Didakwa Korupsi, Aung San Suu Kyi Divonis 33 Tahun Bui
30 Desember 2022
Aung San Suu Kyi dinyatakan bersalah pada seluruh dakwaan dalam persidangan tertutup dan dijatuhi hukuman total 33 tahun penjara. Tuduhan berkisar seputar korupsi hingga melanggar undang-undang rahasia resmi.
Iklan
Pengadilan junta Myanmar kembali memvonis Aung San Suu Kyi atas lima dakwaan korupsi, menambah tujuh tahun hukuman penjara sebelumnya. Persidangan tersebut diadakan secara tertutup dan muncul perintah pembungkaman yang mencegah kuasa hukum Suu Kyi untuk membahas proses peradilan.
Sejak militer menggulingkan pemerintahan terpilih Suu Kyi pada Februari 2021, sejumlah dakwaan, yang oleh para kritikus disebut bermotivasi politik, mengakibatkan dia dijatuhi hukuman total 33 tahun penjara.
Iklan
Junta klaim vonis diputus secara adil
Peraih Hadiah Nobel Perdamaian berusia 77 tahun itu dinyatakan bersalah atas setiap tuduhan oleh junta, termasuk kasus korupsi, memiliki walkie-talkie, menentang pembatasan COVID-19, dan melanggar undang-undang rahasia resmi. Suu Kyi masih dapat mengajukan banding atas putusan terbaru.
Pada September lalu, Suu Kyi dan mantan Presiden Win Myint divonis hukuman tiga tahun penjara, karena didakwa mencoba memengaruhi komisi pemilu Myanmar menjelang pemilu 2020.
Sebelumnya, dia telah menanggapi tuduhan terhadapnya dengan menyebutnya sebagai tidak masuk akal. Sementara itu, junta militer mengklaim bahwa tuduhan terhadap Suu Kyi benar dan telah diputus secara adil oleh pengadilan yang tidak memihak.
Negara-negara Barat mengutuk proses peradilan tersebut sebagai sandiwara yang dimaksudkan untuk mengintimidasi musuh utama junta, karena pemilu yang diusulkan militer tahun depan semakin dekat.
Suu Kyi saat ini ditahan di penjara Naypyitaw di fasilitas terpisah yang baru dibangun, dekat dengan gedung pengadilan tempat persidangannya dilakukan. Pertarungan hukum Suu Kyi kemungkinan besar akan berakhir, setidaknya untuk sementara, hal itu mungkin membuka pintu baginya untuk dapat menerima pengunjung, sesuatu yang belum dapat dia lakukan sejak dipenjara.
Sebuah pernyataan dari pemerintah militer menanggapi permintaan PBB untuk sebuah pertemuan mengatakan: "Tergantung pada keadaan setelah selesainya proses peradilan, kami akan mempertimbangkan bagaimana melanjutkannya."
Antara tahun 1989 dan 2010, Suu Kyi adalah seorang tahanan politik yang ditempatkan di bawah tahanan rumah selama lebih dari 15 tahun. Perjuangan tanpa kekerasan untuk demokrasi membuatnya mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1991.
Aung San Suu Kyi: Ironi Pejuang Kemerdekaan
Aung San Suu Kyi dari Myanmar memiliki komunitas global yang mendukungnya ketika dia menjadi tahanan politik belasan tahun. Namun, dalam beberapa tahun terakhir dia dihujani protes soal militer membantai Muslim Rohingya.
Foto: picture-alliance/dpa
Lahir untuk demokrasi
Aung San Suu Kyi lahir tanggal 19 Juni 1945 di Yangon, yang dulu merupakan ibu kota Myanmar di yaman koloni Inggris. Ia anak perempuan pahlawan nasional Jenderal Aung San yang menjadi korban serangan tahun 1947. Suu Kyi mengenyam pendidikan di Inggris dan pulang ke Myanmar pada akhir 1980an. Dia menjadi tokoh kunci dalam pemberontakan 1988 melawan kediktatoran militer di negara tersebut.
Foto: dapd
Tahanan Rumah
Tahun 1989, sesaat sebelum pemilu, Aung San Suu Kyi untuk pertama kalinya menjadi tahanan rumah. Hampir selama 15 tahun ini hanya mendekam di rumahnya. Setelah tahun 1995, Suu Kyi dilarang bertemu kedua putra dan suaminya, Michael Aris, bahkan setelah suaminya didiagnosis menderita kanker. Aris, terlihat di foto menampilkan gelar doktor kehormatan yang diberikan kepada istrinya.
Foto: TORSTEN BLACKWOOD/AFP
Nobel Perdamaian
Tahun 1991 Aung San Suu Kyi diberi penghargaan Nobel Perdamaian bagi "usahanya memperjuangkan demokrasi dan hak asasi manusia." Karena ia khawatir, junta militer tidak akan mengizinkannya kembali ke Myanmar, putranya Kim yang menerima penghargaannya di Oslo. Setelah 20 tahun berselang, Aung San Suu Kyi baru bisa menyampaikan pidato penerimaannya.
Foto: AP
Bebas dari tahanan rumah
Masa tahanan rumahnya benar-benar berakhir tanggal 13 November 2010. Ini momen yang menandakan proses pendekatan antara Aung San Suu Kyi dan junta militer. Militer tidak ingin terus diisolasi oleh dunia internasional dan Aung San Suu Kyi sadar, bahwa ia hanya akan sukses juga melakukan dialog dengan pihak militer.
Foto: picture alliance/epa/N. C. Naing
Kunjungan Pertama Seorang Presiden AS
Akhir 2012, Presiden AS Barack Obama berkunjung ke Myanmar. Ia bertemu dengan Aung San Suu Kyi di rumah tempat ia menjadi tahanan selama bertahun-tahun. Lewat kunjungannya, Obama seakan menghormati perjuangan sang tuan rumah dan membantu Myanmar keluar dari isolasi.
Foto: Reuters/K. Lamarque
Penghargaan dari Berlin
Tahun 2014 Aung San Suu Kyi berkunjung selama dua hari ke Berlin. Ia bertemu dengan Presiden Jerman Gauck dan meraih penghargaan Willy-Brandt atau upayanya memperjuangkan HAM dan demokrasi. Saat itu ia menegaskan, masa depan demokrasi negaranya masih belum jelas.
Foto: picture-alliance/dpa
Disumpah sebagai anggota parlemen
Usahanya selama puluhan tahun akhirnya membuahkan hasil, dan pada tahun 2012 Suu Kyi diizinkan mencalonkan diri dalam pemilu. Dia memenangkan kursi di parlemen saat Myanmar memulai peralihannya dari pemerintahan militer. Ia menjadi pemenang dalam pemilu tahun 2015, tapi pada akhirnya ia menjabat sebagai menteri luar negeri dan penasihat negara - peran yang mirip perdana menteri.
Foto: AP
Dikritik soal Rohingya
Krisis pengungsi Rohingya sedikti mencoreng namanya. Lembaga pembela hak asasi manusia melontarkan kritik terhadap pemenang hadiah Nobel perdamaian itu. Ia dtuding tidak berupaya untuk mengatasi krisis ini. Suu Kyi dianggap takut ditinggalkan pendukungnya yang mayoritas Buddha dalam Pemilu Parlemen.
Foto: Reuters/D. Whiteside
Tidak lagi disukai
Ketika menjadi penasihat negara di tahun 2016, Suu Kyi membentuk komisi untuk menyelidiki klaim tindak kekejaman negara terhadap kaum Rohingya di negara bagian Rakhine. Suu Kyi menuding Rohingya menyebarkan "segunung informasi yang salah", dan prihatin dengan "ancaman teroris" yang ditimbulkan oleh para ekstremis. Sikapnya memicu protes di negara-negara mayoritas Muslim di seluruh dunia.
Foto: picture-alliance/Zumapress/J. Laghari
Pemilu kontroversial
Pada tahun 2020, Partai Liga Nasional untuk Demokrasi(NLD) yang berkuasa di Myanmar memenangkan pemilu 8 November, dengan kursi yang cukup untuk membentuk pemerintahan berikutnya. Namun, pihak militer, Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan, mengklaim penipuan dan menuntut pemilihan baru yang diawasi oleh militer. Dengan itu muncul komentar-komentar yang menyinggung kemungkinan kudeta.
Foto: Shwe Paw Mya Tin/REUTERS
Militer menahan Aung San Suu Kyi
Aung San Suu Kyi bersama dengan beberapa sekutu politiknya, ditahan dalam penggerebekakan dini hari pada 1 Februari 2021 yang dipimpin oleh militer. Langkah itu dilakukan di tengah meningkatnya ketegangan antara pemerintah sipil dan militer. Junta militer mengklaim kecurangan pemilu dan mengumumkan keadaan darurat selama setahun dan menunjuk seorang mantan jenderal sebagai penjabat presiden.
Foto: Franck Robichon/REUTERS
11 foto1 | 11
PBB mengutuk kekerasan junta
Pemerintahan militer selama 49 tahun di Myanmar berakhir setelah Suu Kyi memimpin negara itu selama lima tahun sejak 2015. Liga Nasional untuk Demokrasi menang telak lagi dalam pemilu 2020, tetapi kemudian digulingkan dalam sebuah kudeta militer.
Pada Juli 2021, junta menyatakan hasil pemilu 2020 tidak sah dan mengklaim telah menemukan 11,3 juta kasus penipuan. Namun, pengamat independen membantah klaim tersebut.
Kudeta militer tahun 2021 memicu protes massal dan reaksi tindakan keras dari pasukan keamanan Myanmar. Kebrutalan militer itu menewaskan sedikitnya 2.685 warga sipil dan 16.651 warga lainnya ditangkap, demikina laporan Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah organisasi non-pemerintah yang melacak pembunuhan dan penangkapan non yudisial.
Dewan Keamanan PBB pada pekan lalu mendesak adopsi resolusi yang menuntut diakhirinya kekerasan di negara itu dan agar Suu Kyi beserta semua narapidana lainnya yang "ditahan secara sewenang-wenang" dibebaskan. Ini adalah resolusi DK PBB pertama tentang situasi di Myanmar sejak kudeta.
Resolusi tersebut juga meminta semua pihak untuk berupaya membuka saluran komunikasi dan rekonsiliasi untuk menemukan solusi damai atas masalah tersebut.