Presiden Joko Widodo memutuskan untuk memindahkan ibu kota Indonesia ke luar Pulau Jawa, dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (29/04). Syaratnya: tersedia lahan luas untuk membangun kota baru.
Iklan
Saat membuka rapat terbatas yang membahas rencana pemindahan ibu kota, Presiden Joko Widodo menekankan bahwa gagasan pemindahan ibu kota gagasan pemindahan ibu kota sudah muncul bahkan sejak era presiden pertama, Soekarno.
"Sampai di setiap era presiden pasti muncul gagasan itu, tetapi wacana ini timbul tenggelam karena tidak pernah diputuskan dan dijalankan secara terencana dan matang," ujar Jokowi di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/04) dikutip dari Republika.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Kepala Bappenas) Bambang Brodjonegoro menyebutkan ada konsekuensi atas keputusan pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa, salah satunya akan dibutuhkan biaya yang lebih besar.
"Kemudian syarat utamanya adalah ketersediaan lahan yang luas karena pada intinya adalah membangun kota baru dan tentunya akan dibutuhkan biaya yang tidak sedikit, di samping para ASN harus bersedia pindah dari posisi di Jakarta ke kota baru tersebut," ungkapnya.
Sejumlah lembaga pemerintahan akan turut dipindahkan ke Kota Baru tersebut yakni eksekutif, Kementerian/Lembaga, legislatif, parlemen MPR-DPR. "Kemudian yudikatif seperti kehakiman, kejaksaan, MK, dan seterusnya. Termasuk TNI-Polri, serta kedutaan besar serta perwakilan organisasi internasional yang ada di Indonesia," kata Bambang menjelaskan.
Namun untuk fungsi Jasa Keungan dan Perdagangan masih akan tetap di Jakarta. Konsep ini meniru beberapa kota di dunia yang memisahkan pusat bisnis dan pusat pemerintahan.
Inilah Kota Termahal di Indonesia
Survey biaya hidup yang dibuat Badan Pusat Statistik merunut daftar kota termahal di tanah air. Bahkan upah minimum kota tertinggi di Indonesia sekalipun tidak cukup untuk hidup layak di kota-kota ini
Foto: Reuters
1. Jakarta - Rp. 7,5 Juta/Bulan
Badan Pusat Statistik merilis Survey Biaya Hidup setiap lima tahun sekali yang merunut daftar kota dengan Indek Harga Konsumen (IHK) tertinggi. IHK menghitung rata-rata pengeluaran untuk barang dan jasa per rumah tangga di sebuah kota. Menurut survey tersebut, untuk hidup layak di Jakarta penduduk membutuhkan biaya sebesar 7,5 juta Rupiah per bulan.
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
2. Jayapura - Rp. 6,9 Juta/Bulan
Lantaran kelangkaan infrastruktur dan mahalnya biaya transportasi, kota-kota di timur Indonesia banyak mengisi daftar 10 besar kota termahal di tanah air. Jayapura adalah salah satunya. Dibutuhkan pendapatan bulanan sebesar 6,9 juta Rupiah buat setiap penduduk untuk bisa hidup layak di ibukota provinsi Papua ini.
Foto: picture alliance/robertharding/J. Sweeney
3. Ternate - Rp. 6,4 Juta/Bulan
BPS menaksir sekitar 35% biaya hidup bulanan digunakan untuk membeli makanan. Sementara sisanya terbagi antara biaya transportasi, rumah, pendidikan dan pengeluaran lain. Ternate mendarat di posisi ketiga kota termahal Indonesia. Kota di kaki gunung Gamalama itu baru saja menaikkan upah minimum menjadi 1,9 juta Rupiah. Padahal menurut BPS, biaya hidup bulanan di Ternate sebesar 6,4 juta Rupiah
Foto: Getty Images/AFP/STR
4. Depok - Rp. 6,3 Juta/Bulan
Serupa dengan kota satelit lain di sekitar Jakarta, pertumbuhan ekonomi Depok banyak dipengaruhi keberadaan kelas menengah yang bekerja di ibukota. Menurut temuan BPS, biaya hidup rata-rata penduduk kota berkisar 6,3 juta Rupiah. Bandingkan dengan Upah Minimum Kota yang dipatok sebesar 3 juta Rupiah per bulan.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
5. Batam - Rp. 6,3 Juta/Bulan
Pulau yang menikmati perjanjian perdagangan bebas dengan Singapura itu mencatat pertumbuhan ekonomi pesat yang digerakkan sektor industri dan pariwisata. Tidak heran jika biaya hidup di Batam termasuk yang tertinggi di Indonesia, yakni sekitar 6,3 juta Rupiah. Sementara upah terendah yang digariskan pemerintah kota tahun ini mencapai 2,9 juta Rupiah per bulan.
Perekonomian ibukota provinsi Papua Barat ini banyak diuntungkan oleh sektor pariwisata. Saat ini sekitar 210 ribu penduduk hidup di Manokwari. Upah minimum yang ditetapkan pemkot berkisar 2,2 juta Rupiah. Sementara biaya bulanan untuk memenuhi standar hidup layak menurut BPS adalah sebesar 6,2 juta Rupiah
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
7. Banda Aceh - Rp. 6,1 Juta/Bulan
Setelah tsunami 2004, Banda Aceh diguyur dana bantuan dan dana otonomi khusus. Namun pertumbuhan ekonomi di kota serambi Mekah itu masih jauh panggang dari api. Biaya hidup yang dinilai layak ditaksir sebesar 6,1 juta/bulan. Namun celakanya pendapatan rumah tangga di Banda Aceh tercatat yang terendah di Sumatera. Baru-baru ini pemerintah kota meningkatkan upah minimum menjadi 2,1 juta Rupiah
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
8. Surabaya - Rp. 6 Juta/Bulan
Perekonomian Surabaya tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir. 2014 silam pendapatan per kapita masyarakat mencapai 84 juta/kapita setiap tahun. Wajar jika kondisi tersebut tercermin pada Survey Biaya Hidup yang dirilis BPS. Menurut survey tersebut, biaya hidup layak di Surabaya mencapai 6 juta Rupiah per bulan. Adapun upah minimum kota dipatok sebesar 3 juta Rupiah
Foto: Getty Images
8 foto1 | 8
Ke mana Ibu Kota berpindah?
Hasil ratas ini langsung ramai diperbincangkan di sosial media. Lewat tagar #IndonesiaIbuKotaBaru, warganet mengusulkan lokasi ibu kota baru, seandainya berpindah dari Jakarta.
Akun Homo ngrowoensis usulkan lokasi ibu kota harus berada di tengah wilayah Indonesia, agar dekat dengan warga di Indonesia bagian timur, misalnya di Balikpapan atau di Makassar. Ada juga yang berguyon mengusulkan Medan, karena Jokowi sudah memiliki besan di Sumatra Utara.
Namun ada juga yang menolak pulaunya dijadikan ibu kota, seperti Habbibal Carthago, yang tidak setuju jika ibu kota dipindahkan ke Kalimantan, karena akan rawan konflik lahan dan pelanggaran hak masyarakat adat.
Anda punya usulan lain, ke mana lokasi yang tepat sebaiknya ibu kota Indonesia dipindahkan?
Mentawai: Dalam Hening Memburu Kebebasan
Di lepas pantai barat Sumatera, warga mentawai berlindung dari hiruk pikuk kota besar. Suku kuno ini pandai meramu, berburu dan piawai dalam menato tubuh. Berpuluh tahun lamanya mereka tertekan beragam pemaksaan.
Foto: Getty Images/AFP/S. Wibowo
Hidup tenang di pedalaman
Generasi tua Mentawai hidup secara tradisional jauh di dalam hutan di pulau terpencil Siberut. Sesuai tradisi seluruh tubuh dihiasi tato. Selama beberapa dekade menolak kebijakan pemerintah Indonesia yang mendesak pribumi di pedalaman meninggalkan kebiasaan lama, menerima agama yang diakui pemerintah dan pindah ke desa-desa pemerintah.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/G. Charles
Terisolasi dari dunia luar
Suku asli Mentawai, memiliki budaya langka yang tidak dipengaruhi agama Hindu, Budha atau Islam selama dua milenium terakhir. Tradisi dan keyakinan mereka sangat mirip dengan pemukim Austronesia yang datang ke kawasan ini sekitar 4.000 tahun silam. Sejak bermukim di Pulau Siberut dua ribu tahun lalu, warga Mentawai hidup terisolir dari dunia luar.
Foto: picture-alliance/dpa/Zulkifli
Menghadapi paksaan
Ketika Indonesia merdeka 1945, para pemimpin negara berusaha mengubah mereka menjadi bangsa dengan bahasa dan budaya yang sama. Semua warga Indonesia harus menerima salah satu agama di Indonesia yang diakui secara resmi: Islam, Kristen, Katolik, Hindu atau Budha. Tapi Mentawai, seperti banyak suku-suku asli animisme Indonesia lainnya, tidak mau mengadopsi agama yang diakui oleh negara.
Foto: picture-alliance/dpa/Zulkifli
Diultimatum pemerintah
Tahun 1954, polisi Indonesia dan pejabat negara lainnya tiba di Siberut untuk memberikan ultimatum: Orang Mentawai memiliki waktu 3 bulan untuk memilih Kristen atau Islam sebagai agama mereka dan berhenti mempraktikkan ritus tradisional mereka, yang dianggap kafir. Kebanyakan warga Mentawai memilih Kristen. Mereka pun sempat dilarang bertato dan meruncingkan gigi yang merupakan bagian dari adat
Foto: Getty Images/AFP/S. Wibowo
Ritual asli dihabisi
Selama beberapa dekade berikutnya, polisi Indonesia bekerja sama dengan pejabat negara dan tokoh agama rutin mengunjungi desa-desa Mentawai untuk membakar hiasan tradisional dan simbol yang biasa dipakai untuk ritual keagamaan. Kaumtua melarikan diri lebih dalam ke hutan untuk menghindari tekanan aparat negara.
Foto: picture-alliance/maxppp/D. Pissondes
Rentan ideologi komunisme?
Reimar Schefold, antropolog Belanda yang tinggal di Mentawai pada akhir 1960-an, menceritakan Kepada New York Times, bagimana warisan kuno dihancurkan: "Ketika mereka gelar ritual, polisi datang, membakar peralatan tradisional mereka –yang dianggap berhala,” Pemerintahan di era Soeharto juga khawatir bahwa mereka yang tidak memeluk agama yang ditetapkan negara- rentan terhadap pengaruh komunis.
Foto: Imago/ZUMA Press
Hidupkan kembali tradisi
Sekarang hanya sekitar 2.000 warga Mentawai yang masih laksanakan ritual tradisional mereka. Demikian antropolog Juniator Tulius, Upaya hidupkan kembali tradisi Mentawa dimulai, namun masih terseok. Saat Indonesia menuju demokrasi pada tahun 1998, budaya Mentawai ditambahkan ke kurikulum sekolah dasar lokal. Warga Mentawai juga bisa beribadah dan berpakaian sebagaimana yang mereka inginkan.
Foto: picture-alliance/Godong
Melestarikan adat istiadat
Ini Aman Lau lau, ia disebut Sikerei atau dukun. Dapat dikatakan, ia adalah perantara yang bertugas menjaga kelancaran arus komunikasi antara manusia dengan alam atau roh. Dia punya perean sosial sebagai penyembuh atau menari, menghibur dan menyemarakkan pesta-pesta rakyat Mentawai. Editor: ap/as(nytimes/berbagai sumber)