India Kecanduan Taruhan Online dan Permainan Fantasi
28 Maret 2025
Pradeep Kumar, berusia 24 tahun, merupakan seorang lulusan pascasarjana yang berasal dari Kanpur, India. Kumar telah berjuang melawan kecanduannya terhadap judi selama dua tahun belakangan. Ia bahkan sampai mengambil pinjaman dari berbagai sumber demi membiayai kecanduannya itu.
"Suatu kali, dia kehilangan lebih dari 125.000 rupee India (sekitar Rp24,3 juta) untuk sebuah aplikasi taruhan kriket yang hampir menghancurkan hidupnya. Kami membawanya ke konseling, tetapi dia terus kembali ke kebiasaan adiktifnya itu. Aplikasi ini menjanjikan uang dengan mudah," kata ibunnya Kumar, Ranjani, kepada DW.
Kisah Kumar ini bukanlah hal yang langka di India. Banyak orang, terutama anak muda, kehilangan sejumlah besar uang, dan pada akhirnya hanya membebani keuangan keluarga mereka.
Di negara bagian Telangana, aplikasi taruhan serupa juga berkembang pesat. Tahun lalu, sebuah keluarga di Nizamabad yang terdiri dari tiga orang memilih mengakhiri hidup mereka, setelah tidak mampu membayar utang anaknya sebesar 3 juta rupee (sekitar Rp582 juta) akibat judi online.
Sebuah industri yang berkembang
India memiliki lebih dari 140 juta pengguna yang secara rutin berpartisipasi dalam perjudian dan taruhan online. Jumlah ini melonjak menjadi 370 juta pengguna, terlebih pada pergelaran acara besar seperti turnamen kriket Indian Premier League (IPL).
Seiring dengan berkembangnya aplikasi taruhan online, aplikasi permainan atau gim fantasi juga muncul sebagai segmen utama dalam industri tersebut. Aplikasi seperti Dream11, My11Circle, dan MPL memungkinkan pengguna membuat tim virtual berisi pemain nyata dan mendapatkan poin berdasarkan performa mereka di dunia nyata.
Menurut laporan Think Change Forum tahun 2023, segmen ini memiliki lebih dari 180 juta pengguna dengan lebih dari 300 platform. Olahraga kriket menyumbang 85% dari pendapatan untuk industri ini, diikuti oleh sepak bola dengan lebih dari 6%.
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Think Change Forum juga mencatat, pertumbuhan infrastruktur digital dan penggunaan ponsel pintar telah mendorong pasar ini. Dukungan selebritas dan influencer media sosial juga menjadi faktor utama popularitas aplikasi taruhan serupa berkembang.
"Aplikasi seperti ini bisa menguasai identitas seseorang, membuatnya terus-menerus memikirkan taruhan. Ini berdampak pada keuangan dan hubungan sosial mereka. Jika seseorang menggunakan aplikasi taruhan tanpa henti hingga mengganggu kehidupan sehari-hari, saatnya mencari bantuan," ujar Achal Bhagat, seorang psikiater asal New Delhi, kepada DW.
Terjebak dalam sensasi dopamin
Anjali Nagpal, seorang neuropsikiater yang meneliti masalah ini secara mendalam, mengatakan bahwa "gangguan judi” itu diam-diam menjadi epidemi di India dan mulai dianggap hal yang normal.
"Saat selebritas favorit mereka secara terbuka mempromosikan itu di media sosial, anak muda mulai merasa bahwa ini bukan aktivitas berisiko, melainkan tren. Mereka mendapat rasa aman yang keliru. Melihat idola mereka mendukungnya, mereka berpikir: 'Seberapa buruk bisa jadi?'" kata Nagpal kepada DW.
Menurutnya, siklus ini dimulai dengan perayaan kemenangan kecil yang memicu lonjakan dopamin, dan membuat para pemain ini merasa sukses.
"Tetapi ketika mereka mengejar hadiah yang lebih besar, mereka semakin terjerat, sering kali bahkan tidak menyadarinya. Setelah kalah, ingatan akan kemenangan awal membuat mereka jadi terus bermain, menciptakan siklus yang tak berujung," ujar Nagpal.
"Konsekuensinya meliputi kerugian finansial cukup besar, utang, tekanan keluarga, dan kekecewaan terus-menerus yang berdampak serius pada kesehatan mental. Ini harus ditangani dengan undang-undang yang lebih ketat dan tindakan cepat," tambahnya.
Apakah aturan negara soal ini sudah memadai?
Pemerintah India telah mengambil langkah-langkah untuk menekan berkembangnya aplikasi taruhan ilegal seperti itu. Dengan turnamen IPL yang sedang berlangsung, Direktorat Jenderal Intelijen Pajak Barang dan Jasa (DGGI) meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan permainan online asing yang menawarkan taruhan.
New Delhi juga menargetkan perusahaan yang terlibat dalam pencucian uang, beroperasi tanpa lisensi, atau menimbulkan risiko keamanan. Sekitar 700 entitas luar negeri yang terlibat dalam taruhan atau perjudian online berada dalam radar otoritas. Namun, menertibkan mereka bukan perkara mudah.
"Banyak aplikasi taruhan ilegal dengan host server di luar India, sering kali di yurisdiksi seperti Curacao, Malta, atau Siprus, di mana perjudian legal atau tidak terlalu diatur. Jumlah aplikasi ilegal ini sangat besar," kata seorang pejabat senior kepada DW dengan syarat anonim.
Pasar taruhan olahraga yang ilegal di India ini diperkirakan menerima aliran dana sebesar $100 miliar (sekitar Rp1,6 triliun) per tahun, menurut Think Change Forum.
Dalam beberapa kasus, ditemukan bahwa beberapa aplikasi taruhan juga menyamar sebagai platform permainan genre fantasi demi menghindari aturan.
Permainan ini secara hukum diklasifikasikan sebagai "permainan keterampilan," di mana hasilnya bergantung pada pengetahuan dan strategi pemain dalam menyusun tim. Sementara itu, taruhan online ini juga dianggap sebagai "permainan keberuntungan" yang bergantung pada kejadian yang tidak pasti.
"Esports dan gim jadi penghasil uang nyata zang sering disamakan, padahal keduanya sangat berbeda. Esports berfokus pada keterampilan, strategi, dan kompetisi, di mana pemain berlatih berjam-jam dan hasilnya sepenuhnya bergantung pada performa mereka. Intinya adalah hiburan, komunitas, dan penguasaan keterampilan," kata Rushindra Sinha, salah satu pendiri Global Esports, kepada DW.
Sinha mengaku khawatir dengan bagaimana beberapa platform menggunakan popularitas dan kredibilitas gim video untuk memasarkan diri mereka.
"Jika mereka diberi label yang lebih akurat, saya yakin pengawasan dan regulasi yang mereka hadapi akan sangat berbeda," katanya, seraya menyoroti bahwa banyak studio gim menyematkan fitur seperti kasino dalam aplikasi buatan mereka, demi menarik anak-anak muda, dan itu juga berbahaya.
"Ada batas tipis antara taruhan dan aplikasi semacam ini, terutama saat mereka menargetkan anak muda yang mungkin belum sepenuhnya memahami risikonya. Definisi yang lebih jelas dan perlindungan yang lebih baik sangat penting, bukan untuk membatasi inovasi, tetapi untuk melindungi pengguna dan memastikan transparansi tentang apa sebenarnya platform ini," kata Sinha.
Artikel ini diadaptasi dari DW berbahasa Inggris