1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikRusia

Ibu Desertir Rusia Beberkan Alasan Putranya Melarikan Diri

Marina Baranovska
8 Oktober 2022

Apa yang memotivasi ratusan ribu pria Rusia untuk melakukan desersi dan kabur dari panggilan perang? DW berbicara dengan ibu seorang desertir Rusia tentang perang dan perlawanan perempuan.

Prajurit Rusia berpisah dari keluarga di Saint Petersburg, (27/09)
Prajurit Rusia berpisah dari keluarga di Saint Petersburg, (27/09)Foto: AFP/Getty Images

Perintah mobilisasi parsial oleh Presiden Vladimir Putin mendorong ratusan ribu pria Rusia melarikan diri ke negeri jiran, antara lain Georgia, Kazakhstan dan Belarus. 

Mereka menolak berperang di Ukraina. Banyak yang mengungsi bahkan meski belum mendapat panggilan resmi. 

DW berbincang dengan ibu seorang pria Rusia yang melakukan desersi dan kini bermukim di luar negeri. Dia mengimbau kepada Eropa untuk membuka pintu bagi mereka yang tidak ingin berperang.

Berikut kutipan wawancaranya.

Deutsche Welle: Di mana anak Anda berada saat ini?

Irina Ivanova: Putra saya ada di Kazakshtan dan sibuk membangun kehidupan baru di sana. Mungkin dia akan mengajukan permohonan visa ke negara lain.

Apakah dia meninggalkan Rusia karena panggilan mobilisasi?

Tidak. Kami tidak menunggu selama itu. Karena dia pasti termasuk gelombang pertama yang mendapat panggilan. Usianya baru 30 tahun, mahasiswa dan pernah mengabdi di militer. Awalnya mahasiswa dikecualikan dari mobilisasi. Tapi anggota militer dan polisi berulangkali datang ke universitas. Sebab itu kami sekejap memutuskan untuk ke luar. Anak saya membeli tiket bus ke sebuah kota di perbatasan Kazakhstan. Kami tahu pintu perbatasan di sana masih terbuka buat warga Rusia. Seorang teman saya menunggu sampai dia melewati semua pemeriksaan dan menaiki kendaraan umum di seberang perbatasan.

Pemberkatan prajurit cadangan Rusia di BatayskFoto: Sergey Pivovarov/REUTERS

Ratusan ribu pria Rusia tiba-tiba mengungsi ke negara-negara tetangga. Apakah warga dikejutkan oleh perintah mobilisasi, karena sebelumnya hidup selama tujuh bulan seakan-akan tidak ada perang di Ukraina?

Asumsi itu tidak benar. Semua orang mengetahui berkecamuknya perang di Ukraina. Tapi semua punya masalah masing-masing. Mereka yang pergi berperang punya berbagai alasan, entah itu karena alasan ideologi, keuangan atau keyakinan pribadi. Tapi masalahnya sekarang, pemerintah memutuskan sepihak tanpa persetujuan individu. Banyak yang tidak suka dan akhirnya melarikan diri.

Bagaimana respons Anda terhadap sikap negara-negara Eropa yang menutup perbatasan bagi warga Rusia?

Di satu sisi, kekhawatiran Eropa beralasan. Tapi di sisi lain saya kecewa terhadap larangan masuk bagi semua warga Rusia, bukan mereka yang bertanggung jawab atas perang di Ukraina. Kami ditolak atas dasar ketakutan dan boikot politik. Bahwa Rusia adalah agresor dan semua warga Rusia termasuk di dalamnya. Tapi kita harus membedakan. Saya, anak saya, teman-teman saya, anak teman-teman saya bukan penyusup. Kami memprotes dengan berbagai cara. 

GIS Arta Mencari dan Mengunci Sasaran Artileri

03:36

This browser does not support the video element.

Banyak warga Barat yang beranggapan, mereka seharusnya tidak melarikan diri, melainkan mengupayakan perubahan dari dalam.

Saya tidak melihat adanya kemungkinan, di mana warga Rusia mengakhiri apa yang sedang terjadi di sini. Bagaimana pula kami bisa melakukannya? Para laki-laki melarikan diri karena mereka tidak ingin membasuhi tangan dengan darah. Yang tertinggal adalah perempuan. Lalu apa yang harus kami lakukan? Mungkin kami akan terdorong untuk melakukan pemberontakan, dan perlawanan perempuan bukan hal langka. Sejarah mengenal beberapa contoh.

Kenapa tidak banyak terdengar suara protes di Moskow, melainkan di kota-kota terpencil?

Teman-teman saya sering mendiskusikan hal ini. Meski berbeda pendapat, kami sepakat bahwa kami bertanggung jawab atas kemaslahatan anak-anak. Saya berparitisipasi di setiap aksi protes dan demonstrasi. Setiap kali, saya memastikan tidak menjadi korban pukulan polisi, karena saya masih punya dua anak di bawah umur.

Cara Bangsa yang Paling Bahagia Hadapi Ancaman Rusia

04:05

This browser does not support the video element.

Ada jutaan orang seperti saya. Jika kami tidak lagi ada, maka kehidupan anak-anak kami akan hancur. Di wilayah terpencil seperti Dagestan atau Yakutia, perlindungan bagi warga datang dari klan atau keluarga. Bagi penduduk Moskow seperti saya, tidak ada yang melindungi kami. 

Bagaimana reaksi warga terhadap mobilisasi parsial oleh Kremlin?

Di kalangan teman-teman saya, semua mengecam perang ini. Saya membenci aparat yang memperdaya tanah air saya. Hal ini sudah saya katakan sejak 20 tahun. Di sisi lain, saya mengerti, bahwa di provinsi terluar, di mana informasi datang dalam bentuk yang sudah dimanipulasi dan hanya didapat dari stasiun pemerintah, warga punya pandangan lain. Mereka siap memberikan dukungan total. Sementara kami merasa seperti minoritas.

Bagaimana Anda melihat masa depan Rusia?

Saya tidak bisa melihat adanya masa depan cerah bagi Rusia saat ini. Kami tidak memilliki figur pemimpin yang bisa dijadikan panutan. Mereka semua sudah dilenyapkan. Tidak seorang pun ingin menjadi pemimpin. Kami cuma memiliki sikap menolak. Apa yang tertinggal buat kami adalah berusaha untuk setidaknya menyelamatkan keluarga dan diri sendiri.

Wawancara oleh Marina Baranovska rzn/yf

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait