Indonesia canangkan, akhir 2017 bebas kasus pemasungan orang sakit jiwa. Kader Posyandu akan jadi ujung tombak perawatan penyandang gangguan mental.
Iklan
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dalam jumpa pers di Jakarta mencanangkan, hingga Desember 2017 Indonesia akan bebas kasus pemasungan orang sakit jiwa. Semua dinas sosial di kawasan yang terdata banyak kasus pemasungan sudah diperintahkan untuk menggiatkan upaya ini.
Indonesia Bebas Pemasungan Orang Sakit Jiwa 2017
02:18
Mensos mengatakan, kader Posyandu akan jadi ujung tombak perawatan dan pengobatan penyandang gangguan mental. Mereka yang akan memonitor kesehatan maupun pemberian obat penenang kepada pengidap sakit jiwa.
Kasus pemasungan orang sakit jiwa kembali mencuat baru-baru ini, terkait dengan laporan Human Right Watch menyangkut pelanggaran hak asasi manusia tersebut. HRW melaporkan, juga di panti-panti perawatan maupun di lembaga lain yang menangani kasus pengidap sakit jiwa, pemasungan masih sering terjadi.
Kasus pemasungan biasanya dilakukan untuk mencegah pengidap sakit jiwa mengamuk. Kabanyakan kasus pemasungan dilakukan keluarga tak mampu dengan pendidikan rendah. Dengan pencanangan bebas kasus pasung hingga akhir 2017, banyak pihak mengharapkan praktek keji semacam itu tidak terulang lagi.
Praktik Keji Memasung Orang Sakit Jiwa di Indonesia
Selama dua tahun aktivis Human Rights Watch (HRW) berkeliling Sumatera dan Jawa buat mengunjungi 16 pusat rehabilitasi mental dan rumah sakit jiwa. Yang mereka temukan di sana adalah sebuah tragedi kemanusiaan.
Foto: HRW/Andrea Star Reese
Penjara Jiwa
Human Rights Watch mencatat ratusan kasus, di mana pasien gangguan kejiwaan dipasung, dipenjara, mengalami kekerasan fisik dan seksual, antara lain dengan terapi kejut listrik. Foto-foto ini dibuat oleh fotografer AS, Andrea Star Reese dalam esainya yang berjudul "Disorder" tentang potret muram perawatan pasien gangguan kejiwaan di Indonesia
Foto: HRW/Andrea Star Reese
Nasib Muram Pasien Mental
HRW mencatat lebih dari 56.000 pasien gangguan kejiwaan pernah dipasung selama perawatan. Saat ini sekitar 19.000 orang masih mengalami praktik keji tersebut. Minimnya pendidikan dan infrastruktur kesehatan diyakini bertanggungjawab atas nasib muram pasien mental di Indonesia.
Foto: HRW/Andrea Star Reese
Merajalela Berkat Dukun
Kendati telah dilarang oleh pemerintah sejak tahun 1977, praktik pasung masih merajalela di Indonesia. Menurut mantan Direktur Kesehatan Mental di Kementerian Kesehatan, Dr Pandu Setiawan, tanpa akses pengobatan profesional, keluarga pasien seringkali terpaksa berobat pada dukun. "Disitulah praktik pasung bermula," tuturnya kepada Radio Australia
Foto: HRW/Andrea Star Reese
Tanpa Akses Pengobatan
Indonesia, negara yang berpenduduk lebih dari 250 juta jiwa, saat ini tercatat cuma memiliki 600 hingga 800 psikiater dan 48 rumah sakit jiwa yang sebagian besarnya berada di empat dari 34 provinsi yang ada. Bandingkan dengan jumlah pasien gangguan kejiwaan yang saat ini mencapai 19 juta orang.
Foto: HRW/Andrea Star Reese
Neraka di Halaman Belakang
Dalam laporannya HRW mencatat sebagian pasien dipasung selama berpuluh tahun. Foto yang diambil tahun 2011 ini menampilkan seorang pasien gangguan jiwa yang dipasung selama sembilan tahun di halaman belakang rumah keluarganya di Cianjur, Jawa Barat. Ketika dibebaskan, kakinya telah menyusut alias mengalami Antrofi lantaran tidak digunakan.
Foto: HRW/Andrea Star Reese
Terjebak Dalam Lingkaran Setan
Kampanye anti pasung yang dilancarkan Kementerian Kesehatan sejak lima tahun silam belum banyak mengubah nasib pasien gangguan jiwa. Namun begitu tahun lalu saja pemerintah berhasil membebaskan 8000 pasien. Sejak Januari silam obat Risperidone yang biasa digunakan untuk merawat penderita Skizofrenia dan gangguan Bipolar juga sudah bisa diperoleh secara gratis melalui asuransi BPJS
Foto: HRW/Andrea Star Reese
Stigma Sosial
Hal lain yang memperburuk situasi pasien mental adalah stigma sosial. Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, dr. Irmansyah, mengklaim 70 hingga 80 persen pasien kejiwaan mendarat di pemasungan di halaman belakang rumah atau di tangan dukun lantaran stigma negatif masyarakat. "Pada akirnya pasien-pasien itu tetap sakit secara mental."