Pembahasan Renewable Energy Directive (RED) II dan aturan turunannya oleh Parlemen Eropa mengundang kritik dari Pemerintah dan DPR RI. Jika RED II disetujui penggunaan kelapa sawit di Eropa akan dilarang pada tahun 2030.
Iklan
Pemerintah tengah menyiapkan langkah untuk melawan larangan penggunaan minyak sawit di Eropa. Selain diplomasi yang terus dijalankan, pemerintah juga akan lakukan litigasi atau gugatan ke pengadilan internasional.
"Jadi ini step-nya sudah mengarah ke litigasi, bukan diplomasi. Diplomasi juga berjalan terus, kan gitu,” kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, dikutip dari laman Kumparan. Hal serupa juga kemungkinan akan dilakukan oleh pelaku usaha kelapa sawit.
Kritikan senada juga diungkapkan Ketua DPR, Bambang Soesatyo. Menurutnya Renewable Energy Directive II (RED II) dan aturan turunannya telah mengabaikan upaya penyejahteraan masyarakat di negara produsen kelapa sawit. "Uni Eropa merupakan salah satu mitra strategis Indonesia. Namun sayangnya proses adopsi legislasi RED II dan aturan turunannya didasarkan pada analisis ilmiah yang cacat, mengabaikan kritik yang datang dari internal Uni Eropa dan lembaga independen," ujarnya dilansir dari Kompas.com. DPR akan melakukan upaya diplomasi berupa pertemuan-pertemuan dengan Parlemen Eropa melalui Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP).
Biteback: Potensi Minyak Serangga Gantikan Minyak Sawit
Penggagasnya anak-anak muda. Idenya gantikan minyak kelapa sawit yang produksinya selama ini tidak ramah lingkungan, dengan memanfaatkan serangga.
Foto: Founders Valley/Biteback Indonesia
Bermula dari eksperimen
Para anak muda yang tergabung dalam start up Biteback melakukan berbagai eksperimen dengan serangga. Hasilnya, minyak makan dibuat dari serangga. Potensinya bisa gantikan fungsi minyak kelapa sawit. Biteback telah mengembangkan sebuah proses untuk mengekstrak minyak dari serangga yang dapat dimakan. Ini adalah pilihan yang jauh lebih berkelanjutan untuk kelapa sawit.
Foto: Founders Valley/Biteback Indonesia
Memanfaatkan ulat kumbang hitam
Jenis ulat yang digunakan adalah ulat kumbang hitam atau larva kumbang. Para peneliti mengikuti kompetisi-kompetisi internasional di manca negara sebelum berbuka usaha. Selain berkompetisi mereka juga terus menimba ilmu kembangkan bio teknologi yang berkaitan dengan pengembangan minyak serangga ini.
Foto: Founders Valley/Biteback Indonesia
Gantikan minyak kelapa sawit
Maraknya perkebunan sawit telah mengundang kekhawatiran aktivis lingkungan karena besarnya penghancuran hutan untuk melakukan pertanian monokultur. Diharapkan di masa mendatang, minyak serangga ini bisa gantikan fungsi minyak sawit yang dianggap rugikan lingkungan lewat penebangan hutan besar-besaran yang juga telah banyak hancurkan ekosistem di Indonesia.
Foto: Founders Valley/Biteback Indonesia
Fungsinya serupa
Tak jauh beda dengan kelapa sawit, minyak serangga bisa dimanfaatkan untuk berbagai macam industri, mulai dari industri makanan, kosmetika hingga bahan bakar. Menurut peneliti yang terjun dalam bisnis ini, jika dalam setahun, minyak yang diproduksi sawit 4 ton per hektar, maka dalam satu hektar, bisa dihasilkan 150 ton minyak serangga dalam setahun.
Foto: Founders Valley/Biteback Indonesia
Konsumsi Anda
Minyak sawit digunakan dalam banyak produk. Anda mungkin bahkan tidak menyadari berapa banyak yang Anda konsumsi dalam setahun. Ini adalah minyak nabati yang paling diperdagangkan secara internasional, dapat ditemukan di 50% semua barang kemasan mulai dari bahan makanan hingga kosmetik. Jika minyak serangga bisa gantikan fungsinya, diharapkan kerusakan akibat sawit dapat dikurangi.
Foto: Founders Valley/Biteback Indonesia
Pakan dari limbah
Serangga membutuhkan sedikit pakan, air, tanah, dan hampir tidak menghasilkan gas rumah kaca. Tak sulit dipelihara, menurut para peneliti yang kini terjun di bisnis minyak serangga, pakan ulat kumbang hitam ini adalah limbah-limbah organik.
Foto: Founders Valley/Biteback Indonesia
Berkompetisi sambil gaet pemodal
Salah seorang peneliti dan pebisnis Mush'ab Nursantio menceritakan, beberapa bulan setelah ikut berbagai kompetisi di manca negara, mereka berhasil menggaet para investor. Akhirnya ia dan rekan-rekannya pulang ke tanah air dan memberanikan diri membuka bisnis ini.
Foto: Founders Valley/Biteback Indonesia
Menarik perhatian publik
Bisnis Biteback ini menarik tim Founders Valley DW untuk berkunjung dan melihat bagaimana cara kerja mereka. Dalam foto, tampak Fridtjof Detzner, organisator kompetisi Founders Valley DW, terjun langsung ke Indonesia dan lokasi bisnis. Start up ini adalah salah satu ide bisnis cemerlang.
Foto: Founders Valley/Biteback Indonesia
Mengatasi anemia
Minyak serangga, selain bisa mereduksi penggundulan hutan, juga bisa memberi nutrisi penting bagi dunia dengan metode yang mudah digunakan. Minyak yang telah dibuat oleh Biteback sama dengan minyak goreng biasa. Dan karena minyaknya terbuat dari serangga, kandungan zat besinya tinggi sehingga bisa mengatasi anemia.
Foto: Founders Valley/Biteback Indonesia
Ulat gorengnya bisa dimakan
Entomofag, atau memakan serangga, baru-baru ini mendapat banyak perhatian sebagai cara yang menjanjikan untuk mengatasi beberapa tantangan makanan dan gizi utama, yang dihadapi dunia. Serangga yang dapat dimakan karena sangat bergizi, mengandung asam lemak esensial, protein, kandungan mineral dan biokimia bernilai tinggi lainnya.
Foto: Founders Valley/Biteback Indonesia
Menangkan 10 ribu Euro
Anda punya ide bisnis cemerlang semacam ini ? Ikuti kontes Founders Valley DW. Kirim video gagasan start up atau bisnis Anda. Pemenangnya akan mendapat hadiah 10.000 Euro. Ditunggu hingga 15 November 2017.
Foto: Founders Valley/Biteback Indonesia
11 foto1 | 11
Sementara itu Uni Eropa mengatakan telah mengikuti aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). RED II dan aturan turunannya diklaim berdasarkan penelitian ilmiah terbaik kisaran tahun 2008-2015. Dari data tersebut Eropa menemukan kaitan antara industri kelapa sawit dan deforestasi. "Ini merupakan satu lagi langkah dalam perjalanan panjang dan bersama menuju pembangunan berkelanjutan dan netralitas karbon," kata Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Vincent Guérend.
Muncul Tanda Bahaya SOS Raksasa di Perkebunan Sawit Sumatera
Seniman Lithuania 'mengukir' bekas perkebunan sawit jadi bertanda “SOS” di tepi hutan lindung Sumatera Utara sebagai ekspresi keprihatinannya atas kehancuran hutan di Indonesia.
Foto: All Is Amazing/Ernest Zacharevic
Berdampak buruk bagi masyarakat dan spesies langka
Proyek 'Save Your Souls' karya seniman Lithuania, Ernest Zacharevic ini merupakan bagian dari kampanye keprihatiannya atas dampak perkebunan kelapa sawit terhadap komunitas dan spesies langka di Indonesia. Huruf “SOS” membentang setengah kilometer di lahan seluas 100 hektar di Bukit Mas, Sumatera Utara, dekat ekosistem Leuser.
Foto: All Is Amazing/Nicholas Chin
Tanda darurat di perkebunan sawit
"Saya ingin menyuarakan besarnya masalah dampak kelapa sawit," ujar Zacharevic yang membuat proyak tulisan tanda SOS raksasa di perkebunan di Sumatera Utara. "Proyek ini merupakan upaya untuk menarik kesadaran khalayak yang lebih luas." Proyek ini, bekerja sama dengan kelompok konservasi Sumatran Orangutan Society (SOS) yang berbasis masyarakat dan perusahaan kosmetik Lush.
Foto: All Is Amazing/Nicholas Chin
Mengumpulkan dana kampanye
Mereka mengumpulkan dana untuk membeli perkebunan melalui penjualan 14.600 sabun berbentuk orangutan tahun lalu. Tujuannya adalah, benar-benar menghijaukan kembali lahan itu, yang sekarang dimiliki oleh sayap organisasi SOS di Indonesia, The Orangutan Information Center (OIC), dengan bibit pohon asli. Akhirnya menghubungkan kawasan itu dengan lokasi penghijauan OIC terdekat.
Foto: All Is Amazing/Ernest Zacharevic
Mengolah konsep dan bertindak
Zacharevic berbagi ide kreatif yang sangat berani: Ia bersama kami saat itu dan kebetulan saja tanah yang baru kami beli itu adalah kanvas instalasi yang sempurna, tulis SOS di situsnya. Sekitar seminggu, seniman ini bekerja di lahan itu, menyusun konsep dan akhirnya menebang 1.100 sawit untuk menguraikan pesan ini.
Foto: Tan Wei Ming
Menanam kembali hutan
Setelah menghijaukan kembali lahan itu,sayap organisasi SOS di Indonesia, The Orangutan Information Center (OIC), menanaminya lagi dengan dengan bibit pohon asli di habitat tersebut sebagai upaya penghijauan.
Foto: Skaiste Kazragyte
Jadi sorotan dunia
Sementara itu sang seniman mewujudkan konsep yang digodok bersama sebagai penanda daruratnya kondisi hutan di Indonesia yang banyak digunduli: SOS. Indonesia telah menjadi pusat perhatian dunia dalam upaya mengendalikan emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh penggundulan hutan lahan gambut untuk dijadikan perkebunan bagi industri seperti minyak sawit, pulp dan kertas.
Foto: Tan Wei Ming
Komitmen perusahaan-perusahaan
Tanda SOS ini muncul di tengah tekanan yang terus bergulir pada perusahaan kelapa sawit. PepsiCo dan perusahaan kosmetik Inggris Lush telah berkomitmen untuk mengakhiri penggunaan minyak kelapa sawit - yang ditemukan dalam beragam produk mulai dari sabun hingga sereal .
Foto: picture-alliance/dpa/V. Astapkovich
Meningkatkan transparansi
Sementara, awal tahun 2018 ini perusahaan raksasa Unilever mengatakan telah membuka informasi rantai pasokan minyak sawitnya untuk meningkatkan transparansi.
Foto: Getty Images
Masyarakat adat yang tersingkirkan
Hutan-hutan ini sering berada di daerah terpencil yang telah lama dihuni oleh masyarakat adat, yang mungkin tidak memiliki dokumen yang bisa membuktikan kepemilikan lahan atau dapat bersaing dalam akuisisi lahan di negara Asia Tenggara yang kaya sumber daya.
Foto: Skaiste Kazragyte
Flora dan fauna yang makin menghilang
Perluasan hutan juga menyebabkan berkurangnya populasi satwa liar. Cuma sekitar 14.600 orangutan yang tersisa di alam liar di Sumatera, demikian perkiraan para pemerhati lingkungan. "Kita semua berkontribusi terhadap dampak merusak dari minyak kelapa sawit yang tidak berkelanjutan, apakah itu dengan mengkonsumsi produk atau kebijakan pendukung yang mempengaruhi perdagangan," papar Zacharevic.
Para ahli lingkungan mengatakan pembukaan lahan untuk perkebunan pertanian di Indonesia, penghasil minyak sawit terbesar di dunia, bertanggung jawab atas kerusakan hutan. Penutupan hutan telah turun hampir seperempat luasnya sejak tahun 1990, demikian menurut data Bank Dunia. (ap/vlz/Ernest Zacharevic/SOS/rtr/leuserconservation/berbagai sumber)