Indahnya Barang Rongsokan
26 November 2014Artis asal Perancis Bernard Pras berhasil mengubah 'pandangan‘ orang akan sesuatu yang terbuang. Lewat karyanya, Bernard mengajak untuk menikmati barang rongsokan dan sampah, menikmati keindahan dari sesuatu yang buruk.
"Upcyling" Sampah Jadi Karya Seni
Bisakah membuat karya seni berkualitas tinggi dengan sampah? "Upcycling" membuat semuanya jadi mungkin. Di Kenya, orang-orang membuat produk-produk khas yang berguna dan ramah lingkungan dari sampah.
Mode Ramah Lingkungan
London-Paris-Nairobi. Sudah sejak lama ibukota Kenya mengukir nama menjadi kota mode. Banyak rancangan yang tak hanya asli tapi juga ramah lingkungan. "Upcycling" kini jadi tren di Kenya. Sampah dan barang-barang tak berguna dijadikan produk baru. Di Eropa, masyarakat pengolah limbah sampah merupakan fenomena langka. Di Kenya, hal tersebut sudah jadi rutinitas harian.
Diolah Untuk Catwalk
“Hidup kedua“ adalah tema rancangan Nike Gilager Kondakis yang terbuat dari hasil upcycling baju-baju bekas. Berton-ton baju-baju diimpor dari Eropa, itu alasannya mengapa Afrika Timur makin jarang memproduksi kain dan baju kulit sendiri. Kondakis memotong baju-baju tersebut, mengkombinasikannya satu sama lain dan membuatnya jadi rajutan. Hasilnya bisa sebuah bolero atau kemeja.
Serpihan Pembawa Keberuntungan dan Seni
Kaca bekas adalah bahan bakunya. Di kota Kitengela yang terletak di selatan Nairobi, seorang seniman Jerman, Nani Crozi telah mendirikan tempat pembuatan seni kaca terbesar di Afrika Timur. Ada sekitar 40 orang pekerja kreatif yang hidup dan bekerja disana. Setiap-hari, berton-ton gelas bekas diserahkan ke “desa para seniman“ itu, untuk di hancurkan dan dicairkan di tungku khusus kaca.
Aksesoris Warna-warni
Seniman-seniman Kitengela juga terkenal dengan pernak-pernik kaca buatan mereka yang unik dan terbuat dari tangan. Pernak-pernik ini sangat digemari oleh para perancang mode Kenia. Manik-manik tersebut bisa dijual langsung atau dibawa ke “desa para seniman“ untuk diproses lebih lanjut.
Bukan Untuk Dibuang
Kibe Patrick telah hidup dan bekerja selama 4 tahun di komunitas para seniman di Kitengela. “Saya selalu menggunakan barang bekas untuk karya seni," katanya. Kini, ia sedang berusaha menggabungkan kaleng dengan manik-manik khas Kitengela. Baginya ini tentang menciptakan hal baru yang asli buatannya sendiri.
Kesenian Hijau
Sejak tinggal di Kitengela, Kibe Patrick bisa medapat uang lewat keahlian seninya. Karya seninya sangat ramah lingkungan. Di Afrika sampah melimpah, sebab plastik, botol atau logam bekas hampir tak pernah di daur ulang. Siapapun yang bekerja dengan sampah-sampah ini hanya perlu sedikit energi. Selain mengurangi polusi udara dan air, ia juga telah mengurangi emisi gas rumah kaca.
Perhiasan dari Sampah
Perancang perhiasan Marie Rose Iberli juga memakai manik-manik Kitengela di koleksinya. Selain itu, ia juga membuat manik-manik dari kertas, tulang, almunium dan tanduk. “Sebagai seorang perancang yang membuat saya terpesona adalah keterbatasan alami bahan-bahan ini", katanya. Lebih menarik bekerja menggunakan barang-barang itu, daripada plastik - bahan yang hampir bisa dibuat untuk apa saja.
Dari Bahan Jadi Ide
Apakah pekerjaan menggunakan tanduk atau tulang itu termasuk “recycling“ atau “upcycling“ atau tidak dua-duanya? Iberli membiarkan pertanyaan itu tetap terbuka. Baginya satu hal yang jelas: Ketika membuat perhiasan berkulitas tinggi dengan menggunakan almunium motor bekas- ia sadar, bahwa seringkali bahan pembuat kerajinan senilah yang memberikan ide-ide pada rancangannya.
Tradisi dan Tren
Ide untuk memungut dan menggunakan sesuatu kembali, sering menghinggapinya, kata Iberli. Seperti, seniman Nani Croze, Iberli juga berasal dari Jerman. Ia adalah seniman yang banyak dipengaruhi oleh masa setelah Perang Dunia II. Dan terserah saja, mau disebut sebagai "recycling" atau "upcycling"- kesenian Kitengela adalah sebuah tradisi sekaligus tren dan telah diterima baik di Eropa.