Sejumlah ilmuwan lontarkan gagasan membuat kuburan satelit yang sudah mati di orbiter luar angkasa. Dengan itu diharapkan risiko ancaman bagi Bumi dari tabrakan sampah antariksa bisa diminimalkan.
Iklan
Inilah sebuah kuburan sunyi jauh di atas orbit Bumi. Gagasan terbaru para ilmuwan untuk mengatasai masalah sampah antariksa yang makin gawat adalah membuat "tempat sampah permanen" di luar angkasa.
Saat ini, ditaksir lebih 750.000 obyek buatan manusia berukuran lebih satu sentimeter, mengorbit Bumi. Sampah antariksa itu menjadi risiko terjadinya tabrakan dengan satelit yang masih aktif atau ancaman jatuh ke Bumi.
Sejauh ini belum ada resep atau cara ampuh dan murah untuk membersihkan sampah di orbiter dekat Bumi ini. Banyak gagasan untuk itu. Salah satunya adalah membangun kuburan satelit mati di orbiter jauh di luar angkasa pada ketinggian 35.000 km dari permukaan Bumi. Gagasan yang dilontarkan Hempsel Austronautics dan Guest Associates Europe itu dirangkum dalam proyek Necropolis.
Pesawat Terbesar di Dunia Luncurkan Satelit di Udara
Dengan rentang sayap sepanjang lapangan bola, Stratolaunch bakal mengemban misi paling spektakuler dalam sejarah penerbangan, yakni meluncurkan satelit dari udara.
Foto: Stratolaunch Systems Corp.
Burung Raksasa untuk Misi Antariksa
Sayapnya membentang sepanjang lapangan sepak bola dan digerakkan oleh enam mesin Boeing 747, Stratolaunch bukan jenis pesawat yang biasa dijumpai di bandar udara. Burung besi buatan salah satu pendiri Microsoft, Paul G. Allen, ini didesain untuk melakoni misi paling spektakuler dalam sejarah penerbangan, yakni meluncurkan roket antariksa dari udara.
Foto: Stratolaunch Systems Corp.
Kemudahan Akses Antariksa
Dikembangkan sejak 2011, gagasan membangun Stratolaunch dipicu oleh mahalnya ongkos peluncuran satelit yang hingga kini masih banyak bergantung pada roket sekali pakai. Selain itu meluncurkan roket antariksa dari darat juga banyak bergantung pada kondisi cuaca. Tidak heran jika jadwal peluncuran sering mengalami keterlambatan.
Foto: Stratolaunch Systems Corp.
Fleksibilitas Tanpa Batas
Berkat daya jelajahnya yang mencapai 3700 kilometer, Stratolaunch bisa meluncurkan roket dari berbagai lokasi di dunia. Dengan begitu proses peluncuran tidak perlu terganggu oleh cuaca buruk, lalu lintas di udara atau bahkan laut. Paul Allen sendiri menyebut produk buatannya itu "mampu mengurangi risiko keterlambatan atau pembatalan secara signifikan."
Foto: Stratolaunch Systems Corp.
Peluang Bisnis di Luar Angkasa
Waktu tunggu yang pendek, fleksibilitas tanpa batas dan kemampuan buat mengemban misi dalam jumlah besar per tahun dinilai bakal menekan ongkos peluncuran satelit. Paul Allen yakin dengan membuat platform roket yang juga menguntungkan untuk mengemban misi kecil, Stratolaunch akan membangkitkan minat pelaku usaha sedang dan menengah untuk memanfaatkan orbit rendah Bumi demi keperluan bisnis.
Foto: Stratolaunch Systems Corp.
Ke Antariksa dari Langit Bumi
Menurut desain misi yang dikembangkan buat Stratolaunch, pesawat akan membawa roket pada ketinggian 9.100 meter sebelum melakukan manuver semi parabolika untuk meluncurkan roket ke luar angkasa. Pada saat itu bobot Stratolaunch beserta roket mencapai 590.000 kg. Stratolaunch dijadwalkan menuntaskan semua uji kelayakan pada 2019.
Foto: Stratolaunch Systems Corp.
Mimpi Wisata di Orbit Rendah
Selain satelit dan logistik, Stratolaunch suatu saat nanti diharapkan juga bisa membawa manusia ke luar angkasa. Untuk lepas landas atau mendarat, pesawat ini membutuhkan landasan pacu sepanjang tiga setengah kilometer - hanya 500 meter lebih panjang ketimbang landasan pacu ketiga yang bakal dibangun di bandara Soekarno Hatta.
Foto: Stratolaunch Systems Corp.
Bukan yang Pertama, atau Terakhir
Platform peluncuran roket di udara bukan gagasan baru. Amerika pernah mengembangkan roket berawak X-15 pada dekade 1950 hingga 1960an yang diluncurkan dari pesawat pembom B-52. Pada 1990an Orbital Science Corp bahkan menggunakan pesawat penumpang Lockheed L-1011 TriStar untuk meluncurkan roket ke orbit rendah Bumi.
Foto: Stratolaunch Systems Corp.
7 foto1 | 7
Kuburan satelit seperti Death Star
Gagasannya, jika semua satelit yang sudah mati dihimpun di satu lokasi yang jauh di atas Bumi, risiko terjadinya tabrakan dengan satelit yang masih aktif, atau bahkan jatuh ke Bumi ditekan sampai minimal. Demikian diungkapkan Roger Longstaff konsultan dari Guest Associates Europe.
Longstaff menambahkan, orbit geostasioner dekat Bumi memiliki nilai ekonomi trilyunan Dolar. "Jika sebuah satelit tertabrak pecahan sampah di orbiter ini, biasanya terjadi reaksi berantai, yang sulit dihentikan, karena di sana tidak ada tahanan udara. Jadi relatif lebih murah jika melontarkan sampah ini ke orbiter jauh lebih tinggi lagi" ujar konsultan teknologi luar angkasa ini.
Citra Bumi dari Satelit Sentinel
Citra Bumi dari ketinggian 700 km di ruang angkasa. Bagaikan kartu pos berwarna-warni, kontras dan berresolusi tinggi. Inilah foto-foto perdana yang dikirim satelit pemantau bumi Sentinel-2A yang dilucurkan 23 Juni 2015.
Foto: Copernicus data/ESA
Motif Kartu Pos dari Antariksa
Inilah "salam" perdana berupa snapshot Côte d'Azur yang diambil satelit Sentinel-2A dari ketinggian orbiter 700 km di atas Bumi. Di bagian atas adalah kota Menton dan di sebelah kiri bandar udara Nice.
Foto: Copernicus data/ESA
Italia Ditabur Cahaya Matahari
"Italy’s typical sunny weather" begitu judul foto yang dipublikasikan badan antariksa Eropa-ESA. Rekaman Foto daerah aliran sungai Po atau Pianura Padana ini menunjukkan kawasan sepanjang 400 km selebar antara 70 hingga 20 km dari pegunungan Alpina di utara hingga pesisir laut Adria di selatan.
Foto: Copernicus data/ESA
Foto Close-Up Inframerah
Ini citra close-up Pianura Padana, di mana sungai Po melintasi kota Tessin di Swiss dibuat dengan kamera inframerah pada satelit Sentinel. Foto semacam ini terutama memasok data bagi sektor pertanian dan kehutanan serta informasi adanya pencemaran lingkungan.
Foto: Copernicus data/ESA
Foto Milan dari Ruang Angkasa
Foto dengan kualitas bagus yang pertama dikirim Sentinel adalah citra kota Milan yang merupakan kota terbesar kedua di Italia. Foto dikirim tiga hari setelah peluncuran satelit pemantau Bumi itu. Ketika itu Eropa disaput awan dan hanya Italia yang bercuaca cerah.
Foto: Copernicus data/ESA
Birunya Laut Tengah
Kamera pada satelit Sentinel amat tajam dan memiliki resolusi tinggi. Foto sebuah perahu yang melayari kawasan Laut Tengah dari pelabuhan Civitavecchia di Italia menuju Barcelona, Spanyol yang diambil dari ketinggian 700 km terlihat masih cukup jelas dan kontras.
Foto: Copernicus data/ESA
Melihat yang Tidak Kasat Mata
Kamera pada satelit juga bisa melihat Spektrum warna yang tidak kasat mata. Inilah citra lembah Po di sekitar kota Milan yang menunjukkan gambaran jalur jalan bebas hambatan dan sungai Serio yang membelah kota hijau tersebut.
Foto: Copernicus data/ESA
6 foto1 | 6
Teknologi satelit modern, biasanya dilengkapi mekanisme de-orbiting setelah tugas operasionalnya berakhir. Jika ini dihidupkan, untuk melontarkannya ke orbit lebih tinggi, ongkosnya jauh lebih murah dibanding metode pembersihan sampah antariksa lainnya. Di Necropolis, nantinya terbentuk kuburan satelit, dan jika penuh konsisnya akan mirip seperti "death star" dalam film Star Wars.
Walaupun idenya kelihatan cemerlang, namun pakar antariksa dari University of Cape Town, Wei-yu Feng menentangnya. Feng yang bekerja untuk proyek Medusa, yang merencanakan "menangkap" sampah dan membawanya kembali ke Bumi, mengajukan argumen, ketimbang menambah risiko bahaya di luar angkasa, adalah lebih baik mengembalikan satelit mati ke orbit bumi, agar terbakar habis saat memasuki atmosfir.
Beragam Ide Bersihkan Sampah Antariksa
Lebih 7000 satelit diluncurkan ke orbit Bumi selama 60 tahun terakhir. Kini hanya sepertiganya yang masih berfungsi. Sementara sisanya mengancam satelit-satelit lain. Bisakah sampah antariksa dibersihkan?
Foto: ESA–David Ducros, 2016
Sampah Beterbangan di Langit
Sampah berupa pecahan satelit atau obyek lain yang diluncurkan ke ruang angkasa mirip fenomena ruang angkasa itu sendiri. Kita tahu, obyeknya ada di langit. Tapi seberapa banyak, tidak ada yang tahu. Data lembaga antariksa Eropa-ESA menyebut sejak 1957 diluncurkan 6.600 satelit dan terdapat lebih 29.000 obyek berukuran lebih 10 sentimeter di orbit Bumi.
Foto: picture-alliance/dpa
Bahaya Tabrakan
Pecahan satelit berdiameter satu sentimeter saja sudah merupakan ancaman bahaya. Pasalnya pecahan sampah antariksa bergerak dengan kecepatan hingga 40.000 km per jam. Tabrakan pecahan sebesar biji kopi dengan kecepatan setinggi itu dengan sebuah satelit, memiliki kekuatan impak setara sebuah granat.
Ancaman Nyata
Sampah antariksa makin sering jadi ancaman nyata bagi penduduk Bumi. Jika ukuran sampah cukup besar, saat kembali memasuki atmosfir, obyek tidak terbakar habis. Bagian satelit ini (foto) untungnya jatuh ke kawasan gurun yang jarang penduduk. Jika menimpa kawasan padat, bisa dipastikan jatuh korban jiwa.
Foto: NASA
Tukang Sampah Robot
Banyak gagasan untuk membersihkan sampah ruang angkasa. Salah satunya dengan ide robot tukang sampah ini. Sebuah robot ruang angkasa dilengkapi lengan, bertugas menangkap satelit yang sudah tidak berfungsi dan membawanya kembali ke Bumi. ESA merencanakan peluncuran tukang sampah robot ini tahun 2023.
Foto: ESA–David Ducros, 2016
Hancurkan di Langit
Gagasan lainnya, menggunakan semacam meriam laser untuk menghancurkan sampah antariksa di orbitnya. Pusat penerbangan dan antariksa Jerman-DSLR terus mengembangkan teknologi laser ini. Pecahan partikel sampah ruang angkasa yang ditembak laser, disebut akan hancur dan menjadi uap.
Foto: DLR
Jaring dan Lasso Elektrik
Lembaga antariksa AS-NASA menggagas penggunaan jaring dan lasso elektrik untuk menangkap asteroid dan itu juga bisa digunakan menangkap partikel sampah antariksa. Obyek yang dijaring dibawa kembali ke atmosfir. Yang berukuran kecil akan habis terbakar yang cukup besar bisa diamankan dari bahaya tabrakan. Sejauh ini idenya belum diwujudkan jadi kenyataan.
Foto: ESA–David Ducros, 2016
Tambang Elektrodinamik
Lembaga antariksa Jepang JAXA belum lama ini jicoba "tanmbang elektrodinamik" -KITE. Tambang elektrodinamik panjangnya 700 meter dibuat dari baja tahan karat dan aluminium. Idenya menurunkan tambang tipis dari stasiun ruang angkasa internasional-ISS untuk menurunkan kecepatan partikel. Setelah itu menyeretnya ke atmosfir agar terbakar habis. Ed: Zulfikar Albany (as/rzn)