1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hubungan Indonesia-Jerman: Tidak Ada Konflik Serius

Michel Penke
10 September 2021

Selama 16 tahun masa jabatan Kanselir Angela Merkel, hubungan perdagangan Jerman dan Indonesia terus meningkat. Tapi volumenya masih rendah dan belum semua potensi dikembangkan secara optimal.

 Hannover Messe 2021
Hannover Messe dibuka secara virtual oleh Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Joko Widodo, April 2021Foto: Muchlis Jr /Presidential Palace Jakarta

"Meskipun Indonesia, dengan lebih dari 17.000 pulau dan populasi yang muda, tampak sangat berbeda dari Jerman, ada sejumlah kesamaan yang mengejutkan" - kata- Kanselir Jerman Angela Merkel, ketika membuka Pameran Industri Internasional di Hannover April 2021 bersama Presiden Joko Widodo yang tampil secara virtual.. Merkel selanjutnya mengatakan, Jerman ingin menjadi bagian dari "transformasi Indonesia menjadi ekonomi digital dan netral iklim".

Seberapa dekat hubungan Jerman-Indonesia dalam hal kerja sama, perdagangan, pariwisata, dan pertukaran budaya?

1. Hubungan perdagangan

Selama 16 tahun Merkel menjabat, perdagangan antarnegara antara Jerman dan Indonesia meningkat. PDB Indonesia telah tumbuh stabil sekitar lima persen per tahun selama beberapa dekade. Jerman bukan mitra dagang terpenting bagi Indonesia, sekalipun hubungan perdagangan kedua negara punya sejarah panjang. Kepala Kamar Dagang Jerman-Indonesia di Jakarta Jan Rönnfeld mengakui, hubungan perdagangan Jerman-Indonesia memang "agak tertinggal".

Presiden Joko Widodo berkunjung ke Jerman, April 2018Foto: Reuters/H. Hanschke

"Jika Anda membandingkan ukuran Indonesia dengan negara-negara seperti Vietnam atau Thailand, seharusnya ada lebih banyak perdagangan, lebih banyak investasi, lebih banyak bisnis yang dilakukan orang Jerman di Indonesia.” Tapi dia menjelaskan, ada persaingan ketat di dunia perdagangan Asia, terutama dari Cina, Jepang dan Korea. Ekonomi Jerman saat ini masih terlalu fokus pada Cina.

Tetapi perusahaan-perusahaan besar Jerman yang sudah lama beroperasi di Indonesia telah mendirikan anak perusahaan atau menambah lokasi produksi di Indonesia, antara lain Airbus, Adidas, BASF, BMW, Bayer, Bosch dan Siemens.

"Saya selalu merekomendasikan pengusaha Jerman agar memandang Indonesia sebagai pasar strategis karena volume ekonominya,” Jan kata Rönnfeld sambil menyebut Indonesia sebagai "salah satu pasar terbesar di dunia".

Grafik neraca hubungan dagang Indonesia Jerman sampai 1995-2018

Namun dia juga melihat ada masalah besar, yaitu standar industri yang tidak konsisten dan peraturan bisa tiba-tiba berubah. Di lain pihak, Komisi Eropa saat ini merencanakan spesifikasi ketat perlindungan iklim, antara lain dengan pembatasan jejak CO2 yang akan dikenakan pada produk asing, termasuk dari Indonesia. "Inibisa menimbulkan keresahan," kata Jan Rönnfeld, apalagi jika Jerman dan Uni Eropa tidak mengomunikasikannya dengan baik.

2. Produk yang paling banyak diperdagangkan: mesin dan tekstil

Meskipun sesekali ada kemunduran, baik ekspor ke maupun impor dari Jerman terus tumbuh. Komoditas terpenting yang dibeli Indonesia dari Jerman adalah mesin, bahan kimia dan mobil.

Indonesia memang belum cukup baik di bidang produksi dan teknik mesin, kata Jan Rönnfeld. Itu sebabnya lebih dari 90 persen mesinnya harus diimpor dari luar negeri, misalnya untuk sektor teknologi medis. "Reputasi produk Jerman masih sangat baik sampai sekarang," tambahnya.

Indonesia terutama mengimpor mesin, bahan kimia dan kendaraan dari Jerman

Indonesia, pada gilirannya, terutama mengekspor tekstil dan produk pertanian ke Eropa Tengah, lebih dari setengahnya ke Jerman. Namun, pasar Jerman belum signifikan bagi perusahaan-perusahaan Indonesia. Hal ini terutama disebabkan fakta bahwa sebagian besar perusahaan Indonesia masih dalam proses mengembangkan pasar domestik, jelas Jan Rönnfeld. Jadi ekspor ke Eropa cenderung dilakukan oleh perusahaan multinasional yang punya lokasi produksi di Indonesia.

3. Pariwisata: Orang Jerman terutama menikmati liburan di Asia Tenggara

Indonesia dan tetangganya, Thailand, dan Filipina, adalah tujuan wisata yang sangat populer bagi orang Jerman. Menurut Research Group Vacation and Travel hampir setengah dari warga Jerman yang bepergian ke Asia mengunjungi kawasan itu tahun 2019, sebelum pandemi Corona menghentikan pariwisata global. Sedangkan Jepang dan Cina misalnya, yang punya hubungan ekonomi yang jauh lebih kuat dengan Jerman, tidak menjadi tujuan wisata utama warga Jerman. Hanya sepuluh persen kunjungan wisata ke Asia tertuju ke dua negara itu.

Negara tujuan wisatawan Jerman di Asia

4. Studi di luar negeri: Mahasiswa Indonesia tertarik belajar ke Jerman

Universitas Jerman cukup populer di kalangan orang Indonesia. Sekitar 11.000 mahasiswa Indonesia tercatat sedang melanjutkan pendidikan di Jerman pada 2019, menurut data Kantor Statistik Federal. Mahasiswa Indonesia mencakup sekitar 1,4 persen dari semua mahasiswa non-Jerman. Sebagai negara tujuan untuk belajar, Jerman berada di peringkat yang sama dengan Australia, Amerika Serikat, Malaysia, dan Jepang, yang menjad tujuan paling populer di luar negeri bagi pelajar Indonesia.

5. Belajar bahasa Jerman? Lebih baik tidak

Namun sebagian besar pelajar Indonesia enggan belajar bahasa Jerman: hanya 0,1 persen orang Indonesia belajar bahasa Jerman pada tahun 2019, menurut catatan lembaga kebudayaan Jerman Goethe-Institute. Tapi jumlah itu memang rendah di negara-negara Asia. Hanya orang-orang di Asia Tengah dan Rusia yang belajar bahasa Jerman lebih sering.

Pelajar bahasa Jerman di Asia

Mitra ekonomi dengan sedikit konflik

Meskipun pertukaran ekonomi meningkat dalam beberapa tahun terakhir, keterkaitan ekonomi antara Indonesia dan Jerman masih rendah. Salah satu alasannya, Indonesia relatif sedikit terintegrasi ke dalam rantai produksi internasional dibandingkan dengan potensi ekonominya.

Sejauh ini, ekonomi Jerman masih sangat fokus pada Cina. Namun jika pertumbuhan ekonomi di Indonesia stabil, negara ini bisa menjadi lebih penting bagi ekspor Jerman di masa depan. Kelas menengah Indonesia berkembang pesat dan daya belinya juga terus meningkat, setidaknya sebelum pandemi corona melanda dunia. Ini akan meningkatkan permintaan akan barang-barangberkualitas tinggi. Sebelum krisis Corona, Indonesia mendapatkan sebagian besar produk teknologi medisnya dari Jerman, dan sektor konstruksi yang sedang booming mendorong impor mesin dari Eropa.

Permintaan untuk produk dan teknologi "Made in Germany" diperkirakan akan tetap tinggi, meskipun pemerintah Indonesia saat ini berusaha mengurangi ketergantungannya pada impor teknologi tinggi dan sedang mempromosikan penguatan pasar domestiknya sendiri. Selain itu, dalam bidang politik, berbeda dari Cina, hampir tidak ada konflik besar antara Indonesia dan Jerman yang membebani hubungan perdagangan. "Hubungan antarnegara baik," kata Jan Rönnfeld, "Tidak ada konflik politik yang serius."

(hp/vlz)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait