Lebih dari 50 imigran asal Bangladesh yang terdampar di provinsi Aceh dideportasi kembali ke negara asal mereka. Alasannya warga Bangladesh berimigrasi karena faktor ekonomi bukan akibat tekanan politik .
Iklan
Warga Bangladesh yang dideportasi itu adalah sebagian dari sekitar 1.700 manusia perahu etnis Bangladesh dan etnis Rohingya yang diselamatkan warga Aceh, setelah ditelantarkan oleh penyelundup manusia di dekat perairan Indonesia, bulan Mei lalu. Mereka diterbangkan dari lapangan udara Kuala Namu di provinsi tetangga, Sumatra Utara, kembali ke negara asal. Demikian laporan Metro TV.
Petugas imigrasi lokal Afrizal mengatakan kepada wartawan, warga Bangladesh lainnya akan dideportasi setelah masalah administrasinya tuntas. Dalam tayangan televisi tampak warga Bangladesh yang memakai t-shirt warna biru dan mengenakan kopiah haji warna putih menuju lapangan udara dengan diangkut bus. Pemerintah Indonesia mengatakan, dari manusia perahu yang ditampung untuk sementara di Aceh, 40% adalah warga Bangladesh.
Faktor ekonomi bukan masalah politik
Berbeda dengan etnis Rohingya yang lari dari Myanmar karena diskriminasi, penganiayaan serta intimidasi politis, warga Bangladesh berimigrasi karena masalah ekonomi di negaranya. Itu sebabnya, dalam rapat bersama Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa di Pendopo Kota Langsa, Minggu (24/5), diputuskan akan memulangkan 720 imigran asal Bangladesh.
Biaya transportasi warga Bangladesh ditanggung Organisasi Migrasi Internasional (IOM), demikian keterangan pemerintah. Ribuan warga Bangladesh dan etnis Rohingnya ditemukan dalam sejumlah kapal yang terkatung-katung di perairan Thailand, Malaysia dan Indonesia.
Myanmar tidak mengakui warga Rohingya sebagai salah satu kelompok etnis warga negara itu. Mereka dianggap imigran etnis Bengali dari negara tetangga Bangladesh yang masuk Myanmar secara ilegal. Malaysia dan Indonesia beberapa waktu lalu setuju menyediakan tempat penampungan sementara bagi sekitar 7.000 imigran tersebut, setelah sebelumnya menolak. Untuk mengurus imigran mereka mendapat sokongan dunia internasional.
ml/vlz (dpa, metro TV, detik.com)
Pengungsi Rohingya - Ditindas dan Diperas
Pengungsi Rohingya asal Myanmar dan Bangladesh sering terdampar di Malaysia dan Indonesia, setelah menjadi korban pemerasan dan penipuan sindikat perdagangan manusia.
Foto: Reuters
Pelayaran Maut
Setiap tahun, ribuan pengungsi Rohingya asal Myanmar dan pencari suaka asal Bangladesh berlayar menuju Malaysia dan Indonesia dengan kapal-kapal dari sindikat perdagangan manusia. Dalam tiga bulan pertama 2015, PBB memperkirakan ada 25.000 pengungsi yang berangkat, kebanyakan dari kamp-kamp gelap di Thailand.
Foto: Asiapics
Lemah dan Kelelahan
Para pedagang manusia membawa pengungsi dengan kapal lalu meninggalkan mereka di laut, sering tanpa makanan dan minuman. Kelompok ini terdampar 10 Mei 2015 di daerah pesisir Aceh Utara, lalu diselamatkan otoritas Indonesia dan ditampung di sebuah stadion. Kebanyakan dalam kondisi lemah dan kelelahan.
Foto: Reuters/R: Bintang
Perempuan dan Anak-Anak
Sekitar 600 pengungsi tiba di Aceh Utara dengan empat kapal. Pada saat yang sama, lebih 1000 pengungsi ditahan polisi Malaysia dekat Pulau Langkawi. Diantara pengungsi yang berhasil diselamatkan, banyak anak-anak dan perempuan.
Foto: Reuters/R. Bintang
Tertindas dan Tanpa Kewarganegaraan
Myanmar menganggap warga Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh dan menolak memberi mereka status warga negara, sekalipun mereka telah tinggal puluhan tahun di negara itu. Banyak warga Rohingya melihat pengungsian sebagai satu-satunya jalan untuk mendapat suaka politik di tempat lain. Tujuan akhir mereka adalah Australia.
Foto: Reuters/R: Bintang
Perbudakan Modern
Para pengungsi Rohingya harus membayar sampai 200 dolar AS untuk sampai ke Malaysia kepada pedagang manusia. Mereka lalu dibawa dengan kapal yang penuh sesak, sering tanpa makanan dan minuman. Mereka biasanya dibawa lebih dulu ke kamp-kamp penampungan gelap di Thailand dan diperlakukan seperti budak.
Foto: picture-alliance/AP Photo/S. Yulinnas
Gelombang Pengungsi
Asia Tenggara selama beberapa tahun terakhir menjadi salah satu kawasan transit pengungsi, dipicu oleh konflik dan penindasan di beberapa tempat. Di kawasan Asia Pasifik diperkirakan ada sekitar 11,7 juta pengungsi yang jadi korban sindikat perdagangan manusia, terutama di kawasan Mekong Besar, Kamboja, Cina, Laos, Myanmar, Thailand dan Vietnam.