ICONIC 2018 jadi ajang adu ide gagasan periset Indonesia di Jerman. Pemerintah Indonesia sendiri ingin bangun pusat riset nasional.
Iklan
Dalam konferensi komunitas intelektual terpadu ICONIC 2018 yang berlangsung di Hannover, Jerman, akhir April 2018, sejumlah peneliti Indonesia, termasuk yang tengah melakukan penelitian di Jerman menyampaikan temuan mereka yang bisa diaplikasikan untuk kepentingan bersama.
Salah satunya riset energi terbarukan yang dipaparkan peneliti muda Reza Mahtub dari Universitas Technische Hochschule Mittelhessen. Mahasiswa di Jerman ini bersama timnya dari Universitas Gajah Mada ini ingin mereduksi karbondioksida. "Caranya dengan menggunakan reaksi Sabatier, yakni menggabungkan karbondioksida dengan hidrogen untuk menghasilkan methana dan air, yang manfaatnya bisa untuk menurunkan karbondioksida yang tingkatnya sudah memprihatinkan dan berdampak buruk bagi manusia, khususnya di Indonesia."
ICONIC 2018; Saintis Indonesia Dorong Pembangunan Berkelanjutan
Konferensi Komunitas Intelektual Terpadu ICONIC di Hannover jadi ajang pertemuan para saintis Indonesia di Jerman dan pengambil kebijakan dalam bertukar wawasan.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Ilmu pengetahuan untuk pembangunan yang berkelanjutan
Konferensi Komunitas Intelektual Terpadu ICONIC 2018 merupakan konferensi kali ke-3. Konferensi ini diselenggarakan tiap dua tahun sekali. Tema yg diusung untuk tahun ini adalah "Ilmu Pengetahuan untuk Pembangunan yang Berkelanjutan". Kegiatan ilmiah ini diselenggarakan oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia di Jerman (PPI Jerman e.V).
Foto: DW/A. Purwaningsih
Peningkatan kemampuan negara berkembang dalam bersaing
Konferensi Komunitas Intelektual Terpadu ICONIC 2018 diselenggarakan di kota Hannover, Jerman. Tujuannya adalah untuk berkontribusi pada peningkatan kemampuan negara berkembang dalam bersaing dan bertahan hidup di dunia global saat ini, khususnya di bidang industri, serta proses pembelajaran bagi masyarakat di Indonesia maupun bagi mahasiswa Indonesia khususnya dalam menyampaikan ide-ide ilmiah.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Mencari solusi untuk masalah internasional
ICONIC 2018 ingin menjadi pemicu terbentuknya konferensi pemuda di masa depan, di mana orang-orang dari seluruh dunia dapat menemukan platform untuk bertemu dan saling bertukar ide atau solusi untuk masalah internasional. Mahasiswa atau peneliti yang tergabung dalam ICONIC tak sekadar ingin mengembangkan ilmu, melainkan juga mendorong agar ilmu mereka dapat dimanfaatkan.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Berbagi ilmu sekaligus berupaya mengaplikasikan
Lewat kegiatan ICONIC ini, para saintis Indonesia di Jerman maupun yang melakukan penelitian di tanah air dapat berbagi ide, gagasan dan wawasan dengan para rekan-rekan peneliti dan berusaha agar ilmu yang mereka peroleh dapat diterapkan. Mereka juga berdebat atas hasil penelitian antar rekan. Kritik yang membangun diharapkan jadi perbaikan dalam penelitian.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Tema utama: IT, Nutrisi, Medis
Fokus dalam acara saintis Indonesia di Jerman ini dirangkum dalam tiga kelompok besar, yakni: pengembangan energi dan sumber daya alam yang berkelanjutan; mengedepankan teknologi informasi dan telekomunikasi; logistik dan pengembangan industri makanan dan ilmu medis.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Berangkat dari tujuan pembangunan PBB
Rangkuman tema itu berangkat dari tujuan PBB yang ingin memerangi kelaparan, meningkatkan kesehatan, pendidikan bagi semua orang, kesetaraan gender, sanitasi dan air bersih, serta tercukupinya energi bersih. Pertumbuhan ekonomi, pengembangan industri, inovasi dan infrastruktur juga jadi masalah yang harus dicari solusinya.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Mendorong manusia agar lebih bertanggung jawab
Tidak ketinggalan, semuanya itu diharapkan agar tidak mengabaikan upaya dalam mengatasi kesenjangan yang jadi masalah di banyak negara, termasuk Indonesia. Kota yang berkelanjutan dan pengembangan sumber daya masyarakat juga jadi cakupan. Hal lain yang juga penting, bagaimana agar manusia lebih bertanggung jawab atas apa yang dikonsumsi dan diproduksi.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Bersaing di tatanan global
Di sini ide-ide yang kontributif dikumpulkan dan para peneliti berusaha menerbitkannya di jurnal internasional yang sudah mapan, di mana ide-ide ini dapat diambil sebagai referensi di masa mendatang atau solusi untuk masalah yang dihadapi oleh setiap komunitas atau institusi. (ap/ts)
Foto: DW/A. Purwaningsih
8 foto1 | 8
Bangun pusat riset
Kini pemerintah sendiri tengah berencana untuk membuat pusat induk riset nasional di tanah air, untuk menampung para periset Indonesia baik di dalam mapun di mancanegara sebagaimana dijelaskan oleh Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Muhammad Dimyati saat berjumpa dengan DW di Hannover, Jerman: "Pemerintah kini membuka kemudahan bagi para peneliti. Penelitian itu kini dimungkinkan bertahun-tahun, dan butuh dukungan untuk beberapa tahun hingga selesai. Dengan demikian peneliti bisa mendapatkan kepastian. Dimungkinkan individu dan NGO menggunakan dana pemerintah untuk riset. "
Jika sebelumnya peneliti yang didanai pemerintah wajib memberi bukti kwitansi pengeluaran biaya untuk kebutuhan riset, kini yang lebih diutamakan adalah pertanggungjawaban atas hasil penelitian. Dikatakannya: "Setiap penelitian dulu harus dikejar-kejar dengan kwitansi, peneliti kesulitan karena setiap langkah harus tunjukkan bukti pengeluaran dana untuk riset, namun mereka kini tak lagi dikejar urusan birokarasi, yang penting pertanggungjawaban hanya dalam bentuk paten dan publikasi."
Sains Berutang Budi pada Perempuan-perempuan ini
Meski seksisme yang merajalela, sejumlah perempuan mampu membuktikan betapa gender tidak menentukan bakat seseorang. Hasil kerja mereka menjadi landasan kemajuan sains di era modern.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Thissen
Ada Lovelace, Matematika
Terlahir tahun 1815, Ada Lovelace adalah pakar matematika berbakat yang menulis instruksi program komputer pertama pada pertengahan abad 18. Ada termasuk ilmuwan paling pertama yang meyakini kalkulator memiliki kemampuan melebihi fungsinya sebagai alat menghitung. Namanya melambung setelah membantu pionir komputer, Charles Babbage, mengembangkan mesin komputasi pertama, Analytical Engine
Foto: public domain
Marie Curie, Fisika Nuklir
Marie Curie adalah perempuan pertama yang memenangkan hadiah Nobel, yang pertama mendapat dua penghargaan bergengsi itu dan satu-satunya manusia yang memenangkan hadiah Nobel di dua bidang yang berbeda. Dilahirkan pada 1867, Curie termasuk ilmuwan paling dikenal dalam sejarah berkat risetnya di bidang radiasi nuklir dan penemuan dua elemen baru, yakni radium dan polonium.
Foto: picture alliance/United Archiv
Rosalind Franklin, Kimia
Rosalind Franklin tidak pernah mendapatkan hadiah Nobel, meski karyanya bernilai penting buat ilmu pengetahuan. Pasalnya perempuan Yahudi asal Inggris ini berhasil mengungkap rahasia struktur molekuler DNA dan RNA. Berbekal hasil penelitian Franklin, dua ilmuwan lain, James Watson dan Francis Crick, berhasil menemukan DNA Heliks Ganda dan mendapat hadiah Nobel di bidang Kedokteran.
Foto: picture-alliance/HIP
Dorothy Hodgkin, Kimia
Pionir Biokimia Inggris, Dorothy Hodgkin, berteman dekat dan sering bekerjasama dengan Franklin. Ia mengembangkan teknik Kristalografi protein yang mampu mengungkap struktur biomolekul dan menjadi perempuan ketiga yang memenangkan Nobel Kimia pada 1964. Lima tahun setelah kemenangannya itu, Hodgkin kembali mencatat sejarah sains setelah berhasil mengurai struktur Insulin.
Foto: picture-alliance/dpa/Leemage
Elizabeth Blackburn, Biologi
Perempuan Amerika berdarah Australia ini memenangkan hadiah Nobel di bidang Medis pada 2009 silam. Bersama dua ilmuwan lain, Carol Greider dan Jack Szostak, Elizabeth Blackburn mengungkap bagaimana enzim telomer melindungi dan mengurangi kerusakan DNA, serta berperan pada proses penuaan. Hasil risetnya itu mendasari penelitian Kanker hingga kini.
Foto: picture-alliance/dpa/S.Merrell
Jane Goodall, Primatologi
Goodall bisa jadi merupakan pakar simpanse paling berbakat dalam sejarah. Ia menghabiskan puluhan tahun mempelajari perilaku sosial dan interaksi intim primata cerdas ini di Tanzania. Goodall yang juga menemukan bahwa satwa memiliki kepribadian unik sering dituduh melakukan Antropomorfisme alias mendefinisikan hewan berdasarkan atribut manusia.
Foto: picture alliance/Photoshot
Rita Levi-Montalcini, Neurobiologi
Dilahirkan di Italia 1909, karir Montalcini sempat mandek lantaran diskriminasi anti Yahudi yang marak di era Benito Mussolini. Karena dilarang bekerja, dia lalu membangun laboratorium di kamar tidurnya sendiri. Pada 1986 ia mendapat hadiah Nobel setelah berhasil mengosolasi Faktor Pertumbuhan Syaraf (NGF) dari jaringan kanker. Montalcini berusia 100 tahun ketika memenangkan Nobel.
Foto: picture-alliance/maxppp/Leemage
Jocelyne Bell-Burnell, Fisika
Pada 1967 Jocelyne Bell-Burnell menemukan sinyal yang berotasi secara berkala. Sinyal yang awalnya diduga pesan dari mahluk luar angkasa itu ternyata adalah bintang neutron. Penemuan tersebut dirayakan sebagai salah satu pencapaian terbesar Astronomi di abad ke-20. Hingga kini, keputusan panitia Nobel tidak menghargai hasil kerja Jocelyne masih menjadi kontroversi. (rzn/yf)
Foto: Getty Images/AFP/M. Cizek
8 foto1 | 8
Lebih lanjut ia mengatakan: "Pemerintah juga bisa memberikan penugasan kepada individu dan institusi untuk melakukan riset. Sehingga apa yang dilakukan di Indonesia sama dengan yang di luar negeri."
Ditambahkan olehnya: "Undang-undang hak paten juga berpihak pada peneliti. Tak hanya institusi namun juga penelitinya. Demikian juga royalti. Temuan yang dipublikasikan, masih boleh didaftarkan di pemerintah."
Dengan kemudahan semacam ini diharapkan peneliti Indonesia lebih mendapat kesempatan untuk berkarya di tanah airnya sendiri.
Manusia rekayasa genetika, kecerdasan buatan, pabrik dari bakteri atau mesin cetak organ tubuh. Itulah visi sains dan teknologi pada 2018. Batasannya kini makin samar antara kemajuan atau bencana teknologi.
Foto: Fotolia/vladgrin
Kecerdasan Artifisial Jadi Keseharian
Tahun 2018 ditandai dengan kecerdasan buatan yang menemani keseharian manusia. Kecerdasan buatan pada smartphone misalnya, bisa bereaksi atas kebutuhan pribadi pemiliknya. Dengan membangun jejaring data bersama mobil cerdas dan rumah cerdas, manusia akan diawasi terus menerus oleh piranti cerdas ini. Sulit memastikan, apakah kita cukup cerdas untuk menghindari efek negatifnya,?
Foto: picture-alliance/dpa/S. Gollnow
Manusia Hasil Rekayasa Genetika
Amerika Serikat pada tahun 2017, mengizinkan penyembuhan dua jenis kanker darah dan penyebab kebutaan, lewat terapi genetika. Caranya dengan modifikasi gen kekebalan tubuh pasien, agar mengenali sel kanker sebagai musuh dan membunuhnya. Sementara pada kasus kebutaan, rekayasa genetika dilakukan langsung pada gen tertentu di mata, tanpa mempengaruhi bagian tubuh lain.
Foto: picture-alliance/dpa
Mengoperasi Embryo Dalam Kandungan
Menggunting gen yang sakit dan menggantinya dengan gen sehat, pada janin yang masih dalam kandungan, juga sukses diujicoba di AS. Eksperimen dilakukan pada embryo dalam rahim yang mengidap kelainan jantung. Terapi gen semacam ini diharapkan bisa menyembuhkan kanker, sistik fibrosis atau AIDS.
Foto: AP
Mikro Organisme Jadi Pabrik Obat
Teknik rekayasa genetika pada 2018 juga membuka cakrawala baru dalam bidang biologi sintetik. Gabungan cabang biologi dan teknik keinsinyuran, akan mleakukan modifikasi DNA mikro organisme menjadi pabrik farmasi ukuran mikro. Makhluk hidup artifisial mikro nantinya bisa direkayasa memproduksi insulin atau molekul yang jadi basis pembuatan obat baru.
Foto: Fotolia/Irochka
Manusia Cyborg Hasil Cetakan
Tahun 2018 juga ditandai dengan makin canggihnya perangkat pencetak 3 dimensi. Diramalkan, nantinya tubuh manusia juga bisa dicetak 3D, menggunakan tinta bio-kompatibel. Artinya organ buatan printer itu tidak akan ditolak oleh sistem kekebalan tubuh. Tren kedokteran ini baru berjalan di tahapan awal, namun perkembangannya diramalkan sangat pesat. as/yf (dari berbagai sumber)
Dalam ICONIC 2018, ketua harian penyelenggara Valya Andyani mengungkapkan ada beberapa fokus utama seminar riset ICONIC tahun ini yakni: energi dan ilmu alam, teknologi informasi dan telekomunikasi, infrastruktur dan logistik, serta industri makanan dan ilmu kedokteran. Valya mengungkapkan: "Ini merupakan tema-tema penting yang kami anggap paling aktual dan dapat diterapkan aplikasinya di tanah air."
Sains di Balik Kematian
Semua kehidupan suatu saat akan berakhir. Sains mencatat bagaimana setiap sel tubuh yang berjumlah ratusan trilyun itu memiliki tanggal kadaluarsa. Inilah fakta ilmiah di balik proses kematian tubuh manusia.
Foto: Fotolia/zentilia
Di Ujung Masa Pertumbuhan
Tubuh manusia berhenti berkembang di usia 30 tahun. Saat itulah tubuh kita mulai memasuki masa penuaan. Pada usia 35 setiap orang akan merasa kesehatannya perlahan menurun. Setelah usia 50 tahun, kepadatan tulang manusia setiap tahunnya akan berkurang sebanyak satu persen.
Foto: drubig-photo - Fotolia
Awal Sebuah Akhir
Antara usia 30 hingga 80 tahun tubuh manusia akan kehilangan sekitar 40% volume otot, bergantung pada kondisi kesehatan masing-masing. Dunia medis menyebutnya sebagai Sarcopenia. Fenomena ini terjadi karena tubuh gagal mengaktivkan sel satelit yang bertanggungjawab terhadap pembentukan jaringan otot baru.
Foto: PeJo/Fotolia
Ditentukan oleh Kehidupan Terkecil
Selama sel membelah diri dan menghasilkan sel baru yang lebih sehat, kehidupan akan berlangsung tanpa masalah. Proses itu pula yang membuat tubuh manusia tumbuh dari bayi menjadi dewasa. Tapi ketika memasuki usia lanjut, produksi sel terganggu oleh kerusakan genetika. Sel tidak lagi memproduksi sel sehat, melainkan sel-sel yang lemah dan rusak.
Foto: Colourbox
Sel Melahirkan Penyakit
Terdapat lebih dari seratus trilyun sel di dalam tubuh manusia. Ketika satu atau sekelompok sel mengalami gangguan, maka kanker atau jenis penyakit mematikan lain akan bermunculan. Kanker misalnya disebabkan ketika sel tubuh memproduksi terlalu banyak dan membentuk gumpalan yang disebut tumor. Repotnya sistem kekebalan tubuh manusia tidak bisa membedakan antara sel jahat dan sel sehat.
Foto: Imago/Science Photo Library
Hingga di Ujung Nafas dan Seterusnya
Kematian adalah berakhirnya aktivitas biologis pada sel dan jaringan tubuh. Ini disebabkan oleh hilangnya kemampuan tubuh manusia untuk menghirup dan mengolah oksigen. Tapi kendati tubuh tidak bernafas sekalipun, manusia tidak lantas meninggal dunia.
Foto: picture-alliance/dpa
Ajal Menyapa
Sesaat menjelang ajal jantung manusia berhenti berdetak. Hilangnya detak jantung menandai awal kematian. Tanpa distribusi darah dan oksigen, sel dan jaringan otak cuma punya waktu tiga hingga sepuluh menit sebelum mati dan memicu kerusakan permanen yang tidak bisa diperbaiki. Hilangnya tekanan darah juga membuat organ-organ lain di tubuh manusia berhenti bekerja.
Foto: Imago/epd
Tubuh Setelah Mati
Kematian otak berarti akhir kehidupan. Setelahnya suhu tubuh manusia akan turun sebanyak 1,5 derjat Celcius setiap jam hingga mencapai suhu ruangan. Pada saat yang bersamaan terhentinya sirkulasi membuat darah mulai menggumpal. Dua hingga enam jam setelah kematian tubuh manusia mulai kaku. Fase ini disebut Rigor Mortis oleh dunia medis.
Foto: Fotolia/lassedesignen
Dikuasai Bakteri
Kendati telah meninggal dunia, tubuh manusia tidak sepenuhnya mati. Sel-sel kulit misalnya masih hidup hingga 24 jam setelah kematian. Hal serupa juga terjadi pada bakteri di organ pencernaan. Tanpa asupan makanan, bakteri di sistem pencernaan mulai berkelana ke seluruh tubuh dan mengkonsumsi sel-sel yang mati. Sebab itu pula tubuh manusia membusuk setelah kematian.
Foto: Fotolia/Irochka
8 foto1 | 8
Kegiatan ICONIC didukung oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia(PPI) Jerman. Ketua PPI Jerman, Syahrindra Sofyan mengungkapkan: "Hasil-hasil penelitian dalam ICONIC ini bisa disampaikan pada pemerintah dan instansi dengan harapan bisa jadi dasar untuk diimplementasikan.”
ICONIC ingin jadi proses pembelajaran bagi masyarakat di Indonesia maupun bagi mahasiswa Indonesia khususnya dalam menyampaikan ide-ide ilmiah. Lebih lanjut, ICONIC 2018 ingin berkontribusi pada peningkatan kemampuan negara berkembang dalam bersaing di dunia global saat ini, khususnya di bidang industri.
(ap/ml)
Bagaimana Teratai Menginspirasi Desain Pesawat Masa Depan
Mesin cetak tiga dimensi membuka kemungkinan baru buat ilmuwan dan desainer untuk meracik konsep pesawat masa depan. Alam adalah sumber inspirasi terbesar.
Foto: AIRBUS S.A.S.
Keajaiban Alam
Bunga teratai sebenarnya tumbuhan berdaun tipis. Tapi salah satu spesies terbesar yang tumbuh di Amerika Selatan ini misalnya mampu diduduki seorang bayi. Jenis yang lebih besar lagi bahkan mampu menahan bobot tubuh orang dewasa. Lantas apa rahasia teratai?
Foto: picture-alliance/dpa/R.Nederstigt
Memindai Rahasia Teratai
Rahasia tersebut coba diungkap oleh seorang pakar penerbangan Airbus. Ia awalnya memindai struktur daun teratai dengan pemindai tiga dimensi. Setelahnya ia menganalisa data tersebut lewat komputer.
Foto: Airbus
Berbagi Beban Lewat Struktur Alam
Melalui teknologi bionik ilmuwan bisa meniru struktur yang ada di alam dan meraciknya ke dalam desain atau konstruksi. Contoh dalam gambar ini berasal dari Institut Alfred Wagener untuk Penelitian Laut di Jerman. Di sini ilmuwan meniru alam buat menciptakan struktur jaringan yang mampu menahan bobot besar.
Jaringan Terbagi
Struktur serupa bisa ditemukan pada bunga teratai. Cuma saja jaringan yang membentuk daun teratai lebih besar dan padat, terutama pada bagian yang menahan beban paling besar. Sementara pada bagian yang tidak dibebani dengan bobot besar, strukturnya lebih longgar dan ramping.
Foto: Airbus
Sayap Teratai
Inilah hasilnya: Sebuah spoiler (rem pada sayap) yang diproduksi Airbus dengan meniru struktur teratai dan dicetak secara tiga dimensi dengan laser. Spoiler ini memiliki konstruksi logam yang sangat ringan dan stabil. Tanpa teknologi 3-D, spoiler sayap ini tidak bisa diproduksi.
Foto: DZP/Ansgar Pudenz
Inspirasi di Dunia Mikro
Bukan cuma teratai yang bisa dijadikan inspirasi untuk konstruksi ringan. Gambar ini adalah foto mikroskop sebuah alga plankton. Struktur organisme kecil ini harus mampu menahan bobot yang sangat tinggi. Prinsip konstruksi ini tercipta lewat evolusi jangka panjang.
Foto: Alfred-Wegener-Institut für Polar und Meeresforschung
Ringan Berkat Alga
Ilmuwan lalu meniru alga plankton untuk membuat struktur konstruksi ringan yang kemudian digunakan di banyak bidang, antara lain untuk pembuatan pesawat atau mobil. Salah satu bagian sayap pesawat ini juga dibuat dengan konsep sama dengan mesin cetak tiga dimensi.
Foto: DW/Fabian Schmidt
Penerbangan Masa Depan
Desain pesawat ini dibuat dengan teknologi bionik. Badan pesawat misalnya terlihat seperti sebuah pohon. Studi yang diusung Airbus ini memang belum mungkin diproduksi dengan teknologi yang ada saat ini. Tapi desain dan konsepnya memberikan prespektif mengenai burung besi masa depan.
Foto: AIRBUS S.A.S.
Berkat Mesin Cetak 3D
Mesin cetak logam yang mulai digunakan Airbus tahun 2016 bisa memproduksi bagian-bagian kecil pesawat - hingga panjang sisi sekitar satu meter. Mesin cetak 3D saat ini memang belum bisa memproduksi seluruh bagian pesawat. Tapi teknologi yang ada mampu membuat bagian kecil menjadi lebih ringan dan dengan begitu membantu menghemat bahan bakar.