Badan amal Inggris, Charities Aid Foundation (CAF), telah menobatkan Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia tahun 2018. Diikuti oleh Australia di tempat kedua dan Selandia Baru di tempat ketiga.
Iklan
Indeks tahunan sejak tahun 2010 tersebut mengukur tingkat kedermawanan dari 146 negara di dunia. Data yang digunakan adalah dengan mengevaluasi survei World Poll Initiative yang dilakukan Gallup mengenai berbagai aspek kehidupan saat ini termasuk perilaku memberi.
Indonesia pertama kali puncaki daftar
Pada '2018World Giving Index' yang dirilis CAF, Indonesia berhasil menggeser Myanmar di puncak daftar. Peringkat satu sejak tahun 2014 tersebut turun ke peringkat sembilan. Ada tiga kegiatan yang menjadi tolok ukur penilaian, yaitu membantu orang asing, menyumbang uang dan menjadi sukarelawan.
Indonesia mencetak skor masing-masing 46 persen, 78 persen dan 53 persen. Dengan perolehan tersebut rata-rata penilaian Indonesia adalah yang paling tinggi yaitu 59 persen. "Untuk pertama kalinya, Indonesia menduduki puncak World Giving Index dari CAF. Setelah menempati posisi kedua di tahun 2017, tiga angka kedermawanan orang Indonesia sebagian besar tidak berubah," menurut lembaga tersebut dalam rilisnya.
Apakah Ada Area Slum di Negara Maju Seperti Jerman?
Daerah kumuh seperti Kampung Pulo di Jakarta tidak ada di Jerman. Tapi di sini juga ada "kemiskinan" dan tunawisma. Berikut fakta-fakta tentang kemiskinan di Jerman yang mungkin Anda belum ketahui.
Foto: picture-alliance/dpa/N.Armer
860 ribu orang tidak punya tempat tinggal
Saat ini di Jerman tercatat ada sekitar 860.000 tunawisma. Tapi hanya sedikit dari mereka yang harus tidur di jalan. Kebanyakan mendapat tumpangan di rumah kerabat, teman atau kenalan.
Foto: picture-alliance/dpa/B.Roessler
Tidur di stasiun kereta api
Ada sekitar 52.000 orang yang hidup di jalan, sekitar 6 persen dari jumlah tunawisma yang ada. Stasiun kereta api dan trem bawah tanah di Frankfurt menyediakan tempat khusus bagi para tunawisma untuk berlindung dari hujan dan cuaca musim dingin.
Foto: picture-alliance/dpa/A.Arnold
Ratusan ribu pengungsi perlu tempat tinggal
Ada sekitar 440 ribu pengungsi di Jerman yang berhak mendapatkan tempat tinggal, seperti keluarga pengungsi dari Suriah ini. Tapi kebanyakan pengungsi masih ditampung di tempat-tempat penampungan pengungsi.
Foto: picture alliance/dpa/S. Pförtner
Kampung peti kemas penampungan sementara pengungsi
Di sini dibangun "kampung peti kemas". Ada 256 rumah kecil yang dibuat dari peti kemas dibangun di tempat penampungan pengungsi Tempelhofer Feld di Berlin ini. Satu rumah kecil terdiri dari tiga peti kemas, lengkap dengan kamar mandi dan dapur. Kampung ini siap menampung lebih 1000 pengungsi.
Foto: picture alliance/dpa/B. von Jutrczenka
Terutama perempuan dan keluarga migran
Yang sering terusir dari rumah tinggalnya terutama perempuan dan keluarga migran pengungsi. Mereka sering tidak mampu lagi membayar sewa rumahnya. Foto di atas: Anna di kamar tinggalnya seluas 7 m2 di Hamburg. Sebuah peti kemas yang dialih fungsikan menjadi kamar tinggal.
Foto: picture-alliance/dpa/G. Wendt
Apartemen Sosial
Di Jerman ada rumah susun yang khusus dibangun untuk warga berpendapatan rendah. Biasanya disebut apartemen sosial (Sozialwohnung). Namun dalam 30 tahun terakhir, makin sedikit apartemen sosial. 30 tahun lalu masih ada 4 juta apartemen sosial di seluruh Jerman, saat ini tinggal sekitar 1,3 juta.
Foto: colourbox.de
Apartemen kecil untuk sendiri
Terutama apartemen kecil dengan 1 sampai 2 kamar tidur sulit didapat, karena makin banyak orang tinggal sendirian. Di Jerman saat ini diperkirakan ada 17 juta orang yang tinggal sendirian. Sedangkan hanya ada sekitar 5,2 juta apartemen kecil. Terutama di daerah perkotaan harga sewanya makin melangit.
Foto: picture alliance/dpa/A. Warnecke
Menjadi tunawisma dan berharap dapat kerja
Di Berlin saja diperkirakan ada sekitar 10.000 tunawisma, yang sering disebut "Penner". Sekitar 60 persen berasal dari Rumania, Bulgaria dan Polandia. Mereka bertahan dan berharap bisa mendapat pekerjaan kasar di kota besar.
Foto: picture-alliance/dpa/P. Zinken
Tempat untuk tidur di musim dingin
Saat musim dingin, para tunawisma harus mencari tempat hangat untuk tidur. Pemerintah kota dan organisasi bantuan maupun gereja sering menyediakan bangsal tidur, seperti dalam foto di atas. Di Berlin, sejak tahun 1990 sudah ada sekitar 300 tunawisma yang mati kedinginan karena tidur di jalanan. (Teks: Volker Wagener/hp/vlz)
Foto: picture-alliance/dpa/B.Pedersen
9 foto1 | 9
Negara berkembang pun dermawan
Dalam daftar 20 teratas, hanya separuhnya termasuk dalam daftar negara maju versi PBB dengan tingkat pendapatan yang tinggi. Sementara 10 negara berkembang lainnya memiliki tingkat pendapatan yang beragam termasuk Indonesia yang memiliki tingkat pendapatan menengah ke bawah.
"World Giving Index dari CAF memberikan wawasan unik tentang tren kemurahan hati di seluruh dunia. Ini adalah titik awal perbincangan di seluruh dunia tentang bagaimana kita memelihara dan menumbuhkan hasrat alami orang untuk membantu orang lain dan bersama-sama membangun masyarakat yang lebih baik," kata Ketua Pelaksana CAF Sir John Low.
Potret Kemiskinan di Jerman
Kehilangan tempat tinggal, tidak cukup uang untuk membeli makanan dan anak-anak yang kekurangan - secara statistik hampir 30 persen warga Jerman terancam kemiskinan. Foto-foto Shamsan Anders tentang kemiskinan di Jerman.
Foto: DW/Shamsan Anders
Perspektif buram
Perumahan Grohner Düne adalah salah satu kawasan miskin di kota Bremen. Penduduk di kota ini menurut statistik yang punya "resiko kemiskinan" paling tinggi. Lebih 20% penduduk kota terancam kemiskinan. Yang dianggap "miskin" di Jerman adalah mereka yang pendapatannya masih di bawah 60% pendapatan rata-rata.
Foto: DW/Shamsan Anders
Pembagian makanan
Di kota Bremen ada tiga tempat pembagian makanan bagi warga miskin. Di tempat pembagian Burg, setiap hari ada sekitar 125 orang yang datang. Makanan yang dibagikan di sini sebagian besar berasal dari supermarket atau toko roti yang menyumbangkan bahan makanan yang hampir kadaluwarsa atau tidak bisa dijual lagi.
Foto: DW/Shamsan Anders
Bertoleransi dan bersyukur
Yang datang ke tempat pembagian makanan adalah keluarga, pensiunan, warga migran atau pengungsi. "Bremen tempat yang multikultural", kata koordinator pembagian makanan, Hannelore Vogel. "Di sini tidak ada konflik. Suasananya dipenuhi toleransi dan rasa bersyukur."
Foto: DW/Shamsan Anders
Para relawan yang rajin
Pekerjaan sosial ini dilaksanakan oleh tenaga relawan, seperti Werner Dose, pensiunan berusia 80 tahun. Selain itu ada juga tenaga bantuan yang sedang magang dan tenaga kerja yang dikirim dari Dinas Kerja.
Foto: DW/Shamsan Anders
Penjualan murah
Di "toko sosial" di kota Halle ditawarkan bahan makanan, perabot rumah, pakaian dan banyak barang-barang keperluan sehari-hari dengan harga rendah. Tempat ini hanya bisa dikunjungi warga yang kekurangan. Toko ini terutama menawarkan keperluan anak-anak dan orang berusia lanjut. Halle adalah salah satu kota termiskin di Jerman.
Foto: DW/Shamsan Anders
Perabotan rumah tangga
"Toko sosial" seperti ini makin banyak dikunjungi orang. Barang-barang di sini berasal dari sumbangan warga. "80 persen pelanggan di sini adalah warga asing, banyak dari mereka pengungsi", kata pegawai toko Gabi Croll. "Orang Jerman yang miskin segan datang ke sini, mungkin karena mereka malu," tambahnya.
Foto: DW/Shamsan Anders
Makin banyak warga tunawisma
Di Berlin diperkirakan ada sekitar 6000 warga tunawisma. Di kota-kota besar Eropa, jumlahnya bertambah dari tahun ke tahun. Sekitar 60 persen tunawisma di Berlin adalah warga asing. Kebanyakan berasal dari negara-negara Eropa timur.
Foto: DW/Shamsan Anders
Memimpikan masa depan yang lebih baik
Jörg adalah tukang mesin yang sejak 6 tahun hidup di jalan. Dia kehilangan satu kaki dalam sebuah kecelakaan. Dia mengatakan, makin banyak warga tunawisma sekarang di Berlin, sehingga "persaingan jadi makin ketat". Impian besar pria berusia 38 tahun ini adalah sekali waktu bisa bermain drum lagi. "Itu sangat menyenangkan," katanya. (Teks: Viola Röser/hp/yf)