1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Hukum dan PengadilanJerman

Serangan Pisau Solingen: Regulasi Deportasi Jerman Disorot

Elizabeth Schumacher
27 Agustus 2024

Serangan pisau di Solingen telah menimbulkan keraguan terhadap undang-undang deportasi Jerman karena tersangka tetap berada di negara tersebut meskipun ada perintah untuk mengembalikannya ke Bulgaria, tempat asalnya.

Issa Al H., tersangka penusukan di kota Solingen, Jerman barat, dikawal polisi dalam perjalanan ke Kejaksaan Umum Federal di Karlsruhe, Jerman, 25 Agustus 2024.
Issa Al H. telah dibawa ke Kejaksaan Umum Federal di Karlsruhe, JermanFoto: Heiko Becker/REUTERS

Kasus serangan pisau di Solingen, dengan tersangka warga Suriah berusia 26 tahun bernama Issa Al H.*, yang berafiliasi dengan ISIS, membuat undang-undang deportasi Jerman menjadi sorotan. Regulasi tersebut telah mengalami empat reformasi besar sejak 2015. Namun, masih banyak pencari suaka yang telah ditolak terabaikan di dalam negeri.

Pada bulan Januari, pemerintah Jerman menyetujui serangkaian tindakan baru yang pertama kali diusulkan oleh Menteri Dalam Negeri Nancy Faeser pada tahun 2023. Ini termasuk perpanjangan masa penahanan bagi mereka yang dijadwalkan untuk dideportasi, perpanjangan hak penggeledahan dan penyitaan bagi polisi yang mencurigai seorang yang akan dideportasi bersembunyi di akomodasi bersama atau tidak memiliki tanda pengenal, dan tidak memberi tahu pencari suaka yang ditolak tentang waktu deportasi mereka dalam upaya untuk menghindari pelarian. (Ada pengecualian untuk aturan yang terakhir bagi anak di bawah umur atau keluarga dengan anak-anak.)

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Undang-Undang Peningkatan Deportasi juga mencakup aturan baru yang menyatakan bahwa keanggotaan organisasi kriminal, bahkan jika seseorang belum dihukum karena suatu kejahatan, merupakan alasan deportasi.

Ketentuan undang-undang baru mengenai tanggal penahanan dan deportasi mulai berlaku pada bulan Februari tahun ini, dan ketentuan penggeledahan dan penyitaan pada awal bulan Agustus.

Surat kabar Neue Osnabrücker Zeitung melaporkan pada bulan Mei bahwa jumlah deportasi resmi pada kuartal pertama tahun ini telah meningkat drastis. Sekitar 3.566 orang dideportasi dalam tiga bulan pertama tahun 2023. Pada tahun 2024, jumlah tersebut telah naik menjadi 4.791, meningkat sebesar 34%.

Meskipun demikian, menurut catatan pemerintah dari laporan surat kabar tersebut, sekitar 7.048 deportasi yang direncanakan tidak dijalankan. Dalam beberapa kasus, hal ini terjadi karena pilot dapat menolak untuk menerbangkan penerbangan deportasi karena alasan teknis atau karena mereka yang dijadwalkan untuk dideportasi mungkin memiliki masalah kesehatan yang serius. Namun, dalam sebagian besar kasus, hal ini terjadi karena pencari suaka yang ditolak telah menghilang atau karena negara asal mereka belum atau tidak setuju untuk menerima mereka.

Perlindungan warga negara Suriah

Jika seseorang tidak memenuhi syarat sebagai pengungsi berdasarkan Konvensi Pengungsi Jenewa, di Jerman mereka diizinkan untuk mengajukan sesuatu yang disebut "perlindungan tambahan" jika mereka akan berada dalam bahaya serius jika dikembalikan ke tanah air mereka.

Suriah dihapus dari daftar negara yang tidak dapat dideportasi Jerman pada tahun 2020. Dan pada bulan Juli, putusan pengadilan tentang deportasi seorang penyelundup manusia yang dihukum menyebutkan bahwa beberapa wilayah Suriah aman untuk menerima warganya kembali. Namun, sebagian besarpengungsi Suriah di Jerman masih diberikan perlindungan tambahan atau diizinkan untuk tetap tinggal.

Pencari suaka yang ditolak biasanya ditahan sambil menunggu deportasi mereka, hanya jika mereka dianggap sebagai risiko bagi keselamatan publik atau jika ada dugaan kuat bahwa mereka akan mencoba melarikan diri. Menurut laporan media Jerman, Issa Al H. tidak dianggap sebagai orang berbahaya atau berisiko melarikan diri.

Yang semakin memperumit masalah dalam kasus Solingen adalah undang-undang suaka Uni Eropa yang tumpang tindih. Sebelum datang ke kota Bielefeld di Jerman dan mengajukan suaka pada tahun 2022, Al H. pertama kali tiba di Uni Eropa melalui Bulgaria. Oleh karena itu, ia seharusnya dikirim kembali ke Bulgaria untuk memproses permohonan suakanya.

Namun, jika seseorang berada di negara kedua selama lebih dari enam bulan, tanggung jawab tersebut kemudian dialihkan ke lokasi baru mereka.

Batas waktu tersebut diperpanjang hingga 18 bulan untuk kasus orang yang tidak dapat ditemukan, dan selama waktu tersebut pihak berwenang di lokasi terakhir mereka diharapkan melakukan pencarian. Belum jelas seberapa luas perburuan yang dilakukan untuk Al H. setelah dipastikan bahwa ia telah menghilang. Bagaimanapun, ketika pihak berwenang tiba di tempat kediamannya di kota Paderborn pada bulan Juni 2023 untuk mengirimnya ke Bulgaria, ia tidak ditemukan.

Beberapa bulan kemudian ia muncul kembali di Jerman, ketika ia ditempatkan di rumah pengungsi di Solingen. Karena waktu yang telah berlalu, ia dapat mengajukan suaka di Jerman dan diberikan perlindungan tambahan.

Ketidakpastian hukum

Hingga Desember 2023, ada 242.600 orang di Jerman yang dijadwalkan untuk dideportasi. Enam puluh persen dari mereka adalah pencari suaka yang ditolak.

Yang semakin mempersulit prosedur deportasi di Jerman adalah apa yang dikenal sebagai visa Duldung, atau visa "toleransi". Orang yang memiliki Duldung hidup dalam ketidakpastian hukum di mana mereka tidak langsung menghadapi deportasi karena, misalnya, masalah medis atau karena mereka bersekolah di Jerman.

Orang dengan Duldung biasanya tidak diizinkan bekerja dan dibatasi ke mana mereka dapat bepergian. Pemerintah daerah diberi hak untuk menerbitkan visa ini secara individual sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas kerja kantor yang bertanggung jawab. Hal ini dapat mengakibatkan beberapa orang tinggal di Jerman tanpa izin tinggal yang sebenarnya selama bertahun-tahun.

Mulai Oktober 2022, orang-orang yang telah berada di Jerman selama lima tahun dengan Duldung dan tidak melanggar hukum kini diizinkan untuk mengajukan "visa peluang" dan diberi waktu 18 bulan untuk mencari cara agar dapat bertahan hidup. Menurut pihak berwenang, pengajuan visa yang tertunda juga menjadi salah satu alasan mengapa beberapa perintah deportasi tidak dilaksanakan.

(yp/yf)

*Nama lengkap dirahasiakan demi mematuhi undang-undang privasi Jerman

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait