1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

IAEA Desak Dialog dengan Iran dan Korut

20 April 2009

Di Beijing digelar konferensi Internasional Energi Nuklir untuk tingkat menteri. Di sela-sela konferensi juga dibahas perkembangan terakhir di Korea Utara dan Iran.

Bendera IAEA di depan kantor pusat di WinaFoto: AP

“Tidak ada solusi lain kecuali berdialog”. Demikian ungkap Mohammad El Baradei, Ketua Badan Internasional Energi Atom, (IAEA) di Beijing. Pernyataan ini bukan saja sehubungan dengan program nuklir Korea Utara. Kata-kata itu juga ditujukan kepada Iran. Baradei mengimbau Iran untuk mengizinkan inspeksi internasional yang lebih sering dan teliti terhadap instalasi nuklirnya. Ia juga menyatakan optimismenya atas perubahan politik Amerika Serikat terhadap Iran:

“Sangat senang bahwa ada perubahan dalam kebijakan Amerika Serikat, dari konfrontasi menjadi dialog dan sikap saling menghormati”, demikian ungkap Baradei.

Selain itu, Baradei memuji nada moderat yang mulai muncul dari pemimpin Iran. Imbauannya agar Iran membalas uluran tangan Amerika Serikat ini, antara lain juga karena menegangnya kembali hubungan kedua negara. Pengadilan Iran baru-baru ini menjatuhkan hukuman penjara terhadap seorang jurnalis warga Amerika Serikat.

Dalam jumpa pers usai KTT negara-negara Amerika di Trinidad, Presiden AS, Barack Obama menegaskan bahwa Roxana Saberi, yang dituding mata-mata, adalah warga Amerika keturunan Iran yang hanya ingin mengenal asal-usul keluarganya, karenanya harus dibebaskan.

Minggu petang Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad juga tampak berusaha mencairkan suasana. Ia mengatakan, jurnalis AS itu berhak menggugat keputusan pengadilan. Sebelumnya, Ahmedinejad yang selama ini menyangkal tuduhan memproduksi senjata nuklir, juga menyatakan Iran akan menawarkan paket baru yang bisa mendorong maju perundingan dengan negara-negara Barat.

Ketua IAEA El Baradei juga mengimbau pemerintah di Pyongyang agar mau kembali berdialog. Perundingan enam negara mandeg, setelah Korea Utara melakukan “walk out” sebagai protes atas kritik keras Dewan Keamanan PBB terhadap peluncuran satelit 5 April lalu. Sehubungan dengan Korea Utara, Baradei mengakui:

“Tampaknya kami salah langkah menghadapi masalah ini dan perkembangan terakhir merupakan pukulan mundur.”

Banyak negara menganggap peluncuran satelit itu sebagai samaran untuk tes roket. Duta Besar Jepang di PBB, Yukio Takasu ketika itu mengecamnya sebagai ancaman bagi seluruh dunia. Jepang adalah salah satu mitra perundingan enam negara, selain Korea Utara, Korea Selatan, Cina, Rusia dan Amerika Serikat.

Selain menolak berunding soal nuklir dengan mitranya, Korea Utara juga mengusir para inspektur IAEA. Akibatnya pekan lalu, para inspektur terpaksa membuka segel-segel IAEA di instalasi nuklir Yongbyon sebelum meninggalkan Pyongyang. El Baradei memperkirakan dalam beberapa bulan Korea Utara dapat kembali menghidupkan instalasi nuklirnya di Yongbyon.

Bagi Korea Selatan hal ini merupakan ancaman besar dan Senin (20/04), Presiden Korea Selatan mengadakan rapat genting dengan para petinggi Kementrian Pertahanan dan Keamanan negaranya. Selasa besok, wakil dari kedua Korea itu akan bertemu. Dan kini, Korea Selatan menyiapkan diri untuk segala kemungkinan, juga yang terburuk.

EK/afp/rtr/dpae/zr