India: Pembunuhan Reporter Lokal Ancam Kebebasan Pers
22 Januari 2025Jurnalis lepas India Mukesh Chandrakar tewas dibunuh ketika dunia merayakan pergantian tahun. Mayatnya ditemukan dua hari kemudian, di sebuah lokasi pembangunan jalan di Chhattisgarh di India tengah.
Chandrakar menjalankan saluran YouTube populer bernama Bastar Junction. Dia dibunuh hanya beberapa hari setelah melaporkan korupsi yang melibatkan kontraktor lokal dalam bisnis pembangunan jalan.
Penyelidikan forensik terhadap jenazahnya menunjukkan cedera parah di bagian kepala, dada, punggung dan perut.
Polisi mencurigai, pembunuhan digerakkan oleh kerja jurnalistik yang dilakukan korban. Setidaknya empat orang telah ditangkap. Beberapa pejabat setempat juga telah diskors dari jabatan.
Tetapi kematian tragis seorang reporter muda memanaskan debat nasional tentang kebebasan pers dan keselamatan jurnalis di India.
'Tanpa rasa aman'
Distrik Bastar di Chhattisgarh merupakan zona konflik sejak meletusnya pemberontakan kelompok Maois. Jurnalis tidak cuma menghadapi ancaman dari aparat keamanan India, tapi juga dari kelompok pemberontak, atau pejabat korup yang diuntungkan dari konflik yang sedang berlangsung.
Raunak Shivhare, seorang jurnalis independen dan seorang teman dekat Chandrakar, mengatakan kepada DW, kematian sang jurnalis menjadi perhatian nasional karena sifatnya yang brutal.
"Wartawan di Bastar telah menghadapi masalah ini sejak lama," kata Hey. "Di sini, kami bekerja tanpa rasa aman."
Anjloknya peringkat kebebasan pers
Dalam 15 tahun terakhir, India telah mencatat penurunan besar dalam peringkat di Indeks Kebebasan Pers yang dikelola oleh Reporter Tanpa Batas, RSF. Dari peringkat ke105 pada tahun 2009, posisi India merosot hingga ke159 pada 2024.
Dalam indeks tersebut, India saat ini berada di bawah tetangganya Pakistan.
"Kami menyaksikan pergeseran menuju otoritarianisme, dengan niat yang jelas untuk mengekang media independen dan membungkam suara-suara kritis," kata Celia Mercier, kepala Asia Selatan di RSF, yang menilai skala penindasan membuat "merinding."
Pembunuhan terhadap Chandrakar pada Januari 2025, didahului kematian jurnalis Gauri Lankesh pada 2017 dan Shashikant Warishe pada tahun 2023.
Lankesh adalah seorang jurnalis Hub IP India, di Bangalore, yang kritis terhadap gerakan ekstremisme sayap kanan. Dia ditembak mati di depan rumahnya sendiri pada tahun 2017. Adapun Warishe tewas ditabrak seorang makelar lokal di sebuah jalan pada tahun 2023 dengan menggunakan sebuah kendaraan SUV.
Dalam kedua kasus tersebut, para tersangka pembunuh belum dihukum.
Pemerintahan Modi tolak kritik
Di masa lalu, pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi telah berulangkali menolak metodologi untuk mengevaluasi kebebasan pers.
Tahun lalu, Menteri Informasi dan Penyiaran India, Ashwini Vaishnaw, mengatakan upaya untuk menilai kebebasan pers "menggunakan jumlah sampel yang sangat kecil dan dengan sedikit atau tanpa pemahaman tentang India dan demokrasinya yang meriah."
Berbicara kepada anggota parlemen pada bulan Juli, dia mengatakan pemerintah berkomitmen untuk menjamin kebebasan berbicara, dan memuji pers India "kuat dan berkembang."
Sementara itu, wartawan yang bekerja di luar kota besar mengeluh, tidak terlindungi ketika melaporkan dugaan kejahatan penguasa lokal.
Mercier RSF mengatakan, wartawan menghadapi pembalasan dalam "bentuk serangan langsung, investigasi pajak, proses hukum atau ancaman penahanan di bawah undang-undang anti-teroris."
"Undang-undang anti-terorisme disalahgunakan untuk memenjara jurnalis, terutama di Kashmir," katanya, menyebut wilayah pegunungan yang diperebutkan dengan Pakistan.
Dia juga menyoroti maraknya perundungan digital yang menargetkan jurnalis di media sosial. Serangan biasanya ditujukan untuk mendiskreditkan wartawan yang bersangkutan sebagai "pengkhianat" atau "anti-nasional" untuk mendelegitimasi pekerjaan mereka.
"Ketika Gauri Lankesh ditembak mati di siang hari bolong beberapa tahun yang lalu, muncul ungkapan perayaan di Twitter oleh seorang pengguna yang diikuti oleh Perdana Menteri Narendra Modi," katanya. "Ini hanya menunjukkan betapa rentannya jurnalis di negara ini."
Kebimbangan hukum
Ruben Banerjee, sekretaris jenderal Asosiasi Editor India, mengatakan meningkatnya intolansi secara langsung berkorelasi dengan situasi kebebasan pers yang memburuk.
"Hukum telah dipersenjatai dan dikerahkan untuk membungkam dan menghukum siapa pun yang berbeda dengan garis resmi," kata editor veteran.
Chhattisgarh, negara bagian tempat Chandrakar dibunuh, sempat mencoba meloloskan UU untuk melindungi jurnalis. Tapi legislasinya terhambat oleh minimnya dukungan politik. Di tingkat nasional, pemerintah India menunda secara signifikan penegakkan Undang-undang Perlindungan Pelapor atau Whistleblower.
Selain itu, sistem pengadilan India membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk memutuskan vonis. Seringkali, terdakwa diizinkan bebas dengan uang jaminan, akibat proses hukum yang berkepanjangan.
Bertahun setelah pembunuhan terhadap Gauri Lankesh, sebanyak 17 dari 18 terdakwa masih bebas dengan jaminan, sementara satu orang masih buron.
'Tingkat sensor tertinggi'
"Kematian Mukesh adalah langkah kedua, sebelum paku terakhir ditancapkan di atas peti mati bagi kami. Kami tinggal bersama keluarga kami di Bastar. Kami tidak memiliki perlindungan," kata temannya dan sesama jurnalis Shivhare. "Dalam kondisi seperti ini, sangat sulit untuk lanjut melaporkan masalah sensitif."
Komite Perlindungan Jurnalis, CPJ, mengatakan mayoritas dari 60 wartawan India yang kehilangan nyawa sejak tahun 1992 adalah wartawan lokal di kota-kota kecil.
"Tanpa dakwaan yang cepat, kasus ini mengirim pesan bahwa pembunuhan terhadap jurnalis bisa ditoleransi," kata direktur Asia di CPJ, Beh Lih Yi.
"Membunuh jurnalis adalah bentuk tertinggi dari sensor," katanya.
Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris