Dalam pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull akhir pekan ini, patroli bersama dengan Australia di Laut Cina Selatan jadi tema pembahasan.
Iklan
Kepada surat kabar Australia, Presiden Joko Widodo mengungkapkan, lawatannya ke Australia di antaranya akan membahas soal patroli bersama dengan negara itu, sejauh tidak mengobarkan ketegangan dengan Cina. "Jika tidak ada ketegangan saya pikir patrol bersama merupakan hal penting," ujar Joko Widodo.
Indonesia mengambil posisi netral terhadap sengketa Laut Cina Selatan, dengan bertindak sebagai penengah antara Cina dan para anggota perhimpunan negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) yang bersitengang di perairan itu.
Cina mengklaim hampir seluruh Laut Cina Selatan, dimana sekitar $US 5 triliun angka perdagangan melewati perairan itu setiap tahunnya. Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam juga mengklaim kawasan itu.
Australia - yang mengatakan itu tidak mau berpihak atas sengketa Laut Cina Selatan mendukung kebebasan kegiatan di wilayah ini yang diawasi navigasi AS. Pemerintahan di Canberra juga telah berusaha untuk memperbaiki hubungan dengan Indonesia setelah ketegangan baru-baru ini, dimana Indonesia tangguhkan kerjasama militer dengan Australia pada bulan Januari, ditemukan materi pendikan militer di Australia yang dianggap "melecehkan" Indonesia.
Saling Tikam Berebut Laut Cina Selatan
Konflik Laut Cina Selatan menjadi ujian terbesar Cina buat menjadi negara adidaya. Meski bersifat regional, konflik itu mendunia dan mengundang campur tangan pemain besar, termasuk Amerika Serikat dan Indonesia.
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
Bersekutu dengan Rusia
Cina sendirian dalam konflik seputar Kepulauan Spratly dan Paracel di Laut Cina Selatan. Kecuali Rusia yang rutin menggelar latihan militer bersama (Gambar), negeri tirai bambu itu tidak banyak mendulang dukungan atas klaim teritorialnya. Terutama karena klaim Beijing bertentangan dengan hukum laut internasional.
Foto: picture-alliance/AP Images/Color China Photo/Z. Lei
David Versus Goliath
Secara umum Cina berhadapan dengan enam negara dalam konflik di Laut Cina Selatan, Taiwan, Vietnam, Malaysia, Brunai dan Filipina yang didukung Amerika Serikat. Dengan lihai Beijing menjauhkan aktor besar lain dari konflik, semisal India atau Indonesia. Laut Cina Selatan tergolong strategis karena merupakan salah satu jalur dagang paling gemuk di dunia dan ditengarai kaya akan sumber daya alam.
Foto: DW
Diplomasi Beton
Ketika jalur diplomasi buntu, satu-satunya cara untuk mengokohkan klaim wilayah adalah dengan membangun sesuatu. Cara yang sama ditempuh Malaysia dalam konflik pulau Sipadan dan Ligitan dengan Indonesia. Berbeda dengan Malaysia, Cina lebih banyak memperkuat infrastruktur militer di pulau-pulau yang diklaimnya.
Foto: CSIS, IHS Jane's
Reaksi Filipina
Langkah serupa diterapkan Filipina. Negara kepulauan itu belakangan mulai rajin membangun di pulau-pulau yang diklaimnya, antara lain San Cay Reef (gambar). Beberapa pulau digunakan Manila untuk menempatkan kekuatan militer, kendati tidak semewah Cina yang sudah membangun bandar udara di kepulauan Spratly.
Foto: CSIS Asia Maritime Transparency Initiative/DigitalGlobe
Di Bawah Naungan Paman Sam
Filipina boleh jadi adalah kekuatan militer terbesar selain Cina dalam konflik di perairan tersebut. Jika Beijing menggandeng Rusia, Filipina sejak dulu erat bertalian dengan Amerika Serikat. Secara rutin kedua negara menggelar latihan militer bersama. Terakhir kedua negara melakukan manuver terbesar dengan melibatkan lebih dari 1000 serdadu AS.
Foto: Reuters/E. De Castro
Indonesia Memantau
Indonesia pada dasarnya menolak klaim Cina, karena ikut melibas wilayah laut di sekitar kepulauan Natuna. Kendati tidak terlibat, TNI diperintahkan untuk sigap menghadapi konflik yang diyakini akan menjadi sumber malapetaka terbesar di Asia itu. Tahun lalu TNI mengerahkan semua kekuatan tempur milik Armada Barat untuk melakukan manuver perang di sekitar Natuna.
Foto: AFP/Getty Images/J. Kriswanto
Bersiap Menghadapi Perang
TNI juga membentuk Komando Operasi Khusus Gabungan untuk menangkal ancaman dari utara. Komando tersebut melibatkan lusinan kapal perang, tank tempur amfibi dan pesawat tempur jenis Sukhoi.
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
Indonesia Tolak Klaim Cina
Cina berupaya menjauhkan Indonesia dari konflik dengan mengakui kedaulatan RI di kepualuan Natuna dan meminta kesediaan Jakarta sebagai mediator. Walaupun begitu kapal perang Cina berulangkali dideteksi memasuki wilayah perairan Natuna tanpa koordinasi. Secara umum sikap kedua negara saling diwarnai kecurigaan, terutama setelah Presiden Jokowi mengatakan klaim Cina tidak memiliki dasar hukum
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
AS Tidak Tinggal Diam
Pertengahan Mei 2015 Kementrian Pertahanan AS mengumumkan pihaknya tengah menguji opsi mengirimkan kapal perang ke Laut Cina Selatan. Beberapa pengamat meyakini, Washington akan menggeser kekuatan lautnya ke Armada ketujuh di Pasifik demi menangkal ancaman dari Cina.
Foto: U.S. Navy/Anna Wade/Released
9 foto1 | 9
Selalu mendapat tempat
Panglima militer Australia meminta maaf kepada Indonesia di bulan Februari, namun kerjasama militer tetap ditangguhkan. Pengamat militer Aris Santoso menyebutkan, memang selalu ada batu kerikil dalam hubungan antara Indonesia dan Australia, tetapi eskalasi konfliknya tidak serumit dengan yang terjadi di Laut Cina Selatan hari-hari ini.
Menurut Aris Santoso, satu lagi yang patut dicatat, Australia tidak sekeras Amerika Serikat dalam hal sanksi kerja sama militer. "Mungkin kita masih ingat, bagaimana AS menghentikan seluruh bantuan pendidikan bagi perwira TNI, yang dikenal sebagai program IMET (International Military Education & Training), sebagai dampak dari Peristiwa Santa Cruz, Dili, November 1991.
Namun bagi Australia, di tengah pasang surut hubungan kedua negara, selalu ada alokasi bagi perwira TNI dalam lembaga pendidikan lanjutan seperti Australian Command and Staff College (setingkat Sesko matra) atau Centre for Defence and Strategic Studies (CDSS, kira-kira setingkat Lemhanas)."
Masalah-masalah bertetangga
Masalah-masalah lain yang juga menyulut ketegangan antara Indonesia dan Australia dalam beberapa tahun terakhir, misalnya akibat eksekusi narapidana Australia yang terlibat narkoba dan kebijakan Canberra atas imigran di Indonesia. Hubungan kedua negara membaikkapal migran kembali ke Indonesia, tapi kembali membaik setelah Turnbull menjabat sebagai perdana menteri.
"Kunjungan ini sangat penting bagi kami karena menunjukkan seberapa dekat kita sebagai tetangga," kata juru bicara kementerian luar negeri Arrmanantha Nasir. Di lain pihak, dalam sebuah pernyataan, Turnbull mengatakan bahwa "hubungan bilateral dengan Indonesia sangat penting untuk kedua negara dan sangat kuat."
Presiden Joko Widodo awalnya dijadwalkan untuk mengunjungi negeri kangguru itu pada November, namun terpaksa membatalkan perjalanan untuk menangani demonstrasi massa besar-.besaran di Jakarta.
Masalah-masalah lain yang turut dibicarakn dalam kunjungan Jokowi ke Australia, di antaranya termasuk investasi, terorisme dan keamanan cyber, serta keinginan Presdien Joko Widodo untuk memperluas pengajaran bahasa Indonesia di Australia. Joko Widodo juga akan bertemu dengan pengusaha dan wargaIndonesia yang tinggal di Sydney, Australia.
Barakuda Sirip Pendek, Kapal Selam Teranyar Australia
Australia membeli 12 kapal selam baru senilai 36 milyar Dollar AS dari Perancis. Produsennya mengklaim kapal selam tersebut adalah mesin perang berpenggerak konvensional paling mematikan dalam sejarah. Inilah wujudnya.
Foto: picture-alliance/dpa/DCNS Group
Pembunuh Bersirip Pendek
Selama dua dasawarsa terakhir Australia menggunakan enam kapal selam kelas Collin bertenaga diesel buat mengamankan wilayahnya. Namun dalam waktu dekat kapal selam buatan dalam negeri itu harus dibesituakan dan diganti dengan jenis teranyar dengan balutan teknologi paling mutakhir saat ini. Hasilnya adalah Barakuda Sirip Pendek buatan Perancis.
Foto: picture-alliance/dpa/DCNS Group
Senyap di Bawah Air
Menurut produsennya, DCNS, Barakuda akan menjadi kapal selam bertenaga konvensional paling mematikan dalam sejarah. Karena digerakkan oleh mesin jet air, monster laut sepanjang 90 meter itu mampu bergerak dalam senyap dan mengungguli kapal selam berpenggerak baling-baling. Dalam situasi perang, tulis DCNS, mesin hydrojet lebih unggul ketimbang jenis lainnya.
Foto: picture-alliance/dpa/AAP/DCNS GROUP
Teknologi Perang
Barakuda juga akan dilengkapi dengan teknologi termutakhir navigasi suara buatan Thales Underwater System yang saat ini sudah digunakan militer Inggris. Perpaduan antara keunggulan akustik, sistem pendeteksi teranyar dan kemampuan Barakuda menerima update untuk teknologi masa depan membuat Australia menjatuhkan pilihan pada produk buatan Perancis ini.
Foto: picture-alliance/dpa/AAP/DCNS GROUP
Beragam Misi, Satu Barakuda
Menurut DCNS, Barakuda dilengkapi dengan sistem pelontar torpedo yang juga mampu menembakkan peluru kendali jelajah dan menjangkau target pada jarak lebih dari 1.000 kilometer. Misi kapal selam itu mencakup misi anti kapal selam dan kapal perang, serangan darat, pengumpulan data intelijen, manajemen krisis dan operasi khusus.
Foto: picture-alliance/dpa/DCNS Group
Hujan Duit dari Canberra
Saat ini Barakuda baru digunakan oleh angkatan laut Perancis. Namun berbeda dengan Australia, Perancis memilih jenis kapal selam yang digerakkan oleh tenaga nuklir. Pemerintah Australia berencana akan melengkapi setiap unit dengan sistem persenjataan senilai 1,5 milyar Dollar AS yang diproduksi oleh Lockheed Martin.
Foto: Reuters/DCNS
Galangan Baru di Adelaide
Menurut perjanjian, DCNS akan mendapat waktu selama 30 tahun untuk memproduksi 12 unit Barakuda. Perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki negara itu juga diwajibkan membangun galangan kapal di Adelaide untuk mempercepat proses produksi. Selain itu pemerintah di Canberra meminta agar sistem elektronik dan piranti lunak dibuat oleh perusahaan Amerika Serikat.
Foto: picture-alliance/AP Images/T. Camus
Struktur Rumit
Namun lantaran desainnya, produksi Barakuda diyakini tidak akan sesederhana seperti yang dibayangkan. Sebagai perbandingan, satu unit Barakuda terdiri atas 350.000 komponen, sementara pesawat raksasa Airbus A380 cuma terdiri atas 100.000 komponen.