Apa Hubungan antara Krisis Iklim dan Cuaca Ekstrem?
Jan D. Walter | Beatrice Christofaro
28 Desember 2022
Ilmuwan memodelkan banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan secara real time dengan analisis atribusi untuk menentukan seberapa besar peran pemanasan global dalam setiap peristiwa. DW melihat lebih dekat.
Iklan
Badai salju dahsyat menerjang sebagian wilayah Amerika Serikat dari utara ke selatan, menewaskan sedikitnya 50 orang. Jutaan orang harus hidup tanpa aliran listrik, tidak sedikit yang terjebak di dalam mobil atau terdampar di bandara lantaran banyak penerbangan yang dibatalkan.
Namun, warga Amerika bukan satu-satunya yang harus berjuang menghadapi cuaca ekstrem di musim liburan ini. Hujan deras di Filipina juga menyebabkan banjir bandang hingga menewaskan sedikiznya 25 orang dan membuat ribuan orang mengungsi. Sementara Afrika terus berjuang melawan kekeringan paling parah dalam beberapa dekade terakhir.
Bencana-bencana ini membuat banyak orang mengaitkannya dengan krisis iklim. Bisakah kita menentukan seberapa besar faktor perubahan iklim berperan dalam bencana alam tertentu?
"Cuaca ekstrem selalu ada dan akan selalu ada," kata Sjoukje Philip, seorang peneliti iklim di Institut Meteorologi Kerajaan Belanda. "Namun, perubahan iklim mungkin berdampak pada probabilitas ekstremitas peristiwa cuaca ekstrem", tambahnya.
Menentukan kontribusi perubahan iklim, adalah apa yang coba diprediksi oleh Philip, bersama tim peneliti internasional di World Weather Attribution, dengan melakukan analisis atribusi secara real time dari peristiwa cuaca global saat terjadi.
Tahun 2022: Krisis Iklim Melanda Seluruh Dunia
Tahun 2022 seluruh dunia dilanda cuaca panas yang ekstrem, kekeringan, kebakaran, badai dan banjir yang terkait dengan perubahan iklim. Berikut sejumlah peristiwa cuaca yang terjadi tahun 2022.
Foto: Peter Dejong/AP Photo/picture alliance
Eropa: Lebih panas dan lebih kering dari sebelumnya
Musim panas di Eropa ditandai cuaca panas ekstrem dan kekeringan terburuk dalam 500 tahun. Lebih 500 orang tewas akibat gelombang panas di Spanyol, dengan suhu hingga 45 derajat Celsius. Di Inggris, cuaca panas juga mencapai lebih 40 derajat Celsius. Sebagian benua Eropa jadi wilayah paling kering selama lebih dari satu milenium, sehingga banyak daerah terpaksa menjatah air.
Foto: Thomas Coex/AFP
Kebakaran hutan melanda seluruh Eropa
Mulai dari Portugal, Spanyol, Prancis, Italia, Yunani, Siprus, hingga Siberia, dilanda kebakaran hutan. Bencana itu telah menghanguskan 660.000 hektar lahan pada pertengahan tahun 2022 — kebakaran terbesar sejak pencatatan iklim dimulai pada tahun 2006.
Hujan monsun yang ekstrem menenggelamkan sepertiga wilayah Pakistan. Banjir itu menewaskan lebih dari 1.100 orang, menyebabkan 33 juta orang kehilangan tempat tinggal, dan memicu penyebaran penyakit. Hujan lebat juga melanda Afganistan. Banjir besar menghancurkan ribuan hektare lahan, memperburuk bencana kelaparan yang sudah akut di negara itu.
Foto: Stringer/REUTERS
Gelombang panas ekstrem dan topan terjang Asia
Sebelum dilanda banjir, Afganistan, Pakistan, dan India alami panas dan kekeringan ekstrem. Cina juga alami kekeringan terburuk dalam 60 tahun dan gelombang panas terburuk sejak pencatatan dimulai. Awal musim gugur, 12 topan telah mengamuk di seluruh Cina. Badai besar juga melanda Filipina, Jepang, Korea Selatan, dan Bangladesh. Perubahan iklim membuat Intensitas badai semakin kuat.
Foto: Mark Schiefelbein/AP Photo/picture alliance
Krisis iklim memperburuk kondisi Afrika
Afrika memanas lebih cepat dibanding rata-rata global. Itu sebabnya benua ini secara tidak proporsional dilanda perubahan pola curah hujan, kekeringan, dan banjir. Somalia sedang menghadapi kekeringan terparah dalam 40 tahun. Krisis itu telah memaksa lebih dari satu juta orang meninggalkan kawasan mereka.
Foto: ZOHRA BENSEMRA/REUTERS
Bencana kelaparan di Afrika
Banjir dan kekeringan telah membuat pertanian dan peternakan praktis tidak mungkin dilakukan di beberapa bagian Afrika. Akibatnya, 20 juta orang mengalami kelaparan. Banyak yang meninggal karena kelaparan di Etiopia, Somalia, dan Kenya.
Foto: Dong Jianghui/dpa/XinHua/picture alliance
Kebakaran dan banjir di Amerika Utara
Badai dahsyat menerjang sejumlah negara bagian AS, seperti California, Nevada, dan Arizona. Gelombang panas menghanguskan ketiga negara bagian dengan suhu mencapai lebih dari 40 derajat Celsius di akhir musim panas. Sebaliknya, hujan lebat di awal musim panas menyebabkan banjir parah di Taman Nasional Yellowstone dan di negara bagian Kentucky.
Foto: DAVID SWANSON/REUTERS
Badai menghancurkan Amerika
Pada September lalu, Badai Ian menghancurkan Florida. Otoritas setempat menggambarkan kerusakan itu sebagai "peristiwa bersejarah." Sebelumnya, badai itu melewati Kuba, di mana penduduknya hidup tanpa listrik selama berhari-hari. Badai Fiona juga menjadi topan tropis terburuk yang melanda Kanada setelah pertama kali menghantam Amerika Latin dan Karibia, mengakibatkan kerusakan parah.
Foto: Giorgio Viera/AFP/Getty Images
Badai tropis dahsyat landa Amerika Tengah
Badai Fiona bukan satu-satunya badai yang melanda Amerika Tengah. Pada Oktober lalu, Badai Julia menghantam Kolombia, Venezuela, Nikaragua, Honduras, dan El Salvador, menyebabkan kehancuran yang meluas. Pemanasan global meningkatkan suhu permukaan laut yang memperkuat intensitas badai.
Foto: Matias Delacroix/AP Photo/picture alliance
Kekeringan ekstrem di Amerika Selatan
Kekeringan yang terus-menerus melanda hampir seluruh Amerika Selatan. Cile, mengalami merosotnya curah hujan ekstrem sejak 2007. Di banyak daerah, sungai-sungai menyusut antara 50 dan 90%. Meksiko juga hampir tidak pernah mengalami hujan selama beberapa tahun berturut-turut. Argentina, Brasil, Uruguay, Bolivia, Panama, sebagian Ekuador, dan Kolombia pun mengalami kekeringan.
Foto: IVAN ALVARADO/REUTERS
Selandia Baru dan Australia tenggelam
Curah hujan yang intens menyebabkan rangkaian banjir ekstrem di Australia. Antara Januari dan Maret, pantai timur negara itu menerima curah hujan sebanyak yang dialami Jerman dalam setahun. Selandia Baru tidak luput dari banjir. Fenomena cuaca La Nina berada di balik peristiwa ekstrem tersebut. Atmosfer yang lebih hangat menyerap lebih banyak air, membuat curah hujan lebih deras. (ha/as)
Foto: Jenny Evans/Getty Images
11 foto1 | 11
Apakah pemanasan global memicu banjir dan gelombang panas?
Bencana cuaca tidak pernah hanya disebabkan oleh satu penyebab. Tapi merupakan gabungan dari faktor alam dan faktor aktivitas manusia. Misalnya, penggundulan hutan skala besar dan pengaspalan area hijau yang dapat memperparah bencana banjir.
Perubahan iklim juga merupakan faktor manusia, tetapi tidak pernah menjadi satu-satunya pemicu bencana cuaca. "Pengaruhnya bergantung pada fenomena cuaca yang bersangkutan dan bobotnya berbeda untuk setiap peristiwa", kata ahli klimatologi Jerman Friederike Otto dari Imperial College di London dan pendiri tim peneliti Atribusi Cuaca Dunia.
"Perubahan iklim memainkan peran besar untuk beberapa peristiwa", kata Otto menambahkan. "Tetapi untuk sebagian besar peristiwa lainnya seperti hujan deras atau kekeringan, sering kali faktor tersebut relatif kecil dibandingkan dengan yang lain", papar pakar klimatologi itu.
"Saat iklim Bumi menghangat, atmosfer kita dapat menahan lebih banyak kelembapan, kira-kira 7% lebih banyak untuk setiap 1 derajat (Celsius) pemanasan. Kelembapan tambahan itu berkontribusi pada curah hujan yang lebih tinggi, termasuk hujan salju," jelas Peter Girard, juru bicara resmi untuk lembaga nirlaba AS Climate Central.
Sementara hujan salju terjadi lebih intens di beberapa bagian Asia Utara dan Timur, Amerika Utara dan Greenland, para ilmuwan masih belum yakin bagaimana tepatnya perubahan iklim memengaruhi badai musim dingin di banyak tempat.
"Hubungan antara suhu ekstrem dan pemanasan global jauh lebih langsung", kata Sjoukje Philip. Perubahan suhu tidak harus lebih ekstrem, tetapi karena suhu rata-rata global meningkat, gelombang panas menjadi lebih panas dan udara dingin menjadi lebih moderat.
"Dengan gelombang panas, perubahan iklim benar-benar mengubah permainan," kata Friederike Otto.
Apa yang Bisa Dilakukan untuk Menahan Laju Pemanasan Global?
Sementara jejak karbon banyak dianggap remeh oleh perusahaan bahan bakar fosil, ada banyak hal yang dapat kita lakukan secara individu untuk membantu membatasi emisi gas rumah kaca yang meningkatkan pemanasan global.
Foto: picture-alliance/U. Baumgarten
Pilih alat transportasi yang rendah emisi
Gunakan bus, kereta, atau sepeda. Kereta untuk perjalanan antarkota di Eropa menghasilkan hingga 90 persen lebih sedikit emisi karbon dibanding menggunakan pesawat.
Foto: Binh Truong/Photoshot/picture alliance
Pilih makan tumbuhan ketimbang daging
Peternakan daging dan susu menyumbang sekitar 15% dari emisi gas rumah kaca (GRK) global. Industri ini juga bertanggung jawab atas hilangnya keanekaragaman hayati, mengontaminasi tanah, dan polusi.
Foto: picture-alliance/dpa/Photoshot/R. Levine
Kritisi kebijakan pemerintah yang tidak ramah lingkungan
Aksi protes, kampanye di media sosial, atau menyampaikan aspirasi kepada perwakilan lokal yang akan berdampak pada politisi.
Foto: Justin Ng/Avalon/picture alliance
Pilih energi terbarukan
Menggunakan listrik yang berasal dari tenaga angin atau matahari adalah cara yang baik untuk memangkas sumber utama karbon perusak iklim.
Foto: Amit Dave/REUTERS
Hemat Energi
Cabut colokan elektronik yang tidak digunakan dan matikan komputer di malam hari.
Foto: Jens Niering/picture alliance
Setop buang makanan
Kamu dapat meminta supermarket untuk berhenti membuang makanan ekstra. Selain itu, sebaiknya bawa wadah penyimpanan untuk sisa makanan yang tidak kamu habiskan saat berada di restoran. (ap)
Foto: picture-alliance/dpa/C. Soeder
6 foto1 | 6
Apakah perubahan iklim punya dampak yang sama di mana-mana?
"Dampak perubahan iklim juga berbeda dari satu daerah ke daerah lainnya", kata Philip lebih lanjut. "Jadi meski untuk jenis cuaca ekstrem yang serupa, tetap bisa berbeda untuk daerah yang berbeda."
Pemanasan global membuat peristiwa hujan deras hingga banjir 1,2 hingga 9 kali lebih mungkin terjadi. Pada saat yang sama, curah hujan kemungkinan besar 3% hingga 19% lebih kuat daripada 120 tahun yang lalu, kata kelompok riset tersebut.
Jadi, ketidakpastian dalam atribusi cuaca sangat bervariasi, tergantung pada lokasi. Ilmuwan iklim dapat menentukan pengaruh pemanasan lebih tepat di wilayah yang lebih besar. Namun, jelas bahwa pengaruh pemanasan global terhadap hujan deras di Afrika Selatan, kemungkinan besar lebih kecil daripada di Eropa Tengah.
Iklan
Memprediksi bencana cuaca di masa depan
Potensi bencana di masa depan tidak dapat diprediksi dengan model yang ada — cuacanya terlalu kacau untuk itu. Prakiraan cuaca yang akurat hanya mungkin dilakukan beberapa hari sebelumnya
Namun, model atribusi cuaca dapat menghitung dengan sangat baik frekuensi pola cuaca tertentu," kata Otto.
Menurut temuan Atribusi Cuaca Dunia, saat kita terus membakar bahan bakar fosil yang menyebabkan suhu rata-rata global meningkat, dengan dampak pola cuaca yang dapat memicu banjir, kekeringan, dan bencana ekstrem lainnya menjadi lebih mungkin terjadi. (ha/as)