Kelihatannya sulit dibayangkan, bahwa Jerman dan Israel bisa menjalin hubungan normal setelah aksi Holocaust. Nyatanya, terjadi hal normal dan situasi abnormal. Perspektif Alexander Kudascheff.
Iklan
Tepat 50 tahun lalu Jerman dan Israel bisa menjalin hubungan diplomatik resmi. Kurang dari 20 tahun setelah Adolf Hitler dan kekaisaran ketiga-nya dikalahkan dan peristiwa Holocaust, yang memakan korban enam juta Yahudi Eropa, dideportasi dan dibunuh massal di kamar gas kamp konsentrasi.
Walaupun pada tahun 1952 ditandatangani kesepakatan "perujukan kembali" antara Jerman dan Israel, 13 tahun kemudian masih sulit dibayangkan, bahwa Jerman dan Israel berusaha menjalin resmi hubungan diplomatik, tanpa mengindahkan kejahatan berat saat Perang Dunia II. Di Israel muncul aksi protes massal kaum Yahudi yang marah. Sebuah hal yang dapat dimengerti sepenuhnya, baik secara politik maupun dari sisi manusiawi.
Sekarang, 50 tahun kemudian, kita harus mengatakan terjadinya keajabian politik. Kini, Jerman dan Israel berdiri amat rapat. Lebih 200.000 warga Israel punya paspor ke-dua, paspor Jerman. Sekarang ini, Jerman - negara Holocaust, disamping Amerika Serikat menjadi negara yang paling dipujikan di Israel. Yang lebih penting lagi, pemerintah di Berlin dan di Tel Aviv bekerjasama erat dengan rasa saling percaya amat tinggi.
Jerman menjadi negara yang paling diandalkan Israel di Eropa. Juga pada saat terjadi silang sengketa dan kejengkelan menyangkut politik pendudukan Israel, atau penolakan berdirinya sebuah negara Palestina, seperti saat kampanye Banjamin Netanjahu. Keamanan Israel menjadi kepedulian Jerman, seperti ditekankan Kanselir Angela Merkel, tanpa mendapat banyak tentangan.
Seringkali Jerman menjadi satu-satunya negara di Uni Eropa yang membela Israel. Sebuah kenyataan pahit bagi sebuah negara yang dikelilingi musuh. Dan yang juga tidak lazim, Jerman yang bertanggung jawab atas Shoah, kini menjadi mitra paling erat Israel. Sebuah perkembangan yang 50 tahun lalu tidak ada seorangpun yang menganggapnya mungkin terjadi.
Auschwitz - Menengok Kekejaman Sebuah Kamp
Kamp konsentrasi Auschwitz berhasil dibebaskan pasukan Soviet, 27 Januari 1945. Sejak tahun 1996, tanggal ini dijadikan sebagai hari peringatan bagi para korban kekejaman Nationalsozialismus (Nazi).
Foto: AP
Pembebasan
75 tahun lalu, Tentara Merah berhasil membebaskan kamp konsentrasi dan kamp pemusnahan Auschwitz-Birkenau. Antara tahun 1940-1945, lebih dari satu juta orang, kebanyakan warga Yahudi, tewas dibunuh di kamp ini. Ketika tentara Soviet membebaskan kamp, mereka hanya menemukan sekitar 7000 orang yang selamat. Tampak dalam foto yang diambil Januari 1945, tiga orang penghuni kamp yang berhasil selamat.
Foto: AP
Hampir Mati Kelaparan
10 hari sebelum Tentara Merah membebaskan kamp ini, Nazi menggiring sekitar 60 ribu tawanan, dengan apa yang disebut Todesmarsch atau Mars Kematian, ke kamp lain. Mereka yang tinggal di kamp adalah para tahanan yang kondisinya telah lemah akibat kelaparan.
Foto: AP
Tahanan Anak
Nazi menahan sekitar 232 ribu anak-anak di Auschwitz-Birkenau. Kebanyak dari mereka adalah anak-anak keturunan Yahudi. Selain itu terdapat juga anak-anak Roma, anak-anak yang dikirim dari Polandia, Rusia dan Ukraina. Saat ini, masih hidup sekitar 300 anak dari 2000 anak yang berhasil diselamatkan 70 tahun lalu.
Foto: AP
Sinisme Nazi
"Arbeit macht frei“ atau terjemahan harfiahnya "Kerja Dapat Membebaskan“, semboyan yang terpampang di depan gerbang utama kamp konsentrasi Auschwitz I. Tahun 2009, plang tulisan asli di gerbang ini telah dicuri, dan diganti dengan satu replika. Plang asli yang berhasil ditemukan kembali kini disimpan di museum.
Foto: AP
Holocaust
Auschwitz-Birkenau merupakan kamp konsentrasi dan kamp pemusnahan terbesar yang dibangun Nazi. Dan kamp ini merupakan satu-satunya yang berhasil dipertahankan kondisinya sesuai dengan kondisi ketika kamp ini dibebaskan tahun 1945 – atau seperti tampak dalam foto yang dibuat tahun 1946.
Foto: AP
Tugu Peringatan Asli
Untuk mempertahankan kamp ini sebagai tugu peringatan, Polandia telah membentuk satu yayasan. Jerman telah menjanjikan 120 juta Euro dana yang dibutuhkan, sehingga pekerjaan pemeliharaan dapat terus dilaksanakan dalam tahun-tahun mendatang. Foto yang diambil tahun 1958 memperlihatkan gudang penyimpanan di balik pagar listrik tegangan tinggi
Foto: AP
Pembunuh
Salah satu dari 116 foto langka para petinggi Nazi di Auschwitz ini diambil pada tahun 1944. Richard Bär, yang sejak Mei 1944 memegang komando tertinggi di Auschwitz, di sebelahnya, Dr. Josef Mengele, komandan di Birkenau, Josef Kramer (tertutup wajahnya), serta mantan komandan Auschwitz Rudolf Höß. Pria paling kanan tidak diketahui identitasnya.
Foto: AP
Fotografer
Wilhelm Brasse berusia 25 tahun ketika tiba sebagai tahanan politik di Auschwitz. Atas perintah SS, ia membuat foto dari sekitar 40 ribu tahanan. Ia pun diharuskan mendokumentasikan eksperimen medis brutal yang dilakukan Dr. Mengele. Akibat trauma, setelah perang berakhir, tidak pernah sekalipun menyentuh kamera lagi. Kisah Brasse diabadikan dalam satu film Polandia berjudul "Potrecista“.
Foto: dpa
Seleksi
Foto dari tahun 1944 yang kini tersimpan di Museum Yad Varshem ini memperlihatkan para perempuan dan anak-anak, yang dipisahkan dari kelompok laki-laki. Mereka sedang menjalani psores ‚penyeleksian, ketika tiba di Auschwitz-Birkenau.
Foto: AP
Kerja Rodi
Mereka yang lolos dari 'seleksi’ diharuskan melakukan kerja yang berat. Tampak dalam foto, para perempuan yang lolos seleksi berdiri dalam antrian untuk menerima perintah kerja.
Foto: AP
Barak Perempuan
Kelaparan dan kedinginan merupakan keseharian yang harus dijalani para perempuan penghuni kamp di Birkenau. Mereka ditempatkan dalam barak terpisah di lokasi kamp.
Foto: dpa
Warisan Holocaust
Di area kamp Auschwitz seluas hampir 200 hektar terdapat 300 barak tahanan. Banyak bagian dari kamp konsentrasi Auschwitz yang sampai sekarang tetap terpelihara keasliannya dan dijadikan sebagai tugu peringatan serta museum kekejaman Holocaust. Museum ini juga dijadikan pusat penelitian Holocaust.
Foto: dpa
Krematorium
Auschwitz-Birkenau memiliki enam kamar gas serta empat krematorium. Rasa kengerian masih dapat dirasakan para pengunjung ketika melihat bekas oven pembakaran jenazah ini. Banyak tahanan dari seluruh Eropa dibunuh pada hari kedatangan mereka dan jenazah mereka dibakar di tempat ini.
Foto: AP
Rencana Pemusnahan
Salinan asli dari rencana pembangunan kamp konsetrasi dan kamp pemusnahan Auschwitz tahun 1941 dan 1942. Salinan asli ini kini disimpan di Museum Holocaust Yad Vaschem di Yerusalem. Dalam salinan ini digambarkan berapa besar dan di mana saja akan dibangun kamar gas dan oven pembakaran korban. Salinan ini ditemukan pada tahun 2008 di sebuah apartemen di Berlin.
Foto: AP
14 foto1 | 14
Hubungan normal kedua negara memang sulit dipercaya. Tapi inilah normalitas dalam abnormalitas. Sebab trauma sejarah tetap membebani kedua negara. Pemusnahan sebagian besar kaum Yahudi di Eropa oleh Nazi, menjadi sebuah jalinan hubungan, sebuah identitas dan persepsi timbal balik diantara kedua negara. Ini yang membentuk mentalitas warga di kedua negara.
Warga Israel menilai tinggi warga Jerman, tapi sebaliknya warga Jerman kurang menghargai warga Israel, terutama akibat konflik Timur Tengah. Banyak warga Jerman bersimpati pada Palestina, yang dinilai korban tindakan keras Israel. Sikap ini bisa dengan cepat berkembang menjadi kesulitan. Akan tetapi, hubungan antara Jerman dan Israel, 70 tahun setelah berakhirnya Perang Dunia II setelah pembantaian jutaan kaum Yahudi, secara mengejutkan amatlah bagus. Kita harus berterima kasih untuk itu.