja paksa.
Kim & Trump: A big deal?
26:00
Korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh laki-laki diperburuk oleh tradisi hierarkis dan patriarki pada masyarakat Korea Utara, kata laporan itu.
Sebagian besar pelecehan seksual dilakukan oleh polisi atau anggota aparat keamanan lain, ketika para perempuan ditahan.
Korut menganggap tidak ada masalah
Perempuan yang bekerja di pasar swasta yang sedang berkembang juga menjadi mangsa para inspektur pasar dan pejabat lainnya.
"Pada hari-hari mereka ingin melakukannya, penjaga pasar atau petugas polisi bisa meminta saya untuk mengikuti mereka ke ruang kosong di luar pasar, atau tempat lain yang mereka pilih," kata salah satu mantan pedagang pasar. "Mereka menganggap kami mainan (sex). Kami tergantung pada sikap mereka."
Sampai kini, Korea Utara tidak mengakui pelecehan terhadap perempuan sebagai masalah. Data yang dikirim oleh rezim Korea Utara ke panel PBB tentang kesetaraan gender hanya menunjukkan lima kasus perkosaan di seluruh negari pada tahun 2015.
Laporan HRW dikeluarkan ketika Korea Selatan dan Amerika Serikat melakukan pembicaraan diplomatis dengan Korea Utara untuk denuklirisasi. Dengan fokus pada masalah keamanan, isu hak asasi manusia yang buruk di Korea Utara telah dipinggirkan, kata HRW dalam laporannya.
Hukum Perkosaan di Berbagai Negara
Trauma berkepanjangan, hancurnya semangat hidup, bahkan berujung kematian, banyak kepahitan dialami korban perkosaan. Sudah saatnya semua negara memperbaiki perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual.
Foto: Fotolia/Artem Furman
Jerman: No Means No
Tahun 2016 definisi perkosaan diperluas. Jika korban mengatakan 'TIDAK‘ terhadap aktivitas seksual, dan pihak lain tetap memaksa, maka pihka yang memaksa dapat diajukan ke pengadilan. Hukum Jerman sebelumnya terkait kekerasan seksual amat lemah. Sebuah kasus dianggap pemerkosaan hanya jika sang korban secara fisik mencoba melawan pelaku.
Foto: dapd
Perancis: Verbal pun Dapat Dihukum
Istilah "pemerkosaan" mencakup kegiatan seksual tanpa kesepakatan pihak yang terlibat atau adanya unsur pemaksaan. Pelanggar bisa mendapat ancaman vonis hingga 20 tahun penjara. Orang yang berulang kali secara verbal melecehkan orang lain secara seksual dapat dijatuhi vonis denda tinggi - atau bahkan hukuman penjara sampai dua tahun.
Foto: picture alliance/Denkou Images
Italia: Suami pun Bisa Dipenjara
Pada tahun 1996, Italia memperluas hukum kejahatan seks, mencakup pemaksaan aktivitas seksual dalam pernikahan. Ancaman bagi seseorang yang memaksa pasangannya berhubungan seks, sementara pasangannya menolak, bisa terancam hukuman 10 tahun penjara.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Gambarini
Swiss: Penetrasi Vagina
Swiss membatasi definisi pemerkosaan dengan kegiatan penetrasi pada vagina. Serangan pelecehan seksual lainnya dapat dikategorikan sebagai pemaksaan seksual – jika korban menolak, baik secara fisik maupun verbal. Hukuman untuk semua pelanggaran bisa divonis hingga 10 tahun penjara. Sejak tahun 2014, perkosaan dalam pernikahan dapat dikenai hukuman.
Foto: Fotolia/Ambelrip
Swedia: Korban terpaksa karena takut
Di bawah hukum pidana Swedia, membuka paksa baju orang lain dapat dikenai hukuman hingga 2 tahun penjara. Eksploitasi seks terhadap orang dalam "kondisi tak berdaya," seperti tertidur atau di bawah pengaruh obat/alkohol, termasuk pemerkosaan. Sejak 2013, perkosaan juga termasuk serangan terhadap orang yang tidak menolak karena takut, hingga tercipta kesan terjadinya hubungan seks konsensual.
Foto: Fotolia/Gerhard Seybert
Amerika Serikat: Bahkan terjadi di kampus
Definisi kekerasan seksual bervariasi dari satu negara bagian ke negara bagian lain. Di Kalifornia, misalnya kedua pihak pasangan harus secara jelas menyetujui tindakan seksual, jika tak mau dianggap sebagai perkosaan. Aturan ini juga berlaku untuk mahasiswa di kampus-kampus, di mana dilaporkan meluasnya kekerasan seksual dalam beberapa tahun terakhir
Foto: Fotolia/Yuri Arcurs
Arab Saudi: Melapor malah dihukum
Negara ini menetapkan hukuman mati bagi pemerkosaan, meski masih sulit menjerat pelaku yang memperkosa istri mereka. Ironisnya perempuan yang melaporkan perkosaan malah bisa dihukum jika dianggap "aktif" berkontribusi dalam perkosaan. Misalnya, perempuan yang bertemu dengan laki-laki yang kemudian memperkosa mereka, dapat dihukum karena dianggap mau bertemu dengan lelaki itu.