Indonesia dan Cina Ingin Tingkatkan Hubungan Keamanan
27 April 2016
Indonesia dan Cina bermaksud meningkatkan kerjasama di bidang keamanan, kelautan dan investasi infrastruktur. Demikian dilaporkan kantor berita resmi Cina, Xinhua.
Iklan
Sekalipun ada sedikit ketegangan sehubungan dengan penahanan kapal pencuri ikan asal Cina, Indonesia dan Cina menyatakan ingin meningkatkan kerjasama keamanan. Selain itu, kerjasama juga akan digalakkan di bidang kelautan dan pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Pejabat Cina dan Indonesia sepakat untuk meningkatkan hubungan keamanan, kerjasama kelautan dan investasi infrastruktur, tulis kantor berita resmi Xinhua hari Selasa (26/04).
Hal itu disepakati setelah beberapa minggu terakhir hubungan kedua negara diwarnai ketegangan berkaitan dengan penahanan kapal penangkap ikan Cina oleh TNI Angkatan Laut karena beroperasi secara ilegal di wilayah perairan Indonesia.
Laporan Xinhua diturunkan setelah pertemuan antara pejabat tinggi Cina Yang Jiechi dengan Menteri Koordinasi Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Luhut Pandjaitan. Menko Polhukam Luhut dijadwalkan mengunjungi Cina pekan ini.
Kedua negara akan memperkuat hubungan pertahanan, termasuk di dalamnya isu anti-terorisme, penegakan hukum, pengawasan narkotika dan kerjasama kelautan, demikian kantor berita Xinhua.
Jakarta dan Beijing disebutkan juga akan bekerja sama di bidang kereta api, listrik, pertambangan, aerospace, pertanian dan perikanan.
Angkatan Laut Indonesia beberapa waktu lalu terlibat ketegangan dengan penjaga pantai Cina, setelah kapal Indonesia berusaha menahan sebuah kapal pukat Cina yang dituduh melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan Indonesia tanpa izin.
Saat akan ditarik ke pelabuhan terdekat di wilayah perairan Kepulauan Natuna, kapal penjaga pantai Cina dengan sengaja menabrak kapal pukat itu untuk mencegah penahanan. Cina ketika itu mengklaim, para nelayannya beroperasi di "daerah penangkapan ikan tradisional" Cina. Hal itu segera dibantah oleh Menteri Perikanan Susi Pudjiastuti dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Indonesia tidak melibatkan diri dalam sengketa klaim dengan Cina di kawasan Laut Cina Selatan seperti negara-negara tetangganya, Filipina, Malaysia dan Brunei. Namun bersikeras, perairan di sekitar Kepulauan Natuna adalah wilayah teritorialnya. Cina belakangan mengakui kedaulatan Indonesia atas wilayah itu dan menerangkan, tidak ada klaim Cina atas daerah perairan tersebut.
Menteri Koordinator Polhukam Luhut Pandjaitan sebelumnya menerangkan, Indonesia akan menjaga hubungan baik dengan Cina, namun "tanpa mengorbankan kedaulatannya".
Dalam beberapa tahun terakhir, Cina mengambil langkah untuk menegaskan kehadirannya di Laut Cina Selatan yang kaya ikan dan gas alam. Ambisi Cina menjadi perhatian Amerika Serikat dan sekutunya di Asia Tenggara.
Saling Tikam Berebut Laut Cina Selatan
Konflik Laut Cina Selatan menjadi ujian terbesar Cina buat menjadi negara adidaya. Meski bersifat regional, konflik itu mendunia dan mengundang campur tangan pemain besar, termasuk Amerika Serikat dan Indonesia.
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
Bersekutu dengan Rusia
Cina sendirian dalam konflik seputar Kepulauan Spratly dan Paracel di Laut Cina Selatan. Kecuali Rusia yang rutin menggelar latihan militer bersama (Gambar), negeri tirai bambu itu tidak banyak mendulang dukungan atas klaim teritorialnya. Terutama karena klaim Beijing bertentangan dengan hukum laut internasional.
Foto: picture-alliance/AP Images/Color China Photo/Z. Lei
David Versus Goliath
Secara umum Cina berhadapan dengan enam negara dalam konflik di Laut Cina Selatan, Taiwan, Vietnam, Malaysia, Brunai dan Filipina yang didukung Amerika Serikat. Dengan lihai Beijing menjauhkan aktor besar lain dari konflik, semisal India atau Indonesia. Laut Cina Selatan tergolong strategis karena merupakan salah satu jalur dagang paling gemuk di dunia dan ditengarai kaya akan sumber daya alam.
Foto: DW
Diplomasi Beton
Ketika jalur diplomasi buntu, satu-satunya cara untuk mengokohkan klaim wilayah adalah dengan membangun sesuatu. Cara yang sama ditempuh Malaysia dalam konflik pulau Sipadan dan Ligitan dengan Indonesia. Berbeda dengan Malaysia, Cina lebih banyak memperkuat infrastruktur militer di pulau-pulau yang diklaimnya.
Foto: CSIS, IHS Jane's
Reaksi Filipina
Langkah serupa diterapkan Filipina. Negara kepulauan itu belakangan mulai rajin membangun di pulau-pulau yang diklaimnya, antara lain San Cay Reef (gambar). Beberapa pulau digunakan Manila untuk menempatkan kekuatan militer, kendati tidak semewah Cina yang sudah membangun bandar udara di kepulauan Spratly.
Foto: CSIS Asia Maritime Transparency Initiative/DigitalGlobe
Di Bawah Naungan Paman Sam
Filipina boleh jadi adalah kekuatan militer terbesar selain Cina dalam konflik di perairan tersebut. Jika Beijing menggandeng Rusia, Filipina sejak dulu erat bertalian dengan Amerika Serikat. Secara rutin kedua negara menggelar latihan militer bersama. Terakhir kedua negara melakukan manuver terbesar dengan melibatkan lebih dari 1000 serdadu AS.
Foto: Reuters/E. De Castro
Indonesia Memantau
Indonesia pada dasarnya menolak klaim Cina, karena ikut melibas wilayah laut di sekitar kepulauan Natuna. Kendati tidak terlibat, TNI diperintahkan untuk sigap menghadapi konflik yang diyakini akan menjadi sumber malapetaka terbesar di Asia itu. Tahun lalu TNI mengerahkan semua kekuatan tempur milik Armada Barat untuk melakukan manuver perang di sekitar Natuna.
Foto: AFP/Getty Images/J. Kriswanto
Bersiap Menghadapi Perang
TNI juga membentuk Komando Operasi Khusus Gabungan untuk menangkal ancaman dari utara. Komando tersebut melibatkan lusinan kapal perang, tank tempur amfibi dan pesawat tempur jenis Sukhoi.
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
Indonesia Tolak Klaim Cina
Cina berupaya menjauhkan Indonesia dari konflik dengan mengakui kedaulatan RI di kepualuan Natuna dan meminta kesediaan Jakarta sebagai mediator. Walaupun begitu kapal perang Cina berulangkali dideteksi memasuki wilayah perairan Natuna tanpa koordinasi. Secara umum sikap kedua negara saling diwarnai kecurigaan, terutama setelah Presiden Jokowi mengatakan klaim Cina tidak memiliki dasar hukum
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
AS Tidak Tinggal Diam
Pertengahan Mei 2015 Kementrian Pertahanan AS mengumumkan pihaknya tengah menguji opsi mengirimkan kapal perang ke Laut Cina Selatan. Beberapa pengamat meyakini, Washington akan menggeser kekuatan lautnya ke Armada ketujuh di Pasifik demi menangkal ancaman dari Cina.