Tahun 2016 Asia Tenggara menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN, sebuah pasar bebas layaknya Uni Eropa. Tapi analis pasar ragu proyek besar ini akan berhasil. Terutama Indonesia diyakini akan merugi
Iklan
Negara-negara di Asia Tenggara secara resmi memperkenalkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), sebuah blok ekonomi yang meniru Uni Eropa. Kesepuluh negara anggota menyambut MEA sebagai sebuah "lompatan" untuk menyelaraskan perekonomian regional yang kaya sumber daya dan potensi pasar domestik dengan lebih dari 600 juta konsumen.
Visi MEA tidak berbeda dengan Eropa, yakni membentuk sebuah pasar raksasa dengan perdagangan bebas, kemudahan investasi dan kebebasan arus masuk buat tenaga kerja terdidik. Selain itu MEA juga diharapkan mampu memperkuat daya saing regional terhadap raksasa di kawasan seperti Cina.
Blok baru ini "akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi regional dan menciptakan peluang pembangunan buat semua," ujar Vivian Balakrishnan, Menteri Luar Negeri Singapura.
Namun begitu pakar keuangan meyakini gagasan tersebut akan sulit diimplementasikan. Pasalnya setiap negara anggota memiliki pertumbuhan yang berbeda di bidang pembangunan, demokrasi dan kapabilitas institusi.
Banyak kendala
Lembaga penelitian Capital Economics bahkan menilai MEA "tidak akan membawa perubahan" dan diyakini akan cepat luntur lantaran rintangan dagang yang masih tinggi dan kondisi infrastruktur yang belum memadai.
"ASEAN yang punya tradisi untuk tidak mengintervensi kebijakan dalam negeri negara anggota, ketiadaan hukuman dan penalti untuk pelanggaran dan minimnya birokrasi pusat yang kuat, tidak akan mampu menghadapi tantangan tersebut," tulis lembaga yang bermarkas London, Inggris tersebut.
Pengamat ekonomi dan bisnis juga meragukan kesiapan Indonesia menyambut pasar bebas tersebut. Pakar ekonomi dari HSBC Global Research Joseph Incalcaterra menilai sektor jasa Indonesia masih banyak tertinggal. Dampaknya Indonesia tidak akan mendapat banyak keuntungan.
"Integrasi jasa perdagangan akan lebih menguntungkan Singapura karena memiliki penetrasi terbesar di bidang keuangan dan asuransi yang kemudian diikuti dengan Filipina dan Malaysia," ujarnya kepada CNBC.
Namun begitu MEA dinyatakan tidak akan gegabah "memaksakan perubahan cepat, melainkan proses bertahap," untuk mengintegrasikan perekonomian Asia Tenggara, ujar John Pang, analis keuangan dari Singapura.
Kekuatan Ekonomi Global Masa Depan
Cina diprediksi akan merajai perekonomian dunia tahun 2050 menurut Economist Intelligence Unit. Tapi kiprah negeri tirai bambu itu bukan temuan yang paling mengejutkan, melainkan posisi Indonesia.
Foto: Fotolia
1. Cina
Negeri tirai bambu ini berada di peringkat kedua daftar negara sesuai besaran Produk Domestik Brutto-nya (PDB). Cina tahun 2014 berada di posisi kedua, di bawah AS dengan 11,212 Triliun Dollar AS. Tapi pada tahun 2050, Economist Intelligence Unit memprediksi Cina akan mampu melipatgandakan PDB-nya menjadi 105,916 Triliun Dollar AS.
Foto: imago/CTK Photo
2. Amerika Serikat
Saat ini AS masih mendominasi perekonomian global. Dengan nilai nominal PDB yang berada di kisaran 17,419 Triliun Dollar AS per tahun, tidak ada negara lain yang mampu menyaingi negeri paman sam itu. Tapi untuk 2050 ceritanya berbeda. AS akan turun ke peringkat dua dengan nilai PDB 70,913 Triliun Dollar AS.
Foto: picture-alliance/dpa/J. F. Martin
3. India
Tahun 2050 India akan menikmati pertumbuhan konstan di kisaran 5%, menurut studi EIU. Saat ini raksasa Asia Selatan ini bertengger di posisi sembilan daftar raksasa ekonomi terbesar dunia dengan nilai PDB 2 Triliun Dollar AS. Tapi 35 tahun kemudian India akan merangsek ke posisi ketiga di bawah AS dengan pendapatan nasional sebesar 63 triliun Dollar AS.
Foto: Reuters/N. Chitrakar
4. Indonesia
Perekonomian Indonesia membaik setekah tiga kali bangkrut menyusul krisis moneter berkepanjangan. Saat ini Indonesia mencatat nilai nominal PDB sebesar 895 Miliar Dollar AS dan berada di peringkat 16 dalam daftar kekuatan ekonomi global. Tahun 2050, Econimist Intelligence Unit memproyeksikan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi terbesar keempat dengan PDB sebesar 15,4 Triliun Dollar AS.
Foto: picture-alliance/dpa
5. Jepang
Serupa AS, Jepang terpaksa turun peringkat di tahun 2050. Saat ini negeri sakura itu masih bertengger di posisi ketiga kekuatan ekonomi terbesar sejagad, dengan perolehan PDB sebesar 4,6 Triliun Dollar AS. 35 tahun kemudian, Jepang digeser oleh Indonesia dan terpaksa melorot ke peringkat lima dengan 11,7 Triliun Dollar AS.
Foto: AP
6. Jerman
Perekonomian Jerman banyak ditopang oleh sektor riil yang didominasi oleh industri padat karya. Tapi menurut EIU, justru sektor inilah yang akan banyak menyusut di masa depan. Jerman diyakini bakal kehilangan seperlima tenaga kerjanya pada 2050. Hasilnya, Jerman yang saat ini di posisi keempat dengan PDB sebesar 3,8 Triliun, akan merosot ke posisi enam dengan perolehan 11,3 Triliun Dollar AS.
Foto: imago/Caro
7. Brasil
Dari semua negara di posisi sepuluh besar, cuma Brasil yang tidak berubah. Saat ini raksasa Amerika Selatan itu berada di posisi tujuh dengan nominal PDB sebesar 2,3 Triliun Dollar AS. Di posisi yang sama Brasil bakal mencatat perolehan sebesar 10,3 Triliun Dollar AS tahun 2050.