1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hukuman Penjara Bukan Hukuman Mati

18 Juli 2007

Dewan Hakim Tertinggi di Libya akhirnya mengubah hukuman mati menjadi hukuman penjara seumur hidup, bagi para terdakwa: Lima perawat Bulgaria dan seorang dokter Palestina.

Suasana di luar gedung sidang
Suasana di luar gedung sidangFoto: AP

Perasaan lega, tapi tanpa nada yang benar-benar gembira. Demikian reaksi pertama yang terdengar dari Osman al-Bisanti, pengacara kelima perawat Bulgaria.

“Paling tidak hukuman mati sudah dibatalkan itu hasil yang positif. Tidak akan ada eksekusi. Tapi hukuman penjara seumur hidup adalah keputusan yang keras. Meskipun demikian apa yang menghibur saya, bahwa para terdakwa mungkin suatu hari dapat kembali ke negara asalnya. Maka salah satu bagian krisis ini dapat terselesaikan.”

Putusan dewan hakim tertinggi dikeluarkan setelah menunggu selama dua hari. Baru Selasa malam ketika jurubicara yang mewakili ke-400 pihak keluarga korban menjelaskan kepada media massa, semua anggota keluarga menolak hukuman mati, hakim mengambil putusan tersebut. Menurut keterangan pengacara, penolakan ini bukan syarat yuridis, karena warga asing dikenai proses sesuai undang-undang hukum. Hanya dalam hukum Islam Syaria, terdapat kemungkinan dibatalkannya hukuman mati, jika anggota keluarga korban memaafkan kesalahan tersebut.

Tapi bagi dewan hakim tertinggi, sebuah dewan politis sebagai satu-satunya yang memiliki kapabilitas membatalkan atau mengubah putusan, persetujuan dari pihak keluarga korban merupakan dasar keputusan yang penting. Satu juta dollar bagi setiap anak merupakan nilai ganti rugi yang diterima keluarga tersebut. Selain itu Uni Eropa menyetujui pembayaran dana selanjutnya kepada sebuah yayasan, yang mendukung perawatan anak-anak yang terinfeksi virus AIDS. Bagi para korban ini berarti perundingan sudah berakhir, tapi tidak demikian bagi para terdakwa. Disampaikan Osman al-Bisanti

“Terdapat perjanjian ekstradisi antara Bulgaria dan Libya. Tapi sekarang harus dimulai perundingan, di mana keenam warga asing itu menjalankan hukuman penjaranya. Hari Rabu ini kami dapat memulai perundingan tersebut.”

Kesepakatan yang tercapai juga menguntungkan bagi dokter Palestina, karena sejak Juni lalu ia memiliki kewarganegaraan Bulgaria. Dengan perubahan dari hukuman mati menjadi hukuman penjara seumur hidup, Libya berhasil mengakhiri drama yang telah berlangsung selama delapan tahun, tanpa pihak kehakiman kehilangan muka. Memang dugaan bahwa kelima perawat dan seorang dokter menginfeksi lebih dari 400 anak dengan virus Aids di sebuah rumah sakit tetap ada. Juga meskipun mereka mendapat ijin ekstradisi. Bagi Libya mereka tetap bersalah.