1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikIndia

India atau Bharat: Ada Apa di Balik Nama Itu?

8 September 2023

Penggunaan kata ‘Bharat‘ dalam undangan makan malam G20 telah memicu pertikaian politik. Para kritikus berpendapat, menghapus penggunaan nama ‘India’ hanyalah taktik nasionalis untuk keuntungan politik menjelang pemilu.

PM India Narendra Modi di Parlemen
Pemerintah BJP India akan mengadakan sidang khusus parlemen akhir bulan ini untuk membahas perubahan namaFoto: AP Photo/picture alliance

Undangan makan malam yang dikirimkan pada hari Selasa (05/09) oleh Presiden India Droupadi Murmu kepada para pemimpin negara yang menghadiri KTT G20 di New Delhi, justru menuai kontroversi karena menyebutnya sebagai "Presiden Bharat", nama Sansekerta yang juga berarti India.

Penggunaan ‘Bharat‘ dalam undangan diplomatik itu telah memicu kekhawatiran bahwa pemerintah nasionalis Hindu Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi, tengah berencana untuk menghapus penggunaan resmi nama negara itu.

Selain itu, pemerintah India juga akan mengadakan sebuah sesi parlemen istimewa selama lima hari pada akhir bulan ini untuk mengajukan resolusi khusus yang membahas prioritas penggunaan nama Bharat.

Banyaknya nama di India

Bahasa yang digunakan dalam Pasal 1 Konstitusi India menyatakan bahwa "India, yaitu Bharat, akan menjadi sebuah kesatuan negara-negara bagian," merujuk pada penamaan baik dalam bahasa Inggris maupun Hindi. India memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1947, setelah hampir 200 tahun di bawah kekuasaan Inggris.

Undangan makan malam G20 ini menuai kontroversi karena menggunakan nama 'Bharat'Foto: Altaf Qadri/AP Photo/picture alliance

Nama Bharat berasal dari bahasa Sansekerta dan penerapannya sendiri bukanlah hal yang aneh karena Bharat dan India digunakan secara bergantian.

Namun, partai-partai oposisi India, yang juga telah membentuk sebuah aliansi baru untuk menentang Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa, dalam pemilihan parlemen yang akan diselenggarakan tahun depan, mengatakan bahwa BJP telah membuat kesalahan dengan mengusulkan agar nama India tidak lagi digunakan.

"Meskipun tidak ada keberatan konstitusional untuk menyebut India sebagai 'Bharat', yang merupakan salah satu dari dua nama resmi negara ini, saya harap pemerintah tidak akan begitu bodoh untuk sepenuhnya membuang 'India', yang memiliki nilai merek yang tak terhitung yang telah dibangun selama berabad-abad," ujar Shashi Tharoor, seorang pemimpin senior dari partai oposisi utama Kongres Nasional India (INC), di akun resmi X-nya, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.

"Kita harus terus menggunakan kedua kata tersebut daripada melepaskan klaim atas nama yang sarat dengan sejarah, nama yang diakui di seluruh dunia," tambah Tharoor.

Mehbooba Mufti, seorang mitra aliansi oposisi dari wilayah Jammu dan Kashmir, juga mengatakan bahwa "keengganan BJP terhadap prinsip dasar persatuan dalam keragaman India telah menyentuh titik terendah yang baru."

"Dengan mengurangi banyak nama India dari Hindustan dan India menjadi hanya Bharat, menunjukkan betapa licik dan intoleransi mereka," tulisnya di X.

Bharat adalah masalah 'kebanggaan nasional'

BJP mengatakan bahwa menggunakan Bharat dan bukan India, justru akan menanamkan rasa kebanggaan nasional dan memperkuat warisan budaya yang sangat kaya di negara ini.

"Hal ini seharusnya sudah dilakukan sejak awal. Presiden telah memberikan prioritas pada 'Bharat'. Ini merupakan pernyataan terbesar yang keluar dari pola pikir kolonial," Dharmendra Pradhan, seorang menteri dalam kabinet Modi, mengatakan dalam sebuah pernyataan pers.

Anurag Thakur, Menteri Informasi dan Penyiaran India, tampaknya mengkritik orang-orang yang justru menentang penggunaan Bharat, dengan mengatakan bahwa, "Ketika mereka pergi ke luar negeri, mereka mengkritik Bharat. Ketika mereka berada di India, mereka keberatan dengan nama Bharat."

Pekan lalu, Mohan Bhagwat, ketua dari organisasi tulang punggung ideologis BJP, Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS), menyerukan kepada masyarakat India untuk berhenti menggunakan nama India dan beralih ke Bharat.

"Negara kita adalah Bharat, kita harus berhenti menggunakan kata 'India' dan mulai menggunakan Bharat di semua bidang praktis, hanya dengan begitu perubahan akan terjadi. Kita harus menyebut negara kita sebagai Bharat dan menjelaskannya kepada orang lain," jelas ketua RSS itu.

RSS adalah sebuah kelompok payung Hindu yang menjadi inspirasi ideologis BJP, yang telah bekerja untuk mengubah umat Hindu India dari sebuah komunitas agama menjadi sebuah konstituen politik. Para kritikus mengatakan bahwa tujuan mereka adalah untuk membangun hegemoni Hindu di negara yang mayoritas penduduknya beragama Hindu dan membiarkan agama-agama minoritas terpinggirkan.

Pergantian nama hanya taktik politik?

Para analis politik mengklaim bahwa BJP ingin mengotak-atik politik di India, untuk menenangkan basis pemilih konservatifnya menjelang pemilihan umum 2024.

"Mereka khawatir tentang kontes satu lawan satu dalam pemilu," kata analis politik Neerja Chowdhury kepada DW, seraya menambahkan bahwa BJP mencoba untuk "membangkitkan sentimen nasionalis."

Ini bukan pertama kalinya BJP mengubah kententuan penggunaan nama negara. Sejak tahun 2014, partai ini telah mengubah nama-nama kota dan tempat-tempat bersejarah lainnya di India dan menulis ulang sejarah negara ini dengan merenovasi penanda-penanda bersejarah untuk mengesahkan ideologi nasionalis Hindu mereka.

Salah satu contohnya adalah renovasi terbaru dari Central Vista di jantung kota New Delhi. Pemerintah mengubah area seluas 35 hektar yang dipenuhi dengan landmark warisan yang ikonik itu, menjadi sebuah area publik dengan museum dan gedung-gedung pemerintah.

Renovasi yang menghabiskan dana senilai AS$2,5 miliar (sekitar Rp38,3 triliun) itu, mengharuskan penghancuran beberapa bangunan dan mendesain ulang beberapa tempat seperti Gedung Parlemen, Istana Kepresidenan, Gerbang India, hingga Tugu Peringatan Perang.

Para pengkritik mengatakan bahwa BJP tengah mencoba untuk mengubah beberapa ingatan sejarah dan menghilangkan berbagai simbol pemerintahan di masa kolonial Inggris.

Menghapus penggunaan kata India bukanlah tugas yang mudah. Para ahli hukum mengatakan bahwa hal itu membutuhkan sebuah amandemen konstitusional yang akan disahkan oleh dua pertiga mayoritas di kedua majelis parlemen, sebelum akhirnya diratifikasi oleh setidaknya setengah dari negara bagian.

(kp/ha)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya