Indonesia lolos ke Piala Dunia. Bahkan repetitif, dalam 35 tahun terakhir, sejak Meksiko 1986. Benar? Benar! Tapi bukan tim sepak bolanya. Lalu? Simak kolom penulis Hardimen Koto dari Qatar.
Iklan
"Jurnalisnya. Lebih tajam, jurnalis sepak bolanya. Buat kami, ini bak naik haji," cerita Fernan Rahardi, jurnalis Republika kepada saya di sebuah cafe di Lusail, kota masa depan di Qatar.
Naik haji, ya, ini satu istilah yang dimunculkan Fernan untuk menggambarkan titik kulminasinya sebagai jurnalis olahraga. "Indonesia boleh belum lolos kePiala Dunia, tapi jurnalisnya sudah, hahaha," ujar Fernan, yang berdomisili di Yogyakarta.
Dalam ingatan saya, media-media di Indonesia sudah 'meloloskan' jurnalisnya ke Piala Dunia. Dan itu sejak Meksiko 1986 melalui, antara lain, Sumohadi Marsis (BOLA).
Sejak itu, Italia 1990, AS 1994, Prancis 1998, Jepang-Korea 2002, Jerman 2006, AfSel 2010, Brasil 2014, Rusia 2018 dan Qatar 2022, jurnalis Indonesia silih berganti lolos.
Ada banyak jurnalis Indonesia hadir langsung di Qatar 2022. Setidaknya belasan jurnalis dari sebelas media mengirimutusan ke Qatar. Mereka dapat akreditasi meski pertandingan yang diliput langsung di stadion maksimal 30 hingga 40 persen dari total 64 laga.
Eko, jurnalis Tribun misalnya, memilih maklum. "Piala Dunia ini seksi. Marketnya dahsyat di Indonesia. Makanya kami mesti kreatif memilih tema liputan. Pastinya ada unsur kedekatan," sebut Eko.
Misalnya, Jumat, hari libur di Qatar, mereka diundang main bola di Al-Khor, melawan IATMI, tim mahasiswa perminyakan asal Indonesia.
Nah, disitu, Eko dan sejumlah jurnalis Indonesia bertemu dengan relawan Piala Dunia dari Indonesia. Salah satunya Aida Siti Zulaeha, perempuan setengah baya yang cinta sepak bola. "Pokoknya seru. Jadi senang bisa terlibat langsung di Piala Dunia," ujar Aida. Aida adalah satu dari sekitar 12.000 orang Indonesia yang hidup di Qatar, dan sebagian kecil, terutama yang lahir di Qatar, mencintai sepak bola.
Hebatnya, dibantu faktor lingkungan, mereka tumbuh jadi pemain hebat. Dua diantaranya membela tim nasional junior Qatar: Farri Agri dan Ahmad Al-Khuwailid. Mereka jadi starter dan bahkan berperan meloloskan Qatar ke Piala Dunia U-20 dan U-17. Mereka pula yang ditemui pengurus PSSI di Doha saat pembukaan Piala Dunia agar di usia senior bisa membela Indonesia.
Piala Dunia memang seksi. Saya juga ingin mengenalkan satu nama orang Indonesia yang gila bola, dan selalu hadir di Piala Dunia. Namanya Yonda Irawan, yang tak pernah melewatkan kesempatan sejak Afrika Selatan 2010.
"Magisnya hebat," kata Yonda. Buat dia, Qatar 2022 sebetulnya biasa saja. Kalah seksi dibanding AfSel 2010 yang keren dalam banyak hal.
Ary Wasis, orang Indonesia lain yang saya temui di Qatar, dan ini Piala Dunia ketiganya, justru terkesan dengan Rusia 2018. "Pertandingannya di manca kota. Seru," katanya.
Hmm, baiklah. Saya kok tetap bermimpi: Indonesia lolos ke Piala Dunia. Tim nasionalnya, maksud saya.
Mungkinkah itu pada 2026, di Meksiko-AS-Kanada?
Uniknya Evolusi Kaus Timnas Sepak Bola Jerman
Timnas Sepak Bola Jerman yang dijuluki dengan der Panzer tidak hanya jadi jagoan orang Jerman, tapi pendukungnya di seluruh dunia juga banyak. Berikut evolusi kaus timnas Jerman dari dulu hingga sekarang.
Foto: picture-alliance/dpa/Baumann
Garis-garis, pertama kali untuk timnas Jerman!
Demi menyambut Piala Eropa pada bulan Juni 2020 mendatang, timnas Jerman memutuskan untuk memilih desain dengan pola garis-garis yang terlihat simpel, tapi tetap tegas. Apakah pilihan desain ini mewakili sifat orang Jerman pada umumnya?
Foto: picture-alliance/dpa/adidas
Mengingat masa monokrom
Hitam dan putih memang selalu menjadi pilihan timnas Jerman. Desain yang satu ini adalah desain tahun 2018 yang diadaptasi dari kaus timnas Jerman pada tahun 1990. Bagi para suporter DFB (Asosiasi Sepak Bola Jerman), ini pastinya menjadi salah satu favorit sepanjang masa.
Foto: picture-alliance/dpa/adidas
Putih dengan aksen hitam
Klasik. Mungkin inilah satu kata yang paling tepat untuk menggambarkan kaus timnas tahun 2016 ini. Putih sederhana dengan kerah hitam. "Kaus ini akan membawa kemenangan", ujar kapten timnas Bastian Schweinsteiger sebelum Piala Eropa dimulai pada tahun 2016 di Prancis. Tapi sayang, der Panzer tidak dapat memenangkan gelar ke empatnya di dataran Eropa tahun itu.
Foto: Getty Images/AFP/T. Schwarz
Kaus bola yang mengantar ke kemenangan
Kaus timnas yang satu ini mengingatkan semua orang akan gol semata wayang yang dicetak Mario Götze pada laga final melawan Argentina di final Piala Dunia tahun 2014, yang membawa Jerman memenangkan bintang ke empatnya, menambah mahkota untuk si elang di dada para pemain Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Gebert
Tiga garis, tiga bintang, dan urutan ketiga
Kaus timnas yang dikenakan para pemain untuk ajang Piala Dunia tahun 2010 di Afrika Selatan adalah kaus dengan desain khas Jerman yang hanya dapat menemani Die Mannschaft merebut posisi ketiga.
Foto: picture-alliance/Pressefoto Ulmer
Kaus hitam sebagai pengingat sejarah
Sebelum terbentuknya Asosiasi Sepak Bola Jerman (DFB) di tahun 1900, pertandingan internasional hanya dimainkan dengan kaus berwarna hitam. Kaus berwarna hitam dihidupkan kembali di tahun 2010, dan timnas Jerman belum pernah mengalami kekalahan ketika menggunakan kaus berwarna hitam.
Foto: AP
Ikut serta di EURO 2008 dengan tren kaus di masanya
Dengan mengintegrasikan nomor punggung di dada kanan, dan pastinya elang sebagai lambang DFB di dada kiri, timnas Jerman berhasil melaju ke final Piala Eropa tahun 2008. Sayang, kali itu Schweinsteiger dan rekan satu timnya harus menelan kekalahan 1:0 saat melawan timnas Spanyol di final.
Foto: picture-alliance/dpa/Landov
Mimpi buruk anak milenial
Kurang berwarna dan terlalu banyak warna hitam suram. Kaus yang satu ini tidak membawa keberuntungan untuk Jerman karena mereka kalah dengan Portugal di babak penyisihan dengan skor memalukan 3:0 dalam Piala Eropa tahun 2000.
Foto: picture-alliance/dpa
Desain bendera Jerman yang terbalik
Bila diperhatikan tren warna bendera Jerman yang terbalik ini dinilai sangat eksentrik dan sangat berwarna. Ini adalah desain pertama yang dikenakan para pemain timnas Jerman di Amerika Serikat tahun 1994 dimana mereka memiliki nama di punggung mereka.
Foto: picture-alliance/dpa/O.Berg
Juara Dunia!
Menjadi tuan rumah untuk ajang Piala Eropa di tahun 1988, Jerman berlaga dengan desain kaus baru yang berani dan sangat menunjukkan aksen bendera Jerman pada kausnya. Dengan kaus ini Jerman meraih gelar juara dunia ketiganya dua tahun kemudian.
Foto: picture-alliance/dpa/F. Leonhardt
Piala Dunia 1974
Dibandingkan dengan kaus-kaus terbaru, kaus timnas Jerman pada Piala Dunia tahun 1974 terlihat sangat polos dan tidak berwarna. Hanya ada aksen hitam di kerah dan lambang elang DFB di dada kiri para pemain. Menjadi juara dunia dan tetap menjaga kesederhanaan sepertinya adalah karakter tim Jerman!
Foto: picture-alliance/dpa/Baumann
11 foto1 | 11
Hardimen Koto: pengamat, analis dan komentator sepak bola