1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

India Laporkan Lonjakan Penyelundupan Satwa Liar Eksotis

Murali Krishnan
2 Juni 2022

Penyelundupan hewan eksotis ke India meningkat pesat melalui perbatasan Bangladesh dan Myanmar. Kurangnya regulasi formal di sektor ini memungkinkan perdagangan terus berkembang.

Indien | Nashörner im Kaziranga Nationalpark
Foto: Anupam Nath/AP Photo/picture alliance

Bulan lalu, pejabat perhutanan Benggala Barat menyelamatkan tiga kanguru di hutan distrik Jalpaiguri serta menemukan sebuah bangkai kanguru.

Meskipun kanguru yang diselamatkan tersebut dikirim ke Taman Safari Benggal, pejabat margasatwa mempercayai mereka hampir pasti hewan ini lahir di fasilitas penangkaran di Asia Tenggara dan diselundupkan ke India melalui jalur darat.

Mereka merupakan hewan eksotis terakhir yang diselundupkan ke India, kemungkinan untuk dijadikan peliharaan. Penyelundupan itu mengungkap celah perdagangan satwa liar yang semakin marak di Asia Selatan.

Bagian tubuh hewan eksotis tinggi peminat 

"Ini kedua kalinya kanguru ditemukan di utara Benggala. Sebuah penyelidikan telah dimulai untuk menginvestigasi bagaimana cara hewan tersebut mencapai hutan, dan dari mana asalnya,” kata petugas divisi perhutanan Hari Krishnan kepada wartawan.

Wilayah hutan dataran rendah di Hutan Gajoldoba, tempat kanguru ditemukan, berbatasan dengan Bangladesh di bagian selatan, Nepal di timur dan Bhutan di Utara.

Konservasionis alam liar menyatakan bahwa selama bertahun-tahun, perdagangan satwa liar telah muncul sebagai bentuk kejahatan transnasional yang terorganisir yang mengancam keberadaan banyak spesies liar di seluruh dunia.

Minggu lalu, lebih dari 400 hewan eksotis, termasuk kungkang berjari tiga, berang-bereng, ular, kadal langka, dan pottos (sebuah primata kecil) disita di negara bagian timur laut Mizoram, yang berbatasan dengan Myanmar.

Seminggu sebelumnya, selama dua hari berturut-turut otoritas pabean di kota selatan Chennai menggagalkan dua upaya penyelundupan hewan liar dari Thailand.

Mendapat laporan, pihak berwenang mencegat seorang penumpang, yang tiba dari Bangkok. Kemudian mereka menemukan seekor landak albino dan seekor tamarin berdada merah dan bibir putih (spesies monyet seukuran tupai) dari dalam bagasinya. Dalam insiden berbeda, pihak berwenang menyelamatkan seekor sugar glider (possum) yang disembunyikan dalam sebuah wadah yang ditempatkan di dalam bagasi seorang penumpang.

"Ini adalah pasar yang menguntungkan dan penyelundupan terjadi," kata Manajer Program Wildflife Society of India Tito Joseph kepada DW. Ditambahkann, maraknya penyeludupan hewan eksotis ini lantaran tidak adanya undang-undang  yang mengatur kepemilikan, perdagangan, pengembangbiakan hewan eksotis. 

Kurangnya perlindungan hukum untuk satwa liar 

Sayangnya, perdagangan spesies eksotis tidak termasuk dalam lingkup Undang-Undang Perlindungan Satwa liar 1972. Hal ini menyebabkan celah hukum yang terbuka dalam sistem perlindungan satwa liar India, yang dimanfaatkan dengan baik oleh pihak yang terlibat di berbagai tingkat perdagangan satwa liar. Pasar perdagangan satwa liar eksotis bahkan beroperasi secara daring dan menangkap pedagang dan pemburu ilegal sejauh ini dikatakan sangat tidak efektif.

Burung-burung, dan hewan langka eksotis tersebut mulanya ditangkap di kawasan hutan Brazil, Malaysia, Singapura, Thailand, Papua Nugini, Australia, Selandia Baru hingga beberapa negara di Afrika. Kemudian mereka dikirim menggunakan kargo kapal, dan diselundupkan ke India dengan perahu nelayan.

"India juga melaporkan adanya peningkatan permintaan hewan eksotis. Hewan dari Thailand, Malaysia dan negara favorit wisatawan lainnya di Asia Tenggara diselundupkan ke India,” sebut Joseph.

Banyak ahli berpendapat bahwa kerapnya penyitaan hewan eksotis menunjukkan perdagangan internasional yang berkembang dan adanya peningkatan permintaan di wilayah tersebut.

Undang-undang Perlindungan Satwa Liar mengabaikan spesies eksotis 

"Perdagangan dan penyelundupan telah mengeksploitasi celah hukum ini sepenuhnya,” kata pembuat film satwa liar terkenal, Subbiah Nallamuthu, kepada DW. "Spesies burung eksotis kini diselundupkan ke pasar gelap India. Karena terorganisir, susah untuk mengukur skala dan ruang lingkup perdagangannya secara nyata.”

Menurut Dana Dunia untuk Alam (WWF)India, beragam produk termasuk bulu luwak, kulit ular, cangkang penyu, polong kesturi, dan empedu beruang diperjualbelikan di pasar internasional dan namun di India tidak ada permintaan langsung.

Ambergris, zat lilin yang berasal dari saluran pencernaan paus, dalam jumlah yang banyak telah disita dari berbagai negara bagian di India selama dua tahun terakhir. Di Barat,  Ambergris digunakan di industri parfum.

"Saya menyadari adanya celah dalam undang-undang dan itu akan segara dihentikan. Namun, sala satu alasan kenapa kerap terjadi penyitaan adalah karena banyaknya institusi sadar soal penyelundupan hewan eksotis,” kata Wakil Direktur Biro Pengendalian Kejahatan Satwa Liar, H V Grisha, kepada DW.

India juga telah menandatangani konvensi CITES (Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Flora dan Fauna yang Terancam Punah) sejak tahun 1976. CITES merupakan perjanjian internasional antar pemerintah yang bertujuan untuk memastikan bahwa perdagangan internasional hewan dan tumbuhan liar tidak mengancam kelangsungan hidup mereka.

Sanksi terlalu lemah 

"Namun, tanpa adanya dukungan politik, disinsentif untuk eksploitasi berlebihan dan perdagangan ilegal, jadinya hukuman untuk pelanggaran ini kerap terlalu lemah,” kata WWF.

Menurut Program Lingkungan PBB (UNEP), gading gajah, kulit harimau, sisik trenggiling, dan bagian dari kura-kura bintang India hanyalah beberapa bagian satwa liar yang telah disita di bandara India, merupakan bagian dari tren yang memanfaatkan bandara untuk lalu lintas perdagangan satwa liar.

Laporan Satwa Liar Dunia tahun 2020 menemukan 6,000 ragam spesies flora dan fauna disita antara tahun 1999 hingga 2018. Para terduga pelaku perdagangan di seluruh dunia sudah teridentifikasi, menggambarkan bahwa kejahatan terhadap satwa liar adalah masalah global.

Laporan terbaru dari TRAFFIC, sebuah organisasi pemantau perdagangan satwa liar dan mitra kerja UNEP, menemukan sebanyak 70,000 hewan asli dan eksotis serta keturunannya diperdagangkan lewat 18 bandara di India antara tahun 2011 dan 2020.

"India termasuk negara 10 besar dalam hal penggunaan sektor penerbangan untuk perdagangan satwa liar,” kata Direktur UNEP di India, Atul Bagai. "Ini adalah satu penghargaan yang tidak diinginkan.”

(mh/yf)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya