IAEA Sepakati Pengawasan Instalasi Nuklir India
2 Agustus 2008Keputusan Badan Energi Atom Internasional, IAEA, di Wina merupakan peristiwa bersejarah. Begitu ungkap Perdana Menteri India, Manmohan Singh setibanya di Sri Lanka dalam rangka KTT Asia Selatan. Dikatakannya, inisiatif nuklir untuk penggunaan sipil ini bagus bagi India dan juga bagi dunia.
Persetujuan IAEA ini membuka jalan untuk kerjasama nuklir antara India dengan Amerika Serikat yang bermaksud memasok teknologi nuklir ke India. Namun untuk itu, India masih harus menunggu izin dari Grup Pemasok Nuklir, NSG, yang terdiri dari 45 negara pengekspor teknologi dan materi nuklir. Sedangkan pemerintah Amerika Serikat juga masih harus mendapat persetujuan Kongres.
Sampai tahun 2014, India berencana membangun 22 reaktor nuklir. Menurut pakar keamanan Siddarth Vardarajan, mulai tahun 2009 inspeksi sudah akan dilakukan: “14 instalasi nuklir dan sejumlah fasilitas lain akan diinspeksi, tetapi struktur kesepakatan keamanan ini menyebabkan fasiltas-fasilitas ini baru bisa diinspeksi setelah India menegosiasi pasokan kebutuhan lapangan untuk setiap reakor nuklir yang akan dibangun. Saya kira prosesnya akan membutuhkan waktu yang lama.”
Pemerintah India harus berjuang keras untuk menggolkan persetujuan IAEA ini. Di dalam negeri, hal ini dikritik keras oleh pihak oposisi. Kelompok kiri ini mencemaskan ancaman terhadap program strategis militer India, serta makin besarnya peluang Amerika Serikat untuk mencampuri politik luar negeri India.
Sementara sejumlah negara seperti Brasil, Jepang, Irlandia, Austria dan Swiss menyatakan kekuatiran, karena India belum menandatangani Perjanjian Non Proliferasi Nuklir, NPT. Oleh sebab itulah, dalam bulan-bulan terakhir India melakukan ofensiv diplomatis dan mengirimkan utusan khusus ke seluruh dunia untuk menggerakkan dukungan komunitas internasional. Dan berhasil. Pada pengambilan suara Dewan Guberbur IAEA di Wina, ke-35 anggotanya sepakat, termasuk saingan lamanya, Pakistan.
Meski begitu para kritik menyebut, pasokan teknologi nuklir dari Amerika Serikat untuk India melemahkan upaya pelaksanaan non-proliferasi nuklir secara internasional. Apalagi India dulu mengembangkan bom atom secara rahasia. Percobaan nuklirnya yang pertama dilakukan pada tahun 1974.
Disamping itu dalam rumusan kesepakatan, terdapat peluang bagi India untuk kapan saja melarang dilanjutkannya inspeksi. Siddarth Vardarajan mengatakan bahwa Al Baradei, Ketua IAEA telah mengomentarinya, “Dr. Al Baradei telah berusaha menjelaskan hal ini dalam komentar di akhir diskusi mengenai kesepakatan itu. Baik India maupun sekretariat IAEA telah menekankan bahwa prasyarat keamanan akan dilakukan sesuai dengan prasyarat yang selama ini digunakan oleh IAEA untuk negara-negara yang belum menandatangani kesepakatan non proliferasi senjata nuklir atau NPT.”
Di pihak lain, Iran tak pelak lagi menuduh Amerika Serikat berstandar ganda dalam rencananya bekerjasama nuklir dengan India. (ek)